MADU LUMEBER TUMETES

Mengartikan diam sebagai pilihan aktif dalam bersikap. Diam kan statis, sedangkan untuk aktif butuh dinamika. Seperti kita semua tahu, kondisi saat ini tengah ada anjuran tingkat dunia bahwa manusia dianjurkan untuk diam di rumah. Tentunya bukan berarti setelah berada di rumah hanya diam. Mereka tetap beraktifitas dan menjalankan fungsi lumrah kemanusiaan sebagai kegiatan sehari-hari. Oleh sebab demikian, maka diam di rumah tidak bisa disebut sebagai proses statis dan stagnasi, kecuali ketika seseorang telah kehilangan gairah perjuangan hidup, tak punya inisiatif, hingga kehilangan kreatifitas, dimana kreatifitas itu lahir proses syukur, sabar, cita-cita dan gairah mengkontribusi. Syukur dengan pengetahuan yang kita punya, maka ia melakukan percobaan. Sabar pada ketidaktahuan maka butuh menambah pengalaman. Dikarenakan ada cita-cita dengan demikian ia melangkah. Dengan adanya gairah mengkontribusi, membuat ia mengharuskan dirinya sendiri meskipun tak ada yang menharuskan.

 

Seseorang yang kreatif selalu punya peluang emas untuk berkreasi, tak jarang bahwa produk yang brilian muncul justru pada kondisi sempit dan terdesak. Maka mengertikan diam sebagai sikap aktif adalah proses pengeraman atau proses fermentasi dimana seolah tak banyak berinteraksi aktif secara luas namun justru tengah menjalankan pertapaan karya gemilang, yang justru proses pengeraman atau pun proses fermentasi tersebut akan ‘gagar’ atau batal jika tak diam atau menutup diri.

 

Telur yang kemudian hari menetas, ia memerlukan kesanggupan untuk diam dan terjaga suhunya. Ia akan berakhir sebagai telur ceplok atau dadar kalau berkeliaran di atas wajan panas berisi minyak goreng. Nektar tak akan menjadi madu jika tak didiamkan pada sebuah ruang tetap dan terjaga temperaturnya dalam kurun waktu yang lama. Keberhasilan lebah memperoleh nektar karena mereka melakukan penjelajahan dan sikap dinamis yang kentara, namun untuk menjadikan nektar menjadi madu justru harus menetap dan terjaga di rumahnya. Sehingga berkeliaran adalah mencari bahan baku dari hamparan karunia Tuhan yang ditaburkan ke bumi. Dan tinggal di rumah adalah memproses bahan-bahan dari hasil unduhan karunia tersebut menjadi produk yang berkhasiat dan dicari banyak orang.

 

Kondisi ini perlu kiranya kita telisik, sesungguhnya rumah yang dihuni oleh masyarakat Maiyah itu apa? Dimana? Dimana ruang tamunya, ruang keluarga, kamar-kamar tidur, jedhing, dapur, pekarangan, dan halamannya? Tentunya hampir seluruh masyarakat Maiyah tahu dan oleh sebab demikian marilah kita semua tak usah terlalu peduli pada virus-virus kepentingan, hasutan, dan segala ocehan sampah yang tak pernah mampu menghasilkan manisnya kehidupan, justru mbudhet, mbulet, pahit dan saling menebarkan kegetiran. Sebaiknya kita tetap tinggal di rumah, tak berhias seperti kaum jahiliyyah, dan agar Tuhan membersihkan diri kita, sebersih-bersihnya.

 

وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى وَاَقِمْنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيْنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاِنَّمَا يُرِيْدُ اللّٰهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ اَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيْرًا ۚ ﴿الأحزاب : ۳۳﴾

 

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-Ahzab: 33)

 

 

MUMPUNG PADHANG REMBULANE, MUMPUNG JEMBAR KALANGANE.

 

Apabila orang diminta untuk menyaksikan bulan, bukankah ia perlu menunggu malam tiba? Bukan soal waktu tapi soal suasana. Pada malam menghadirkan suasana gelap, sehingga akan memperlihatkan taburan cahaya langit dan benderangnya rembulan. Dan saat malam tiba dan ternyata bulan tidak nampak, apakah mendung? Apakah akhir bulan? Atau bagaimana apabila ternyata kita lah rembulannya? Ah tentunya sama sekali tidak mungkin bukan?

 

Ummat Islam punya utusan yang kepada beliau tersemat sebagai “Syamsun”, “Badrun”, bahkan “nuurun fawqo nuurin”. Beliau matahari, karena risalah yang beliau emban membawa cahaya yang menyibak kelamnya kebodohan dunia. Dan beliau adalah rembulan, karena beliau punya ummat yang siap muncul melanjutkan cahaya pada saat kebodohan berusaha tampil kembali berniat menenggelamkan risalahnya. Lalu apakah kita sekadar qomar, sekadar rembulan? Ataukah badrun, bulan purnama? Mari kita ingat segitiga cinta yang Mbah Nun ajarkan kepada kita anak cucunya.

 

“Mumpung jembar kalangane”. Kalangan adalah cahaya melingkar yang mengelilingi rembulan, sehingga hanya tampak saat bulan berbentuk bulat. Saat bulannya sabit kemungkinan kecil untuk bisa muncul. Sehingga orang-orang membuat kalangannya sendiri. Ada kebiasaan yang rutin dimeriahkan setiap malam purnama; Pandhang mbulan. Pada saat bulan mulai bulat apalagi purnama, orang-orang keluar dari rumahnya meleburkan pada kalangan rembulan. Dengan melantunkan tetembangan, bercengkrama dengan tetangga meski hanya duduk di lincak beranda sambil berkepul asap rokok, wedang, dan panganan, ada keceriaan anak-anak yang dolanan di halaman, ada pula yang berbagi kebahagiaan lain yang pada intinya tetap ingin terlibat dan menyatu pada kemeriahan pesona Badrun tersebut.

 

Demikian pula peristiwa pada kehidupan. Keutuhan tampil sebagai rembulan adalah kebutuhan membawakan diri sebagai penerus perjuangan dari yang telah dirintis dan diperjuangkan oleh para Nabi dan dipungkasi oleh Rasulullah Muhammad SAW. Perjuangan itu memerlukan kebulatan agar tidak menghadirkan bulan-bulan sabit tidak bulat dan tak benderang. Sebagaimana bahwa kanjeng Nabi tak membuat akhlaknya menjadi baik hanya sebulan sekali, melainkan setiap saat. Saat ummat penerus ini lemah, sehingga tampilannya tidak utuh, maka keberadaannya tak benar-benar menjadi faktor yang dirindukan dan tidak menjadi toloh utama di saat kelam. Orang-orang akan berkumpul secara terpisah dan membuat kalangan sendiri-sendiri untuk tampak paling mumpuni sebagai yang paling benderang. Ada kalangan politik, ada kalangan seni budaya, ada kalangan pecinta lingkungan, ada kalangan selebritis, ada kalangan terpelajar, ada kalangan petani, ada kalangan pedagang, ada kalangan pengusaha, ada kalangan ulama, ada kalangan priyayi, ada kalangan dukun,hingga kalangan penggemar sinetron. Kalangan demi kalangan akan terus muncul dan kian tak bermutu karena tak segera berjumpa kalangan rembulan yang membenderang dari langit dimana cahaya purnamanya yang lembut tertebar indah dan ramah ke penjuru permukaan bumi, cahayanya yang indah dan ramah merasuk ke dalam setiap sanubari. Ramah dan indah pangan dan pertaniannya, ramah dan indah politiknya, ramah dan indah seni budayanya, penataan lingkungan dan alamnya, ramah dan indah perdagangannya, pendidikannya, hankamnya, teknologinya, para orangtuanya, anak-anak dan generasinya, ramah dan indah al-mutahabbina Fillah.

 

Ungaran, 27 Februari 2021

Tancep Kayon Majlis Gugur Gunung 2020
“Sinau Gugur”

2020 merupakan lanjutan dari tahun tandhang. Juga dimulainya rintisan pilihan daur kulawarga gugurgunung yaitu “Revolusi Kultural”. Dengan memilih jalur culture atau pertanian sebagai salah satu upaya yang ditempuh.

Lantas dunia diterpa pandemi. Untuk menghormati berbagai aspek, maka rutinan secara formal sempat jeda. Sehingga tak banyak tema yang bisa diangkat dalam sinau bareng tiap bulannya. Namun justru sangat banyak sekali tema tema “non formal” yang dapat kami jalani, melalui kegiatan bertani maupun berkebun tersebut. Lingkaran sinau bareng yang tadinya rutin sebulan sekali, justru menjadi lebih repetitif dalam hitungan hari atau maksimal minggu. Berupa lingkaran lingkaran kecil yang justru nandangi tema-tema besar.

2020 juga merupakan fenomena yang dahsyat. Keluwarga Gugurgunung dipertemukan dengan orang orang yang pintar namun juga berperangai minteri atau ngakali. Hadir orang orang dengan bergaya penolong namun ternyata culas yang justru tega mengambil keuntungan dari keadaan susah oranglain. Juga orang-orang yang tega mencelakai dengan kedok ahli mengobati. Berpenampilan alim ternyata lalim. Ahli tani ternyata hama nyata yang menggerogoti kebon maiyah kami dari dalam.

Betapa tahun ini keluarga kecil ini dikepung oleh caci maki, hujatan, fitnah-fitnah keji, upaya-upaya perpecahan. Sinau dan Sholawatan di rumah diawasi. Sinau dan Sholawatan di kebun dicurigai sesat. Tanaman kebun kami dicemooh. Saat kemarau di wanti wanti, katanya air ini untuk petani sini. Saat kami bikin sumur untuk mengupayakan air sendiri, dicemooh dan ditertawakan. Saat hujan, air dilimpaskan dan digelontorkan ke kebon kami. Saat sawah kami tergenang air dan bacek sehingga tanaman kebun kami jamuran, ditertawakan lagi. Disepatani terus menerus. ‘Cikal’ dan ‘Bakal’, sepasang anak kambing yang kami angon di kebun, dan sempat menjadi mata pelajaran bagi anak-anak dari kulawarga, gugur juga tega dicuri. Ada pada saat panen raya kebon kami dihantam kebijakan rendah serendah-rendahnya harga pasar. Saat harga pasar tinggi, kami dihinggapi berbagai masalah hama.

Reridu sebagaimana hujan yang deras menghujam. Namun kami mencoba terus berupaya menderas hudan hudan. Kakawin Adalah pasangan Reridu. Kami belajar bagaimana tanaman beradaptasi dengan lahan, dengan cuaca, dengan musim, dengan waktu, dengan hama, dan seterusnya sangat banyak sekali. Kami menemukan variabel-variabel. Kami mencoba menganyam pola-pola. Kami berupaya tekun niteni gejala gejala.

Bahkan dengan itu semua kami diperkenankan merintis berbagai bidang keahlian. Diantaranya : Sistem pengairan sawah, dimensi bedengan, pola tanaman, identifikasi tanaman, nyemai benih, fermentasi pupuk, meramu obat-obatan untuk tanaman, dan sebagainya sangat banyak sekali. Kami sungguh panen “Cara”. Memang banyak persoalan yang teridentifikasi sebagai kesulitan yang seolah hendak mendorong untuk mundur namun pada segala gelaran ini pula senantiasa dibarengi dengan kenikmatan yang datang bertubi-tubi sehingga mengencangkan niat dan menyorong langkah untuk kembali melipatkan rasa syukur.

Kakawin ternyata juga turun sebagaimana hujan yang deras menghujam. Kami kian tekun menderas hudan hudan. ‘kakaWin reriDu’ atau WinDu adalah sebuah putaran waktu dengan segala fenomenanya. Sangat berat karena kurikulum yang idealnya ditempuh dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun ini, harus mengalami percepatan waktu tempuh hanya dalam 1 (satu) tahun. Benar benar berat, sangat menguras energi, memeras pikiran, mengaduk-aduk perasaan, jiwa, raga, dan lain sebagainya. Namun inilah cara yang kami pahami bahwa Allah hendak mendewasakan kami dan menarik langkah-langkah kami dalam kereta Iradah-Nya yang anggun dan penuh kejutan. Dan inilah revolusi kultural sehingga ada medan laga yang tentu harus dimasuki dan mengadapi dalam mripat rahmat kepada gelap maupun terang.

Hasil panen dari kerja keras keluwarga gugurgunung tersebut awalnya ingin kami tengarai sebagai “Gemah Ripah” pada pagelaran Tancep Kayon. Namun urung. Kemudian kami lebih memilih “Gugur” sebagai tengara kurikulum tahun ini. Tahun yang mungkin akan menjadi momentum yang paling diingat-ingat sepanjang perjalanan gugurgunung selama ini. Tahun yang juga sangat pedih oleh banyaknya peristiwa tanggal. Oleh anggota keluarga gugurgunung yang kini hanya menyisakan separo. Juga tahun dimana orang-orang yang kami cintai dan sangat mencintai kami sedang menjalani puncak proses dicintai Allah. Ialah Beliau Syeikh Kamba, Ki Seno, Pak Iman, dan tokoh-tokoh lainnya, laksana barisan besar yang diperbondong-bondongkan kondur dengan iringan rebana dan lantunan sholawat Mamak Camana.

Gugur bukan kematian, bukan kemusnahan, bukan kebinasaan. Gugur adalah kesadaran menunaikan fase paran. Tancep Kayon Majlis Gugur Gunung dengan tema besar “Sinau Gugur” ini kami rancang dengan sangat sederhana. Bahkan untuk menghormati dan saling menjaga keadaan, kami tidak mengundang nara sumber sebagaimana tradisi gelaran tancep kayon tahun-tahun sebelumnya. Namun, tentunya kami juga tak mungkin sanggup menolak kehadiran kehadiran para dulur-dulur yang ingin membersamai gelaran acara ini. Maka bagi yang belum bisa hadir, ijinkan kami menghadirkan panjenengan semua dalam gelembung cinta dan kasih-sayang.

Mari Sinau Gugur, bersama Majlis Gugur Gunung, di lembah kaki Gunung Ungaran. Pada plataran situs Air Suci Komplek Candi Gedhong Songo. Semoga Allah mengijinkan.

 

Nyuwun tambahing pangestu. 🙏🙏🙏

WIDYA DESA
– Murid Mencari Guru –

Ada momentum dimana seseorang akan ‘mengalami’. Maka dari yang ia alami tersebut jadilah pengalaman. Dari pengalaman itu terjadilah ilmu. Pada sekumpulan ilmu terjadilah pengetahuan. Pengetahuan baru semakin menjadi kelengkapan data untuk diterapkan. Penerapan pengetahuan menjadi pengalaman. Pengalaman menjadi ilmu. Terus seperti itu. Setiap penerapan ilmu menjadi data baru sehingga ia kembali menjadi pengetahuan secara lebih kaya dari sebelumnya. Kekayaan itu menjadi kekayaan pengetahuan.

 

Kekayaan pengetahuan dikumpulkan dari sekian ilmu dari sebanyak-banyak pihak yang bergotong-royong membangun pengetahuan. Setiap individu yang berpengetahuan akan merasa perlu menyumbangkan pengetahuannya yang berasal dari persentuhan diri pada pengalaman. Individu yang berpengetahuan merasa perlu memiliki pendamping atau mitra yang sama-sama berpengetahuan. Oleh sebab demikian orang yang memiliki pengetahuan membutuhkan oranglain yang sama-sama mengetahui untuk menegaskan bahwa dirinya tidak sendirian.

 

Jika kemudian individu ini menggumpal menjadi masyarakat, maka terciptalah masyarakat berpengetahuan dan terus belajar bersama dengan aplikasi dan kreatifitas agar ilmunya teraplikasi dan pengetahuannya semakin luas. Pengetahuan seperti penampang sedangkan ilmu seperti tiang pancang. Tanda-tanda masyarakat berilmu adalah sikap utamanya saling membantu, melengkapi, dan menambal kebocoran pada himpunan yang ia singgahi.

 

Jika, individu saja menghendaki mitra atau pendamping yang sama-sama berpengetahuan, maka demikian pula masyarakat yang berpengetahuan. Mereka akan mencoba melakukan perluasan dan membangun ikatan kepada masyarakat lain yang memiliki corak dominan memperhatikan dan merawat pengetahuan. Masyarakat yang lebih berpengetahuan akan mengajarkan kepada masyarakat lain.

 

  1. Masyarakat jasad akan membangun singgahan jasadiah
  2. Masyarakat ideologi akan membangun ruang idealis
  3. Masyarakat spirit akan membangun mutu/ bobot spiritualitas.

 

Masyarakat berpengetahuan juga memiliki kesadaran penangkaran atau pembenihan. Sepak terjangnya memiliki mental bawah sadar untuk mendukung sustainabilitas ilmu pengetahuan yang menjadi aset masyarakatnya agar tetap survive. Agar ilmu tidak punah disamping setiap bertambahnya masa diasumsikan sumberdaya makin kaya. Sehingga pembangunan tidak hanya sepotong dari tiga unsur manusia, melainkan membangun secara lebih utuh ranah-ranah kemanusiaan primer (jawad, jiwa, ruh). Maka bukan hanya berkutat pada kemegahan jasad, tak pula pada euforia ideologi, ataupun tingkah polah spirit yang simbolis.

 

Setiap terkumpulnya sebongkah ilmu pengetahuan dari masyarakat akan menghadirkan pengertian baru. Didapatlah kesabaran, kebijaksanaan, keadilan, demikian rumus pada setiap pemanunggalan.

SALAM

Alhamdulilah, akhir tahun 2019 Majlis Gugur Gunung telah Tancep Kayon. Deretan List tentang tema besar Laku Kasantikan telah terbundeli. Guyub dan Rukun adalah salah dua diantaranya, sekaligus menjadi syarat dan tengara bahwa Majlis Gugur Gunung layak untuk Bedhol Kayon, kemudian segera membuka gelaran tema sinau bareng pada rentang 2020.

 

Bismillahirrohmaanirrohiim.

SALAM, merupakan tema pertama yang diangkat untuk mengawali gelaran sinau bareng Majlis Gugur Gunung pada 2020 ini. Sekaligus sebagai bangunan adab untuk mengawali sesuatu, menyampaikan salam kepada segala apa atau siapa, kepada yang telah maupun yang akan bersentuhan ataupun singgah dalam Keluwarga Gugurgunung.

 

Untuk mengantarkan Tema ini dalam gelaran sinau bareng, sedikitnya telah disusun 10 pertanyaan yang berkaitan dengan “Salam”, antara lain :

 

  1. Apakah arti salam?
  2. Apakah kehidupan alam bisa menjadi contoh salam?
  3. Apa yang menjadi kelebihan mekanisme salam?
  4. Apa yang menjadi ancaman atau pelemahannya?
  5. Apakah salam bisa diwujudkan jd perilaku baku?
  6. Apakah ada hirarki dalam mekanisme salam?
  7. Jika ada apa contoh atau modelnya?
  8. Kapankah dan dimana salam diberlakukan?
  9. Kepada siapa salam disampaikan?
  10. Bagaimana jika salam tidak bersambut?

 

Apakah arti Salam ?

Salam merupakan salah satu akar kata dari 3 akar kata “Islam”. Atau,

secara lughawi atau etimologis, kata “Islam” berasal dari tiga akar kata, yaitu:

 

a. Aslama, yakni berserah diri atau tunduk patuh pada aturan-aturan hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT.

 

b. Salam, yakni menciptakan rasa damai dalam hidup. Dengan berpegang teguh pada aturan-aturan hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT, maka jiwa atau ruh menjadi damai (tentram).

 

c. Salamah, yakni menempuh jalan yang selamat. Mengamalkan aturan-aturan hidup yang ditetapkan oleh Allah SWT agar mencpai keselamatan di dunia dan di akhirat serta terbebas dari kesengsaraan/bencana abadi (di dunia dan akhirat). Melaksanakan kewajiban dan kebajikan serta menghindari segala yang dilarang oleh Allah SWT adalah jalan menuju keselamatan dunia dan akhirat.

 

Berdasarkan akar kata “Islam” tersebut,  maka siapa saja yang meyakini dan mengamalkan aslama, salam, dan salamah sapat disebut beragama Islam. Atas dasar kata itu pula, maka semua  Nabi membawa prinsip ajaran yang sama, yakni Islam (sekalipun mungkin namanya bukan Islam, karena antara lain perbedaan bahasa para Nabi, tapi esensinya sama yaitu Islam).

 

Adapun yang berpendapat bahwa makna dari Islam yaitu :

 

a. Al Islam Al Wajh (Menundukkan Wajah)

Islam menghendaki umatnya untuk menundukkan wajah dan dirinya kepada Allah swt. Ketundukkan itu harus dibuktikan dalam amalan berupa kebaikan yang sesuai dengan aqidah yang lurus.

 

b. Al Istislam (Berserah Diri)

Islam merupakan sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah swt dalam menghamba dan menjalankan perintah-Nya. Seluruh  makhluk yang ada di bumi dan langit patuh atas petunjuk-Nya.

 

“Maka Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran : 83)

 

c. As Salam (Keselamatan)

Islam juga bermakna selamat dan sejahtera. Keselamatan adalah ciri mereka memeluk Islam, yang berarti bahwa mereka diselamatkan dari jalan yang gelap gulita ke jalan yang penuh cahaya kebenaran.

 

“Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: “Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan Mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am : 54)

 

d. As Salamah (suci bersih)

Islam adalah agama yang suci  dan bersih. Begitu pula yang dikehendaki dari umat Islam, yaitu suci dan bersih baik secara fisik maupun ruhaniyah.

“kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih, “ (QS. As Syu’ara : 89)

 

e. As Silmi (perdamaian)

Islam selalu tampil menebarkan cahaya bagi perdamaian seluruh umat manusia. Dengan datangnya Islam menjadikan hati menjadi tenang dan tentram.

 

Selanjutnya, kusampaikan salam jabat eratku bagi kesemua wahai, untuk melingkar dan bareng bareng sinau, mendiskusikan tentang 9 (sembilan) pertanyaan lainnya. Semoga implentasi Salam pada kehidupan menuju pada peningkatan yang menjulang dan mendalam justru dengan merunduk memahami arti kerendahan dan kedangkalan.

“Tancep Kayon” Majlis Gugurgunung 2019
Laku Kasantikan

Setelah bulan lalu majlis gugurgunung libur sinau bareng dikarenakan membersamai kegiatan “jegur sawah” di Jepara. Sekarang bertepatan dengan bulan Desember bulan penutup dalam satu tahun yang bertepatan juga dengan “Tancep Kayon” yang digelar oleh majlis gugurgunung. “Tancep Kayon” menjadi momentum mengevaluasi langkah serta memutuskan apakah pada tahun depan perlu di mulai lagi (bedhol kayon) atau berhenti. Salah satu indikator dalam pengambilan keputusan adalah apakah majlis gugurgunung memberi manfaat pada yang lain atau tidak. Pada tanggal 28 Desember 2018 “Tancep Kayon” diselenggarakan di “Bina Lingkungan Congol”. Sebelum acara sinau bareng dimulai pada siang hari sedulur-sedulur majlis gugurgunung mempersiapkan tempat terselenggaranya acara tersebut. Sekitar pada pukul 16.00 WIB Mas Agus mengajak sedulur sedulur untuk berziarah ke makam Mbah Benowo dan Mbah Basyaruddin yang berada dalam satu kompleks pemakaman. Ziarah ini sudah menjadi satu tradisi paket Tancep Kayon sejak diadakan pertama kali.

 

“Tancep Kayon” kali ini dirawuhi oleh Gus Anik dan Pak Budi Maryono yang menjadi narasumbernya. Malam yang khidmat dengan menunjukan pukul 21.30 acara dimulai oleh Mas Kasno yang memberikann sedikit penjelasan tentang tema yang diangkat yaitu Laku Kasantikan. Konsep “Tancep Kayon” sebenarnya sederhana tapi tiba-tiba menjadi mewah karena kerawuhan sedulur sedulur yang ikut melingkar bersama.”Tancep Kayon” dimulai dengan bacaan basmalah yang dipimpin oleh Mas Kasno sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan tawasul dan sholawat oleh team bala swarna. ”Tancep Kayon” kali ini selain mas Kasno, juga dimoderatori oleh Mas Dian yang sedikit memberi arti bahwa laku kasantikan diawali dengan rekasa (susah) dulu, sebagai contoh orang tua yang mencari rejeki untuk keluarganya itu termasuk laku kasantikan. Mas Dian juga membagi para sedulur menjadi 4 kelompok supaya mudah ketika memberikan respon/pertanyaan. Sebelum ke pertanyaan/respon para sedulur Mas Azam terlebih dulu memberikan opini tentang laku kasantikan yaitu orang yang melakukan/menjalani sesuatu yang sudah dilakukan dengan indah melalui proses. Semua laku tidak mudah pasti ada proses dan pengorbanan. Jadilah diri sendiri, cari sejati diri. Mas Kasno juga memberikan opininya laku kasantikan secara universal yang bisa diterima oleh siapapun misal (rindu, riang gembira dst).

Pukul 10.45 Mas Fidoh perform yang dilanjutkan Mas Azam nyanyi Lir ilir. Mas Agus juga ikut andil dalam beropini tentang laku kasantikan yang mana laku kasantikan dilanjutkan karna belum matang mempelajari kasantikan. Menurut Mas Sabrang dan Mbah Nun maiyah itu “prasasat koyo unta” yang pandai cari mata air, menyimpan air dan bisa bermanfaat untuk yang lain. Dahulu ketika jaman Nabi Muhammad hijrah banyak umat Islam yang menawarkan kediaman untuk singgah Rasulullah, tetapi Nabi Muhammad memilih ikut berhentinya unta karena unta yang mempunyai kepekaan dalam hal menemukan sumber air dengan nalurinya. Dalam bahasa Arab, unta disebut Jamal (cantik). Laku kasantikan = laku unta; karena bukan figur unta yang dinilai cantik tapi fungsi unta tersebut yang bisa mencari, menyimpan air dan bermanfaat untuk yang lain. Tak ubahnya kita, ketika kita tidak dapat mencari, menyimpan kebeningan, kesejukan yang bermanfaat bagi yang lain maka bisa dikatakan kita disfungsi. Terminologi kecantikan tidak disematkan pada fisik cantik tapi pada fungsi cantik. ”Tancep Kayon” evaluasi selama setahun menjadikan kita cantik/buruk. Bentuk laku kasantikan 2019 merupakan lanjutan dari laku kasantikan 2018 yang mengandung penegasan banyak hal. Cantik = bentuk syukur yang dikonversi dalam kemanfaatan yang dilapangkan. Cantik juga memiliki kandungan yang sama dengan sakti dan bisa juga untuk merugikan orang lain karena Cantik bisa menembus ruang paling dalam seseorang. Kita bisa membuat bahagia dengan kebermanfaatan kita, minimal bisa melihat orang lain bahagia dan kita juga ikut bahagia. Seperti tenis meja; permainan ini merupakan simbol sufistik yang mengajarkan pada kita jika mendapat sesuatu secara lincah segera diberikan kepada orang lain. Laku kasantikan dalam menang atau kalah bisa seperti memimpin diri sendiri agar makin cepat menemukan fitrah. Semakin baik fitrahnya terpelihara akan mengembalikan keberadaan dirinya sebagai insan yang menggembirakan. Semisal seperti bayi yang mana ia masih dalam keadaan fitrah. Keberadaannya tidak mengancam orang lain tapi justru memberi ketenangan bahkan kesenangan pada orang lain, itulah tampilan menang yang cantik. Setelah Mas Agus cukup memberikan beberapa opininya tentang laku kasantikan dilanjutkan dengan respon para sedulur yang melingkar. Respon pertama berupa pertanyaan yang ditanyakan oleh Mas Rahmat yaitu laku kasantikan yang menurut kita itu sudah benar menurut kita tapi menurut orang lain belum benar dan bagaimana laku kasantikan di jalan yang lurus?

Pertanyaan tersebut dijawab oleh Gus Anik, ada beberapa segmen kehidupan yang mempunyai 2 modal (hikmah dan kalimah). Hikmah adalah rumusan konsep kehidupan dan kalimah adalah membawa rumusan konsep kehidupan. Memaknai laku para nabi contohnya nabi Sulaiman, hikmah rohmaniah (surat sakti bismilahirahmanirohhim). Ada tiga aktor intelektual dalam kejadian tersebut yaitu nabi Sulaiman, ratu Bilqis, dan burung Hud-hud. Hud-hud di mata Nabi Sulaiman adalah binatang malas karena terus-terusan pacaran dengan markalah. Sedangkan menurut Markalah, Hud-hud tidak pernah ada waktu untuk dirinya. Untuk membuktikan loyalitas Hud-hud kepada Nabi Sulaiman dan Markalah, dia pergi dan menemukan kerajaan Ratu Bilqis kemudian dia mengintipnya. Hud-hud heran kenapa Ratu Bilqis kok menyembah matahari. Hud-hud yang sedang mengintai dari atas pohon tiba-tiba di dekati oleh Haida dan terjadi komunikasi antara kaduanya. Kemudian hud-hud kembali ke kerajaan Nabi Sulaiman bercerita tentang Bilqis tersebut, dan kemudian Nabi Sulaiman mengirim surat kepada Bilqis tersebut yang berisi bismilahirahmanirahim dan sudah diterima dan dibaca oleh Ratu Bilqis.

 

Dalam peristiwa tersebut ada 3 aktor yang mempunyai kecerdasan organik yaitu Nabi Sulaiman yang memiliki pola menyampaikan, burung Hud-hud intelejen dan Ratu Bilqis memiliki pola menerima. Kode laku kasantikan bagaimana gunung ditegakkan langit ditinggikan dan bumi dihamparkan itu cara bagaimana kita memperlakukan langit dan bumi. Alasan kenapa binatang dijadikan hikmah karena manusia punya mitra dengan hewan dan mencintai hewan bisa mendapatkan hikmah. Laku manusia tidak berpotensi mencederai sesama mahluk karena ada potensi cinta dan rohman. Perbarui kecantikan kita ketika orang lain belum menganggap cantik (terus berbuat baik).

 

Pak Budi juga membagikan sedikit pengalamanya ketika berencana ke Semak taddaburan di Kudus, “saya tidak ada kendaraan kemudian saya putuskan untuk menunda acara semak tadaburan bulan depan, tetapi sekitar jam 17.00 saya dikabari sudah mendapat jemputan grab ke Kudus. Ketika apa yang ditetapkan dan kita menerima merupakan laku kasantikan.”

Acara diselingi oleh perform dari Mas yoga pada pukul 12.45. Setelah perform tersebut moderator meminta kepada sedulur sedulur untuk memberi respon atau bertanya, dan mas Shohib bertanya tentang lebih dulu mana mencari Tuhan atau mencari jati diri dan tanda ditemukanya jati diri dan Tuhannya bagaimana? Pertanyaan tersebut di tanggapi oleh Pak Budi bahwa ukuran baik adalah menurut norma yang berlaku, kita mengikuti norma dan ukuran norma. Norma agama yang akhlaknya baik itu sudah termasuk cantik. Ada kesepakatan secara umum itu baik contohnya senyum dan kita juga punya kecenderungan baik. Kemudian Gus Anik juga merespon bahwa makrifat diawali sikap mempertanyakan. Contohnya Nabi Ibrahim yang melihat bintang, melihat langit dan ia heran siapa yang menciptakan dan ia juga berfikir setelah yakin siapa Tuhannya dia mengalahkan orang-orang yang tidak menyembah Tuhannya dengan cara merusak patung sesembahan. Kemudian setelah tahu siapa yang merusak Nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup tapi tidak mati. Allah mempunyai sifat rahman dan kita hanya dititipi sifat rahman. Gus Anik juga menyampaikan bahwa kitab Taurat sudah mengenal angka-angka makanya orang Yahudi dianggap modern/canggih karena angka-angkanya. Kemudian pertanyaan terahir dari Mas Rian ilmu kasepuhan ada korelasi dengan laku kasantikan dan bagaimana cara menularkan ke generasi kanoman?

Direspon oleh Mas Agus bahwa tujuan utama memiliki kesaktian untuk bisa bermanfaat untuk orang lain. Jika perhiasan mayornya hanya untuk pamer malah tidak punya guna tapi jika untuk menghamba dan tidak mengancam orang lain itu bagus sebab masih terletak pada tempatnya. Ilmu tersebut untuk “berdiri”(menegaskan peran diri) tapi apakah peran tersebut untuk menggapai sampai salam atau sekadar untuk jumawa dalam kehidupan? Telah dianjurkan kepada manusia untuk mengemban pilar-pilar waktu untuk menyempaikan salam supaya tidak menjadi orang yang mengancam. Ilmu cantik yang perlu dipertahankan adalah ilmu salam.

 

Setelah terjadi pasinaon bareng, sudah waktunya untuk memuncaki acara. Pak Budi Maryono berpuisi dan pemberian kenang-kenangan berupa buku dan kalender kepada para narasumber dan beberapa penanya. Acara pada malam tersebut ditutup dengan talaman atau makan bersama sebagai bentuk rasa syukur.

 

Demikian reportase yang dapat saya buat semoga kita bisa tetap menjadi keluarga yang saling berguna dan semoga reportase ini bermanfaat.

 

CAHYA_MGG