WIDYA DESA
– Murid Mencari Guru –

Ada momentum dimana seseorang akan ‘mengalami’. Maka dari yang ia alami tersebut jadilah pengalaman. Dari pengalaman itu terjadilah ilmu. Pada sekumpulan ilmu terjadilah pengetahuan. Pengetahuan baru semakin menjadi kelengkapan data untuk diterapkan. Penerapan pengetahuan menjadi pengalaman. Pengalaman menjadi ilmu. Terus seperti itu. Setiap penerapan ilmu menjadi data baru sehingga ia kembali menjadi pengetahuan secara lebih kaya dari sebelumnya. Kekayaan itu menjadi kekayaan pengetahuan.

 

Kekayaan pengetahuan dikumpulkan dari sekian ilmu dari sebanyak-banyak pihak yang bergotong-royong membangun pengetahuan. Setiap individu yang berpengetahuan akan merasa perlu menyumbangkan pengetahuannya yang berasal dari persentuhan diri pada pengalaman. Individu yang berpengetahuan merasa perlu memiliki pendamping atau mitra yang sama-sama berpengetahuan. Oleh sebab demikian orang yang memiliki pengetahuan membutuhkan oranglain yang sama-sama mengetahui untuk menegaskan bahwa dirinya tidak sendirian.

 

Jika kemudian individu ini menggumpal menjadi masyarakat, maka terciptalah masyarakat berpengetahuan dan terus belajar bersama dengan aplikasi dan kreatifitas agar ilmunya teraplikasi dan pengetahuannya semakin luas. Pengetahuan seperti penampang sedangkan ilmu seperti tiang pancang. Tanda-tanda masyarakat berilmu adalah sikap utamanya saling membantu, melengkapi, dan menambal kebocoran pada himpunan yang ia singgahi.

 

Jika, individu saja menghendaki mitra atau pendamping yang sama-sama berpengetahuan, maka demikian pula masyarakat yang berpengetahuan. Mereka akan mencoba melakukan perluasan dan membangun ikatan kepada masyarakat lain yang memiliki corak dominan memperhatikan dan merawat pengetahuan. Masyarakat yang lebih berpengetahuan akan mengajarkan kepada masyarakat lain.

 

  1. Masyarakat jasad akan membangun singgahan jasadiah
  2. Masyarakat ideologi akan membangun ruang idealis
  3. Masyarakat spirit akan membangun mutu/ bobot spiritualitas.

 

Masyarakat berpengetahuan juga memiliki kesadaran penangkaran atau pembenihan. Sepak terjangnya memiliki mental bawah sadar untuk mendukung sustainabilitas ilmu pengetahuan yang menjadi aset masyarakatnya agar tetap survive. Agar ilmu tidak punah disamping setiap bertambahnya masa diasumsikan sumberdaya makin kaya. Sehingga pembangunan tidak hanya sepotong dari tiga unsur manusia, melainkan membangun secara lebih utuh ranah-ranah kemanusiaan primer (jawad, jiwa, ruh). Maka bukan hanya berkutat pada kemegahan jasad, tak pula pada euforia ideologi, ataupun tingkah polah spirit yang simbolis.

 

Setiap terkumpulnya sebongkah ilmu pengetahuan dari masyarakat akan menghadirkan pengertian baru. Didapatlah kesabaran, kebijaksanaan, keadilan, demikian rumus pada setiap pemanunggalan.

Facebooktwittertumblr
Posted in Mukadimah.