DZIKIR

DZIKIR - 21 Juni2017DZIKIR

Makin hari makin manusia tetap akan memilih mekanisme yang Tuhan sudah tetapkan sebagai hukumNya. Jaman ke jaman mungkin asyik memperkaya dan memutakhirkan terus tekhnologi kebohongan, muslihat, tipu daya. Hingga seakan-akan puncak hukum yang diketahui secara umum adalah yang seperti itu. Kebudayaan jujur hanya terletak di pinggiran atau di etalase peradaban. Bahkan ada yang telah memuseumkannya akibat terlalu jauh meninggalkan kejujuran dan singgah di kamar ketidakjujuran yang dihidangkan kue-kue lezat sehingga lupa jalan pulang kembali pada kejujuran.

Namun, betatapun demikian hukum natural akan lebih tangguh menghadapi perguliran masa. Ketidakjujuran hanya akan berkarat dan rungkat. Sedangkan berbondong-bondong orang kemudian tumbuh dengan kebudayaan yang menjunjung kejujuran. Sekarang hal seperti ini tengah terjadi dan akan semakin subur. Fenomena kejujuran pada fenomena jual beli online misalnya adalah tawaran utama yang membuat pihak-pihak yang bertransaksi di dalamnya merasa aman, nyaman dan saling percaya, kemudian imbasnya akan saling memuji satu kepada yang lain sebab merasa puas dengan hasil transaksinya. Dan pula akan saling menegur mengingatkan pada hasil transaksi yang tidak sesuai.

Berapa banyak biaya yang kemudian dipangkas hanya dengan menjunjung kejujuran. Sangat banyak, hitung saja sendiri di saat senggang. Metode transaksional yang berusaha mengacu pada hukum natural yang manusiawi sesungguhnya telah dibidik sejak lama untuk menarik simpati khalayak. Ada yang sangat ramah, murah senyum, menegur pelanggan yang datang dengan greetings seperti mantra, ada yang menawarkan suasana yang homy. Yang paling banyak dengan metode promo, diskon, hadiah, surprise, door prize, karena pada dasarnya manusia secara umum menyukai hadiah dari kejadian yang tak terduga-duga. Ini apa kalau bukan naluri tunduk menjalankan hukum Tuhan yang sudah ditetapkanNya sejak semula. Namun, semua yang terjadi oleh tangan-tangan manusia itu bisa kamuflase, bisa lips service, bisa tipu daya, untuk mengecoh pelanggan yang memang sangat nyaman jika disambut dan dilayani dengan hukum Tuhan yang adil. Senyuman bisa dipalsukan, keramahan bisa disetting, diskon dan hadiah bisa dikalkulasi keuntungannya. Namun bagaimana memalsukan kejujuran? Berbeda dengan kejujuran, kejujuran bukan ungkapan, kejujuran adalah bukti. Seseorang akan langsung terbukti ketidakjujurannya ketika lancung meskipun predikat sebelumya sebagai sosok yang tak mungkin menipu. Orang terbukti jujur bukan pada seberapa besar dan banyak ia ngasih hadiah. Bukan pada seberapa ramah ia menyapa banyak orang dengan tutur yang santun. Bukan pada gesture dan wajahnya yang ndeso dan lugu, bukan semua itu. Tapi pada bukti, seseorang atau sesuatu akan terbukti bohong dan terbukti jujur pada bukti yang berkesesuaian atau tidak terhadap ucapan dan hal-hal yang ia tawarkan ataupun ia janjikan.

Maka betapa pentingnya ingat. Ingat pada hukum Tuhan yang ternyata memang selama ini terus bekerja dan berjalan dengan suci namun tersingkir oleh silau kemolekan nafsu yang saling menerkam dan berebut memperoleh terbaik dan jatah terbanyak. Cobalah mengingat ketika kamu bercermin sebagai aktifitas yang paling mungkin terjadi secara akumulatif sehingga ketika kamu bercermin menjadi ingat siapa yang membentukmu dengan akhsan. Jika kamu masih lebih terpukau pada kegantengan atau kecantikanmu saja sehingga engkau tak cukup berhasil mengingat siapa yang membentukmu maka cari metode lain. Cobalah mengingat ketika engkau minum, jika kamu tak sanggup mengingat karena kamu lebih mengingat kepentingan rasa hausmu cobalah cara lain. Ingatlah ketika makan, sehingga pada saat kamu makan kamu ingat siapa yang sesungguhnya menyuguhkan hidangan itu di depanmu. Jika kamu juga kesulitan untuk mengingat karena kamu terlanjur tertambat pada tuntutan mengenyangkan diri akibat rasa lapar dan ingatanmu dipenuhi suasana ingin menyantap segala hal di depanmu maka cobalah cari cara lain.

Cobalah ketika hendak tidur, cobalah ketika bangun. Ingatlah sebelum masuk kamar mandi. Ingatlah ketika terasa mau pipis, semua punya siklus yang bisa menjadi remindermu. Kalau itu semua masih menyusahkan, ingatlah ketika susah, ia punya masa putarnya sendiri pula. Ingatlah ketika sakit, ingatlah ketika sehat, ingatlah ketika hidup dan ingatlah akan ada kematian memungkasi hidupmu. Jangan mati dalam keadaan susah karena hidupnya susah. Ingatlah apa saja salah satu yang paling mudah yang menjadi rutinitasmu sebagai butiran dzikir (indikator mengingat), pilihan itu niscaya tetap menuntun pada perilaku yang makin ikhsan, mukhsin.

Agus Wibowo

MAWAS DIRI PADA GELAP TERANG

MAWAS DIRI PADA GELAP & TERANG - 20 Juni 2017MAWAS DIRI PADA GELAP TERANG

Ada panas ada dingin : panas mengembangkan, dingin membekukan. Ada terang ada gelap : terang menguakkan, gelap meyembunyikan, ada keras ada lunak : keras untuk menegaskan, lunak untuk kasih sayang. Ada laki-laki ada perempuan : laki-laki ibarat wajah (yang ternyatakan) bertemu keramaian dengan membawa kehormatan, perempuan ibarat aurat (yang tersimpan terhormat) dan terjaga pada ‘persembunyiannya’ yang sunyi. Semuanya seimbang dan mengandung resiko ketidakseimbangan jika mulai dibalik.

Wallahu a’lam

PETUAH GELAP-TERANG KEPADA RAGU
 
Tak perlu kau risau jika
‘Tinggi’ memandang rendah kemampuanmu
‘Besar’ memandang kecil keberadaanmu
‘Curam’ meremehkan daya jelajahmu
‘Dalam’ mentertawakan dangkalmu
‘Luas’ meminderkan sempitmu
Jika itu merisaukanmu
Itulah pikiranmu yang banyak tuduhan
Alih-alih
Kau merupa menjadi ‘Tinggi’
Untuk bisa merendahkan
Menjadi ‘besar’ untuk mengecilkan
Menjadi ‘curam’ untuk mencemooh takut
Menjadi ‘luas’ untuk dikagumi kesempitan
Itulah gelap!
Sebab
Segala upayamu itu kau wajahkan untuk merundukkan orang
 
Namun jika,
Segala prosesmu tersembunyi sebagai aurat
Tidak ada yang merasa tertindas pada
Keagungan dan keluhuran yang tak terjangkau kekerdilan
Karena, justru kau makin tak ditemukan
di ballroom keagungan
ataupun di pentas keluhuran
Itulah cahaya!
 
Sebab rundukkan dirimu sendiri demi menjunjung martabat pengabdian
Tak perlu kau ragu jika kau tak nampak dan tak dipandang
Sesungguhnya itu bayaran murah untuk
Mendapati dirimu disaksikanNya

————————————-

Agus Wibowo

MAWAS DIRI PADA MALAM

MAWAS DIRI PADA MALAM - 19 Juni 2017MAWAS DIRI PADA MALAM

Malam memberikan keterbatasan penglihatan namun, meluaskan pandangan. Menyebarkan cakrawala ilmu dan membentangkan langit-langit pengetahuan yang digelantungi bintang-bintang pemahaman dan dirembulani pancaran cahaya nasehat, wasiat, dan fatwa.

Pada waktu datangnya malam, bolehlah kita melewatkannya karena tertidur. Namun berarti sekaligus ketinggalan menyimak petuah malam yang disampaikan di waktu yang sengaja memilih kesunyian sebagai ruang. Maka jikapun tak bisa menyimak setiap hari, sempatkanlah menyimaknya sekali dalam seminggu, atau sebulan sekali, atau setahun sekali, atau paling tidak sekali dalam umur hidup. Mawas diri terhadap malam adalah juga melakukan evaluasi apakah sejak pagi bangun tidur hingga sekarang hendak kembali tidur, diri terawasi? Terpantau? sudah terjaga dengan baik? sudah melewati dengan baik ujian-ujian? Jikapun belum, maka evaluasi ini akan menjadi bekal perbaikan kita dalam menghadapi hari esok dengan peranti ilmu lebih matang.

Malam mengajarkan tentang sunyi, bercerita tanpa lelah tentang cahaya yang sangat ia selalu rindu, mengajarkan tentang tiada, mengenalkan tentang hakekat bersama dan kesendirian. Memperlihatkan makna kemenangan dan kekalahan yang tak pernah menjadi ide semesta kebersamaan kecuali oleh pihak yang masih perlu belajar pada jurang dan ruang.

 

PETUAH MALAM KEPADA DIRI
 
Setelah kau tak jumpai perempuan cantikmu itu
Setelah tak kau dengarkan kicau burung-burung
Setelah tak utuh lagi kau lihat warna-warna
Setelah kau langkahkan kaki
Setelah kau pergunakan telinga dan mata pada rupa dunia
Setelah kau libatkan hati untuk ikut berfatwa
Setelah kau belajar banyak pada sendunya terang
Setelah kau banyak belajar pada kelamnya benderang
Setelah kau mengalami sempit dan sesaknya ruang lapang
Kini duduk dan berbincanglah kepadaku
Akan aku kisahkan tentang tarian
Yang melenggang berselendang awang-awang
Dan melenggok dengan irama kendang Sang Maha Pawang

———————————

Agus Wibowo

 

MAWAS DIRI PADA PETANG

MAWAS DIRI PADA PETANG - 18 Juni 2017MAWAS DIRI PADA PETANG

Sore memungkasi diri dan peran pengawal waktu berikutnya diambil alih oleh petang. Petang diserap dari kata ‘peteng’ yang artinya gelap. Belum malam bukan lagi sore namun sudah gelap. Inilah awal waktu perpindahan dari siang menuju malam, dari terang menuju gelap. Kondisi perpindahan ini dianjurkan untuk berada di rumah, memagari hidup. Rumah disini tidak selalu bermakna harafiah sebab, dimana disitu ada fenomena perlindungan, kasih sayang, saling menjaga, saling membantu, saling mengingatkan dan wasiat mewasiati dalam kebaikan dan sabar, maka itulah rumah. Hunilah rumah yang seperti ini dan pagari dari invasi tradisi rumah yang lain, yang senang bersolek, berhias, dan memajang kekayaan, inilah tradisi rumah jahiliyah.

Perbedaan tradisi Jahiliyah dan bukan terletak pada niat dan tujuan akhir. Keduanya sama-sama saling melindungi, saling menyayangi pula, saling mengingatkan juga, namun bukan dalam hal kebaikan dan sabar melainkan dalam hal penguasaan dan membumbungnya pamor di mata manusia. Maka tradisi ini gemar sekali memperlihatkan kehebatan dan sangat berkepentingan membuat oranglain tersingkir, kalah, ataupun tersisih, karena memang tolak ukurnya dari nasib oranglain. Sangat wajar jika kemudian disebut sebagai kegelapan dan kebodohan.

Mawas diri kepada pada petang adalah mempertahankan tradisi keluarga rumah cahaya yang justru mulai makin menyeruak dan bekerja ketika malam mulai datang. Saat petang adalah saat mewaspadai diri, mempersiapkan diri agar tidak melewati malam dengan terhasut untuk menambahi kegelapannya.

PETUAH PETANG KEPADA HATI

Jikalah kau susah sekali menemukan cara

Untuk melihat hatimu

Maka temukanlah pada perempuan

Yang kau anggap layak dicintai

Dimana kau tak peduli jarak dan terjal mendaki

Kau mampu temukan keindahannya

Kepedulianmu hanya satu, tak rela membuatnya kecewa

Tak minat membuatnya terluka

Dan nikmat merasakan derita untuk memastikan ia bahagia

Begitulah hatimu mencintai

Namun ia sering bertengkar dengan syahwat dan logika

Untuk menghitung tinggi rendah dan imbal balik

Jika syahwat yang menang, perempuanmu kau nodai

Jika logika yang menang, cintamu menjadi transaksi

Jika hatimu yang menang, mungkin kamu sedikit menangis

Tapi semua yang kau sayangi tersenyum bahagia dan tentram bersemayam dalam keteduhan

Agus Wibowo

MAWAS DIRI PADA SORE

MAWAS DIRI PADA SORE - 17 Juni 2017MAWAS DIRI PADA SORE

Mereduplah hari yang benderang menuju keteduhan. Sikap sikap yang membumbung mulai mereda dan berubah menjadi sikap sikap penuh harap. Pada jam-jam ini banyak yang sudah lelah, ada yang mengalah, ada yang menyerah, ada yang berserah. Pada sore manusia diingatkan lagi kepada kesungguhan memahami makna keindahan. Yakni keindahan yang dibawa dengan ketenangan, keteduhan, kegembiraan berbagi. Lembah manah andhap asor. Sore membawa nasehat untuk meneduhkan diri.

__
PETUAH SORE KEPADA MATA

Jika kau kesulitan melihat indahnya hari,

Lihatlah perempuan yang kau anggap cantik.

Ia menampakkan kepadamu

membawa keindahan yang sempurna

Tak perlu bernyanyi namun

gerak-geriknya berirama

Tak harus penuh hiasan,

kehadirannya menghiasi

Juga tak perlu senjata,

keindahannya menundukkan

Sebab ia membawa keindahan yang sempurna,

maka Ia membagikan kepada matamu, kecantikannya

Namun ia juga menyuguhkan kepada hatimu, kekecewaan.

Ia membahagiakanmu dengan senyuman. Namun juga,

Senyuman itu yang paling melukaimu suatu ketika

Ia membawamu pada ketakjuban

dan dorongan rela berperang

Namun sekaligus ia juga menjebakmu

untuk terlena bahwa kau diam-diam

menjelma menjadi prajurit yang lupa

peperangan sesungguhnya

Agus Wibowo