SINAU TANJUNG WICAKSONO

Tangguh dan Bijaksana

Kita semua tentu pernah mengalami peristiwa duka dan suka dalam hidup ini. Setiap peristiwa tersebut hadir sebagai pelajaran berharga, agar kita bisa tumbuh, layaknya pohon besar yang kokoh. Namun, kebesaran sebuah pohon bukan hanya terletak pada bentuknya yang menjulang, melainkan pada manfaat yang diberikannya kepada sekitarnya. Sama halnya dengan peristiwa-peristiwa yang kita alami di dunia ini, yang sejatinya terjadi karena kehendak dari Dzat Yang Maha Besar dan Maha Tinggi, yaitu Allah SWT.

Begitu pula halnya dengan peran yang kita jalani dalam kehidupan. Tidak ada peran yang benar-benar besar atau kecil, apalagi jika penilaian tersebut hanya berdasarkan apa yang tampak di mata manusia. Derajat dan kebesaran peran seseorang bukanlah diukur dari seberapa memukau penampilannya di hadapan manusia, melainkan dari ridha Allah SWT. Peran tersebut akan semakin besar jika turut mendapat ridha dari sebanyak mungkin orang yang merasakan kebaikannya.

Karena itu, peran seorang tukang sapu tidak otomatis lebih kecil dari komisaris sebuah perusahaan. Peran seorang penerbang juga tidak serta merta lebih tinggi dari seorang penyelam. Dalam kehidupan, ada yang berusaha menciptakan ilusi bahwa satu peran lebih besar dan bermartabat daripada yang lain, seolah kita didorong untuk berlomba menjadi yang paling besar dan paling tinggi. Namun, di sinilah kita harus belajar mengenai ketajaman, keteguhan, dan kebijaksanaan dalam memaknai kehidupan.

Lihatlah pohon Tanjung. Meski pohon ini besar dan tinggi, ia bijaksana dalam memilih untuk tidak berbuah besar seperti tomat. Sebaliknya, buahnya kecil, namun pohon ini memberi keteduhan dan menaungi orang-orang di bawahnya. Ketika buahnya jatuh, ia tidak melukai mereka yang berlindung di bawah naungannya. Inilah kebijaksanaan yang harus kita pelajari: bahwa sebuah peran tidak perlu terlihat besar dan mencolok untuk membawa manfaat yang besar. Yang terpenting adalah bagaimana peran tersebut dijalani dengan penuh kebijaksanaan dan tanggung jawab, sebagaimana pohon besar yang akarnya menghujam dalam, memberikan manfaat bagi sekitarnya tanpa merugikan siapa pun.

Tema ini juga sekaligus didedikasikan oleh keluarga majlis gugurgunung untuk almarhum mas Gandhie Tanjung Wicaksono yang telah berpulang ke Rahmatullah.

TEKAD SEMI

Berkah Wulan Mulud

Tema “TEKAD SEMI” yang diusung oleh Majlis Gugurgunung bertepatan dengan bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW, menjadi simbol keindahan pembaruan dan kebangkitan. “Rabi‘” dalam bahasa Arab berarti “musim semi,” yang menandakan sebuah fase kehidupan baru setelah melewati masa-masa yang penuh tantangan.

 

Seperti musim semi yang menghidupkan kembali alam setelah masa dingin yang panjang, bulan ini menjadi pengingat penting bagi kita untuk selalu memperbarui tekad, harapan, dan semangat dalam menjalani hidup. Kelahiran Nabi SAW bukan hanya sebuah peristiwa sejarah, tetapi juga sebuah momen spiritual yang mendorong kita untuk terus menumbuhkan nilai-nilai kebajikan dan cinta dalam setiap aspek kehidupan.

 

Musim semi, dalam simbolisme berbagai budaya, kerap dilihat sebagai momen kelahiran kembali—masa ketika alam menunjukkan pertumbuhan, optimisme, dan kesuburan. Begitu juga dalam kehidupan manusia, momen ini mengajak kita untuk merenungi siklus kehidupan dan kebangkitan yang kita alami setiap hari. Dari matahari terbit hingga terbenam, setiap momen adalah kesempatan untuk memperbaharui diri, baik secara jasmani maupun rohani.

 

Dengan demikian, “TEKAD SEMI” adalah pengingat akan pentingnya pembaruan dalam kehidupan kita sehari-hari, di mana kita senantiasa menjaga keseimbangan antara bekerja, beribadah, dan menciptakan harmoni dengan sesama, sebagaimana tercantum dalam Surah Al-Muzzammil: Allah selalu memberi keringanan kepada hamba-Nya untuk menjalani kehidupan dengan tekad yang penuh, dalam keseimbangan antara dunia dan akhirat.

 

Tekad Semi adalah panggilan untuk kebangkitan, harapan, dan pembaruan dalam diri—menyongsong hidup dengan penuh syukur dan cinta.

FUN-TACY


Frasa “Fun-Tacy” memadukan “Fun” (kesenangan) dan “Ecstasy” (kegembiraan ekstrem), sebenarnya menyiratkan sebuah paradoks. Di satu sisi, kita semua menginginkan kesenangan dan kebahagiaan. Namun, ketika kita terlalu terlena dalam mengejar “Fun-Tacy” tanpa perhitungan, kita justru bisa terjebak dalam situasi yang tidak diinginkan.

 

DisOrientasi menuju DisFungsi

DisOrientasi kebahagiaan atau kegembiraan pada konteks Fun Ecstasy, secara ringkas bisa diartikan sebagai kebahagiaan para “pemabuk”, kebahagiaan yang ditempuh justru dengan menghilangkan kesadaran diri atau lalai, disfungsi inderawi, kebahagiaan yang puncaknya adalah menghilangkan aset utama manusia yaitu rasa kemanusiaan.

 

 

 

TAQWIM (تَقْوِيم)

Taqwim, salah satu keyword untuk menengarai Manusia. Sebutan langsung dari Allah sebagaimana yang tercantum dalam firman-Nya. Sering diartikan sebaik-baik ciptaan, sering hanya dipahami ciptaan yang sempurna. Namun Taqwim memerlukan  kualitas tumbuh, perjuangan bangkit, kemampuan berdiri, kegigihan bertahan, kesungguhan melanggengkan kebaikan.

 

Qum, Qiyam, Istiqomah, Mustaqim.

 

Detailnya kurang lebih demikian :

 

Taqwim – Hijriyah (Syuro) – Ahsanu Taqwim

“Taqwim” (تَقْوِيم( adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kalender” atau “penanggalan.” Kata ini digunakan untuk merujuk pada sistem yang digunakan untuk mengatur waktu dan menentukan tanggal-tanggal dalam setahun. Dalam konteks Islam, “Taqwim” sering merujuk pada kalender Hijriyah, yang didasarkan pada siklus bulan.

 

Berikut adalah beberapa poin penting mengenai arti dan penggunaan “Taqwim” :

 

Penanggalan

Taqwim mengacu pada sistem yang digunakan untuk menentukan dan mengatur tanggal, bulan, dan tahun. Ini adalah alat penting untuk berbagai kegiatan, baik dalam konteks keagamaan, sosial, maupun administrasi.

 

Kalender Hijriyah

Dalam konteks Islam, Taqwim sering kali merujuk pada kalender Hijriyah, yang merupakan kalender lunar dengan 12 bulan dalam setahun dan didasarkan pada fase bulan. Kalender ini dimulai pada tahun 622 Masehi, tahun hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah.

 

Fungsi Keagamaan

Kalender Hijriyah digunakan untuk menentukan waktu-waktu ibadah dan perayaan penting dalam Islam, seperti Ramadhan, Haji, Idul Fitri, dan Idul Adha, dan bulan bulan lainnya.  Taqwim menjadi acuan utama bagi umat Muslim untuk melaksanakan kewajiban dan tradisi keagamaan mereka.

 

Pengaturan Waktu

Taqwim juga berfungsi untuk mengatur berbagai aktivitas sehari-hari dan perencanaan masa depan. Dalam banyak budaya, kalender digunakan untuk mengatur acara sosial, musim tanam, dan aktivitas ekonomi.

 

Dengan demikian, Taqwim adalah alat penting dalam kehidupan umat Muslim dan banyak budaya lainnya, menyediakan kerangka waktu yang digunakan untuk berbagai tujuan keagamaan, sosial, dan administratif.

 

Ahsanu Taqwim (أَحْسَنُ تَقْوِيمٍ(

Ahsanu Taqwim adalah frase dalam bahasa Arab yang secara harfiah berarti “bentuk yang paling baik” atau “bentuk yang paling sempurna.” Frase ini berasal dari Surah At-Tin dalam Al-Qur’an, tepatnya ayat 4, yang berbunyi:

 

⁠”لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ”

 

Terjemahannya adalah: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

 

Berikut adalah makna dan konteks dari “Ahsanu Taqwim”:

 

Penciptaan Manusia

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah menciptakan manusia dalam bentuk dan keadaan yang terbaik, baik secara fisik maupun spiritual. Ini mengacu pada kesempurnaan wujud manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya.

 

Potensi Manusia

Frase ini menekankan potensi manusia untuk mencapai puncak kesempurnaan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk moral, etika, dan spiritual. Manusia memiliki kemampuan untuk tumbuh berkembang dan mencapai kualitas terbaik dalam diri mereka.

 

Tanggung Jawab Moral

Sebagai makhluk yang diciptakan dalam “bentuk yang paling baik,” manusia juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mengembangkan kualitas tersebut. Ini termasuk berbuat baik, menjauhi keburukan, dan menjalankan perintah Allah.

 

Kesempurnaan dan Kebaikan

“Ahsanu Taqwim” tidak hanya merujuk pada aspek fisik, tetapi juga mencakup dimensi non-fisik seperti akal, hati, dan roh. Kesempurnaan ini mencerminkan kebaikan yang melekat pada ciptaan manusia.

 

Pemahaman Teologis

Dalam konteks teologi Islam, ayat ini sering digunakan untuk menunjukkan keistimewaan manusia di antara ciptaan Allah yang lain. Ini juga menegaskan bahwa manusia memiliki kapasitas untuk mengenal dan menyembah Allah dengan cara yang lebih dalam dibandingkan makhluk lainnya.

 

Dengan demikian, “Ahsanu Taqwim” mencerminkan pandangan Islam tentang kesempurnaan dan potensi luar biasa manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, sekaligus menggarisbawahi tanggung jawab manusia untuk menjaga dan meningkatkan kualitas tersebut.

Nusantara Cantik

(Gemah Ripah dan Robbun Ghafur)

Nusantara Cantik. Mari kita menjelajahi Nusantara melalui ke Cantik an sebagai pintu masuknya.

 

Kecantikan yang komplek, setidaknya meliputi kecantikan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan, Sumberdaya yang lengkap, dan seterusnya.

 

Respon terhadap kecantikan Nusantara tersebut juga sangat bervariatif :

– Leluhur mewariskan konsep Indah “Memayu Hayuning Bawana”.

– Namun realitasnya sekarang, kian banyak terjadi peristiwa pemuasan nafsu atas kecantikan tersebut dalam bentuk “Rudapaksa”.

 

Pintu masuk selanjutnya adalah Paradise/Paradesa/Desa.

Desa masih sangat relevan atau masih berjarak lebih dekat dengan nuansa cantiknya Nusantara. Desa dengan sekian banyak “Mawa Caranya”, yang akan memberikan kontribusi yang besar menuju pada Negara Mawa Tata.

 

Bagaimanakah desa ideal Nusantara yang relevan dengan masa saat ini ?

 

Desa ideal Nusantara yang relevan dengan masa kini adalah konsep yang mencoba untuk mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan modern. Antara lain :

 

Kepemimpinan yang Berkualitas

 

Desa ideal membutuhkan pemimpin yang berkualitas di setiap tingkatan, dari yang paling kecil hingga cakupan yang lebih luas. Pemimpin harus memiliki visi dan tekad yang terintegrasi untuk membangun masyarakat yang terpimpin namun tetap menghargai kemerdekaan pilihan individu.

 

Inspirasi dari Tuhan

 

Arah dan tujuan transformasi desa harus setara dengan kondisi idealnya di sisi Tuhan. Peradaban Nusantara mengambil konsep-konsep tata kelola kehidupan dan membangun peradaban berdasarkan inspirasi-inspirasi dari Tuhan. Ini memerlukan kajian serius, independen, dan objektif terhadap karakteristik dan keunikan manusia Nusantara.

 

Tiga Pilar Utama Desa

 

1.Spiritual:

Desa dipimpin oleh seseorang yang mumpuni dalam bidang spiritualitas, menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.

 

2.Pemikiran/Jiwa/Ideologi/Pranatan:

Sistem sosial yang dibangun dengan landasan visi “Memayu hayuning bawana” (mempercantik dunia).

 

3.Sandang, Pangan, Papan: Kebutuhan dasar manusia harus terpenuhi dengan baik, mencakup pakaian, makanan, dan tempat tinggal.

 

Hal penting lainnya

Gotong Royong dan Kebersamaan:

Desa ideal memelihara tradisi gotong royong dan kebersamaan, di mana masyarakat saling membantu dan bekerja sama dalam berbagai kegiatan, seperti membangun infrastruktur dan menjaga lingkungan.

 

Pasar Tematik:

Desa ideal mengembangkan pasar tematik yang sesuai dengan potensi desa tersebut. Pasar ini mendekatkan produk dengan lokasi penghasilannya, di mana pembeli datang langsung ke desa untuk membeli produk lokal. Hal ini juga merancang laju produksi yang teratur dan sesuai dengan kalender lokal.

 

Masyarakat Berbasis Keluarga yang Harmonis:

Keluarga adalah unit dasar dalam desa ideal yang membangun mental, edukasi, kemandirian, dan etos kerja. Setiap keluarga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai martabat dan kebijaksanaan kepada anggota-anggotanya.

 

Pembangunan yang Berkelanjutan:

Desa dibangun dengan konsep pertautan antara langit dan bumi, menjaga keseimbangan antara perkembangan fisik dan spiritual. Pembangunan desa harus selalu memperhatikan aspek keberlanjutan dan tidak melepaskan diri dari urusan langit .

 

Dengan memperhatikan aspek-aspek di atas, desa ideal Nusantara tidak hanya subur dan kaya secara fisik tetapi juga dihuni oleh masyarakat yang harmonis, sejahtera, dan berbudi pekerti luhur. Desa ini menjadi tempat yang ideal untuk hidup, bekerja, dan berkembang bagi semua anggotanya.

 

Desa yang  Gemah Ripah & Robbun Ghafur.