Tancep Kayon Majlis Gugurgunung 2022
Windhu Sakinah

Sungguh, Subhanallah Alhamdulilah Laailaahaa illAllah Allahu Akbar. Laa haula wala kuwwalata illa billahil aliyyil adziim.

 

Tancep Kayon, merupakan kesadaran  penting kulawarga gugurgunung, yang dihelat pada tiap akhir tahun, sebagai upaya menegaskan hal hal yang terkait selama rentang waktu 1 tahun Sinau Bareng. Dan Desember 2022 ini merupakan Tancep Kayon yang ke 8. Artinya, Majlis Gugurgunung sudah berkegiatan selama 8 tahun/Se Windhu. Perhelatan Tancep Kayon yang ke 8 ini akan digelar pada 24 Desember 2022 di Joglo Wisata Gunung Munggut, Pringsari – Ungaran. Dengan mengangkat tema WINDHU SAKINAH

 

Perjalanan sewindhu gugurgunungan telah mengendarai tema tema besar/Kurikulum pada tiap tahunnya. Diantaranya adalah :

  1. Sandal Peradaban.
  2. Kembul Malaikatan.
  3. Serat Pamomongan.
  4. Laku Kasantikan 1.

 

Yang belakangan ini, 4 tema pada 4 tahun pertama ini didominasi oleh kegiatan kegiatan berupa pengkayaan di wilayah intelektualitas, kontekstual, konseptual, dan sebagainya. Yang kemudian kami tengarai sebagai perjalanan “BUDI”.

Kemudian 4 tahun berikutnya adalah :

  1. Laku Kasantikan 2.
  2. Sinau Gugur.
  3. Nuwuh Makmur
  4. Windhu Sakinah.

 

4 tema pada 4 tahun ke dua ini didominasi oleh peristiwa dimana tema kontekstual dan konseptual yang kian merealitas menjadi perilaku. Optimalisasi peran skill atau keahlian keahlian khusus. Yang kemudian kami tengarai sebagai peran “DAYA”.

 

Dan taut antara BUDI dan DAYA adalah Padhu, Menyatu-padu. Sehingga tepat di tengah windhu kami diperjalankan untuk memadu dengan perhelatan seserius Tancep Kayon, pada bulun Juni tahun 2019 dengan tajuk “Masyarakat Lebah Memadu”

 

Majlis Gugurgunung juga senantiasa menyelaraskan langkah dengan dhawuh dhawuh Marja’ Maiyah. Tentunya semampu dan sesanggup sesuai dengan potensi yang dimiliki. Zira’ah, Shoum, Shodaqoh dan Revolusi Kultural dengan pertanian dari hulu hingga hilir sebagai pilihan laku. Serta kian solid pada ranah pemahaman bahwa Sinau Bareng adalah salah bentuk Ikhtiar Maiyah.

 

SeWINDHU perjalanan yang sarat akan peristiwa peristiwa menggembirakan (kakawin), dan juga dilengkapi oleh peristiwa peristiwa menyedihkan (reridhu). Menjadikan sebuah perjalanan yang kian utuh, yang Mulat.

 

Semakin mengakurasi kesaksian bahwa kesemuanya itu kita terima sebagai bentuk Cinta Kasih (mawaddah) dan Rahmat (warahmah) dari Allah. Sebagai bekal utama untuk perjalanan yang semoga senantiasa berada pada lintasan proses menuju ketenanangan dan ketentraman lahir sampai ke batin (sakinah).

 

Sehingga sewindu Tancep Kayon sebagai perpaduan BUDI lan DOYO, Kultural, berbudaya. Budi yang berdaya guna, dan Daya yang berbudi luhur, demikian harapan yang ingin digapai oleh pasinaon demi pasinaon selama ini.

Tetembungan

Manusia adalah makhluk komunal yang memiliki naluri berkumpul sebagaimana makhluk komunal lain seperti lebah ataupun semut, dan jembatan untuk berkumpul, berserikat adalah komunikasi. Dalam term Jawa, berkomunikasi disebut sebagai tetembungan. Dari kata ‘tembung’ yang berarti ‘bilang’ atau ‘menyampaikan’. Konon lebah berkomunikasi dengan kode-kode tarian untuk menunjukkan koordinat nektar yang bisa diambil. Semut mungkin dengan frekuensi khusus yang setelah ada salah satu yang menemukan makanan, tanpa ia pulang ke rombongannya tiba-tiba sekelompok bala semut datang berbondong. Sedangkan manusia berkomunikasi secara berbeda yakni dengan keduanya. Dengan ‘tarian’ atau gestur dan juga dengan frekuensi yang dititipkan dalam intonasi, dan ada salah satu lagi yakni bahasa. Bahasa ini tidak selalu menjadi syarat utama jika syarat pertama dan kedua telah terpenuhi.

Di jaman sekarang bentuk komunal menjadi semakin meluas namun juga semakin mengarah pada perubahan pola. Itu disebabkan oleh model komunikasi yang berbeda pula, yakni melalui tulisan. Tidak ada gestur dan tidak ada frekuensi yang terbangun secara tepat. Pola komunikasi ini sesungguhnya telah ada sejak lama dengan sebutan ‘serat’ adalah alternatif komunikasi yang berguna untuk menautkan yang terentang jarak dan menjalin yang terpisah waktu seperti yang digunakan dalam Kitabullah. Namun, hebatnya kitabullah tetap mampu mempertahankan produk frekuensi yang indah, ajeg, dan langgeng, ini yang susah digapai oleh serat manusia. Akhir-akhir ini justru model serat ini yang lebih primer dipilih sebagai alat komunikasi. Dalam serat sesungguhnya pun masih mengeluarkan frekuensi namun tak jarang antara pembicara dan pendengar melahirkan frekuensi yang tidak sinkron. Antara yang disampaikan oleh penyampai atau ‘pembicara’ ditangkap secara berbeda oleh pendengar / pembacanya. Jika manusia lantas menggunakannya secara paten sebagai pengganti komunikasi utama, ada efek ketidak-pekaan karena tak lagi mengenal bahasa ‘tarian’ dan frekuensi yang sinkron. Bentuk komunalnya juga bisa berbeda, orang tidak lagi memiliki kesempatan untuk menyelami ragam kemanusiaan yang berlimpah keunikan. Ini bukan ranah skeptis, justru ada kemungkinan manusia akan lebih menemui kemanusiannya dengan pola komunikasi baru setelah beradaptasi. Hanya saja tidak pula over optimis sehingga tak perlu membuat langkah pertahanan dan antisipasi yang memungkinkan manusia tetap mengenal pola tetembungan yang bermuwajahah dan saling menyelami sanubari rasa kemanusiaan secara kaya dan intim.

Berdasarkan dengan pandangan di atas betapa pentingnya tetembungan maka tema ini dipilih sebagai bahan sinau bareng edisi bulan ini. Apakah hanya faktor bahasa saja? Tentunya tidak. Sebab manusia tak boleh melepaskan adab berkomunikasi dan akhlak sebagai bagian penting mengindahkan pergaulan, perkumpulan, perhimpunan. Ada cara tetembungan yang tidak hanya benar atau baik, namun juga indah baik secara gestur dan intonasi, tak merendahkan martabat orang lain dan menjunjung kenyamanan sanubari masing-masing.

Mari melingkar sebagai salah satu bentuk ikhtiar. Saling Tetembungan, tetembangan, menari, dan atau apapun untuk saling menyampaikan dx informasi, frekwensi, baik yang tersurat maupun yang tersirat.

Tansah nyuwun tambahing pangestu.

HULU – HILIR

Hulu – Hilir sesungguhnya adalah kemelekatan. Senantiasa terhubung oleh jaringan jaringan yang komplek dan detail. Juga personal personal yang bertanggung jawab merawat dan mengelola bangunan atau jaringan jaringan tersebut dengan baik. Sehingga kebutuhan kebutuhan hilir bisa sedemikian terpenuhi secara merata dan aman.

 

Realitas di lapangan tentunya akan sangat variatif. Berkurangnya debit atau kapasitas, dan ketidak merataan distribusi, adalah hal hal yang berkemungkinan terjadi. Penyebabnya juga sangat variatif dan bisa dilacak. Misal, kebocoran jaringan, kerusakan bangunan bangunan, kelalaian personil yang bertugas, dan lain lain. Bila sudah ketemu penyebabnya, lantas dilakukan normalisasi. Hingga normal kembali.

 

Narasi ini ditulis dengan membayangkan proses aliran air dari hulu hingga hilir. Tentunya sangat dipersilahkan untuk menggeser analogi tersebut pada kasus lainnya. Semisal kasus minyak goreng, dan kasus pangan lainnya. Monggo.

 

Leuit/Lumbung

Adalah hal yang kemudian kami lacak informasinya. Sebuah teknologi leluhur yang kini masih diterapkan oleh saudara saudara Badui, Cipta Gelar, dan beberapa daerah di Jawa Barat. Bangunan kecil yang sederhana namun terukur segala sesuatunya ini sangat diterapkan di masing masing keluarga. Teknologi yang mampu menyimpan pangan sampai rentang  waktu puluhan tahun bahkan hingga ratus tahun. Sebuah peradaban yang tekun memproduksi dengan cara menanam, jeli memanagemen dan canggih dalam menyimpan, tidak gairah menjual, namun juga tidak kelabakan membeli, apalagi mengantri, dan termanipulasi harga.

 

Keluwarga gugurgunung sedang dalam rangka membangun miniatur tersebut. Senyandaknya sesuai dengan kemampuannya. Dibersamai dengan dulur dulur sesuai dengan kompetensinya masing masing.

 

Beberapa yang sudah terintis antara lain :

– Produksi Beras Suegerr

Berupa depot penggilingan gabah, yang diimami oleh Mas Edi, yang menghasilkan beras, sekam, dan bekatul. Untuk dibeli oleh keluwarga gugurnunung sendiri sebagai kebutuhan pangan, ternak, dan kebun.

 

– Konsep teknologi pengering dan penyimpanan

Sebuah konsep gudang yang dilengkapi dengan mesin pengering. Ide ini dicetuskan oleh Pak Ibnu Asngadi yang juga merupakan Begawan Undhagi Maiyah.

 

-Tanam Padi

Sebuah kegiatan tani gugurgunung di lahan Mbodro Pakaryan, setelah sekian periode melaksanakan kegiatan menanam sayur dan buah, kini berlanjut menanam Padi. Diimami oleh Om Nardi.

 

Tanam Padi sendiri, disimpan sendiri, diproduksi sendiri, lalu dikonsumsi sendiri.

 

Beras – Teknolgi Pengering – Tanam Padi. Sebuah peristiwa alamiah yang kami alami, yang semoga dalam rangka diperjalankan menelusuri informasi dari Hilir sampai ke Hulu. Harapannya, kelak kian membentuk jaringan Hulu – Hilir yang lekat, yang Mulad.

 

Nyuwun tambahing pangestu. 🙏🏼

LUMBUNG – Lumebering Bungah

Secara tersirat, sebetulnya kami ingin berteriak lantang tentang sebuah kondisi. “Kembalikan Lumbung ku”.

Betapa tidak ?

Lumbung, yang ringkasnya adalah sebuah strategi penyimpanan yang didalamnya sangat menghitung dengan detail kuantitas pangan, kualitas pangan, ketahanan pangan, dan seterusnya. ketika berubah dimensi menjadi gudang gudang yang lebih besar, justru disfungsi menjadi penimbunan penimbunan, sistem kontrol yang amburadul. Bahkan pada titik tertentu acapkali terjadi kelangkaan, lalu import.

 

Ini memang sekedar teriakan Semut kepada Gajah. Maka langkah yang mencoba kami tekuni adalah terus bersilaturahim kepada semut lainnya. Dari silaturrahim itu kemudian didapatkan informasi informasi atau data data. Dari data dan informasi tersebut kemudian diolah untuk bisa menjadi…?, ya berani menjadi diri sendiri.

 

Ya Allah Ya Jami’ Ijma’na (Salah satu nomor wirid gugurgunung).

Alhamdulillah, pada awal tahun ini kegiatan tani gugurgunung akan bergandengan dengan rintisan kegiatan peternakan dan usaha pasca panen. Yang kemudian satu persatu dipersambung hubungkan dengan personal personal yang ahli dibidangnya masing masing, yang dengan bungah sumnyah mau mensuport kegiatan kegiatan keluwarga gugur gunung tersebut.

 

Adalah Mas Eko-Boja, suporting ide dan bahan pengolahan media tanam. Lalu Pak Ibnu – Tangerang, gagasan segar dan suporting mesin pengolahan hasil panen (Mesin Selep) . Kemudian Mas Didik – Simpul Maiyah Majlis Alternatif Jepara, pedagang beras yang siap memasok gabah dari dulur dulur tani Jepara dan lainnya. Serta rentetan peristiwa persambungan lainnya.

 

Kerumunan sudah terjalin, cluster kecil juga sudah nampak terbentuk. Sungguh betapa rentetan peristiwa yang menggembirakan. Yang kemudian peristiwa ini kami syukuri sebagai “LUMBUNG” – LUMebering BUNGah. Minimal untuk keluwarga gugurgunung, dan semoga kian Lumeber lebih luas lagi.

 

Nyuwun tambahing pangestu.