MAWAS DIRI PADA GELAP TERANG

MAWAS DIRI PADA GELAP & TERANG - 20 Juni 2017MAWAS DIRI PADA GELAP TERANG

Ada panas ada dingin : panas mengembangkan, dingin membekukan. Ada terang ada gelap : terang menguakkan, gelap meyembunyikan, ada keras ada lunak : keras untuk menegaskan, lunak untuk kasih sayang. Ada laki-laki ada perempuan : laki-laki ibarat wajah (yang ternyatakan) bertemu keramaian dengan membawa kehormatan, perempuan ibarat aurat (yang tersimpan terhormat) dan terjaga pada ‘persembunyiannya’ yang sunyi. Semuanya seimbang dan mengandung resiko ketidakseimbangan jika mulai dibalik.

Wallahu a’lam

PETUAH GELAP-TERANG KEPADA RAGU
 
Tak perlu kau risau jika
‘Tinggi’ memandang rendah kemampuanmu
‘Besar’ memandang kecil keberadaanmu
‘Curam’ meremehkan daya jelajahmu
‘Dalam’ mentertawakan dangkalmu
‘Luas’ meminderkan sempitmu
Jika itu merisaukanmu
Itulah pikiranmu yang banyak tuduhan
Alih-alih
Kau merupa menjadi ‘Tinggi’
Untuk bisa merendahkan
Menjadi ‘besar’ untuk mengecilkan
Menjadi ‘curam’ untuk mencemooh takut
Menjadi ‘luas’ untuk dikagumi kesempitan
Itulah gelap!
Sebab
Segala upayamu itu kau wajahkan untuk merundukkan orang
 
Namun jika,
Segala prosesmu tersembunyi sebagai aurat
Tidak ada yang merasa tertindas pada
Keagungan dan keluhuran yang tak terjangkau kekerdilan
Karena, justru kau makin tak ditemukan
di ballroom keagungan
ataupun di pentas keluhuran
Itulah cahaya!
 
Sebab rundukkan dirimu sendiri demi menjunjung martabat pengabdian
Tak perlu kau ragu jika kau tak nampak dan tak dipandang
Sesungguhnya itu bayaran murah untuk
Mendapati dirimu disaksikanNya

————————————-

Agus Wibowo

MAWAS DIRI PADA MALAM

MAWAS DIRI PADA MALAM - 19 Juni 2017MAWAS DIRI PADA MALAM

Malam memberikan keterbatasan penglihatan namun, meluaskan pandangan. Menyebarkan cakrawala ilmu dan membentangkan langit-langit pengetahuan yang digelantungi bintang-bintang pemahaman dan dirembulani pancaran cahaya nasehat, wasiat, dan fatwa.

Pada waktu datangnya malam, bolehlah kita melewatkannya karena tertidur. Namun berarti sekaligus ketinggalan menyimak petuah malam yang disampaikan di waktu yang sengaja memilih kesunyian sebagai ruang. Maka jikapun tak bisa menyimak setiap hari, sempatkanlah menyimaknya sekali dalam seminggu, atau sebulan sekali, atau setahun sekali, atau paling tidak sekali dalam umur hidup. Mawas diri terhadap malam adalah juga melakukan evaluasi apakah sejak pagi bangun tidur hingga sekarang hendak kembali tidur, diri terawasi? Terpantau? sudah terjaga dengan baik? sudah melewati dengan baik ujian-ujian? Jikapun belum, maka evaluasi ini akan menjadi bekal perbaikan kita dalam menghadapi hari esok dengan peranti ilmu lebih matang.

Malam mengajarkan tentang sunyi, bercerita tanpa lelah tentang cahaya yang sangat ia selalu rindu, mengajarkan tentang tiada, mengenalkan tentang hakekat bersama dan kesendirian. Memperlihatkan makna kemenangan dan kekalahan yang tak pernah menjadi ide semesta kebersamaan kecuali oleh pihak yang masih perlu belajar pada jurang dan ruang.

 

PETUAH MALAM KEPADA DIRI
 
Setelah kau tak jumpai perempuan cantikmu itu
Setelah tak kau dengarkan kicau burung-burung
Setelah tak utuh lagi kau lihat warna-warna
Setelah kau langkahkan kaki
Setelah kau pergunakan telinga dan mata pada rupa dunia
Setelah kau libatkan hati untuk ikut berfatwa
Setelah kau belajar banyak pada sendunya terang
Setelah kau banyak belajar pada kelamnya benderang
Setelah kau mengalami sempit dan sesaknya ruang lapang
Kini duduk dan berbincanglah kepadaku
Akan aku kisahkan tentang tarian
Yang melenggang berselendang awang-awang
Dan melenggok dengan irama kendang Sang Maha Pawang

———————————

Agus Wibowo

 

MAWAS DIRI PADA PETANG

MAWAS DIRI PADA PETANG - 18 Juni 2017MAWAS DIRI PADA PETANG

Sore memungkasi diri dan peran pengawal waktu berikutnya diambil alih oleh petang. Petang diserap dari kata ‘peteng’ yang artinya gelap. Belum malam bukan lagi sore namun sudah gelap. Inilah awal waktu perpindahan dari siang menuju malam, dari terang menuju gelap. Kondisi perpindahan ini dianjurkan untuk berada di rumah, memagari hidup. Rumah disini tidak selalu bermakna harafiah sebab, dimana disitu ada fenomena perlindungan, kasih sayang, saling menjaga, saling membantu, saling mengingatkan dan wasiat mewasiati dalam kebaikan dan sabar, maka itulah rumah. Hunilah rumah yang seperti ini dan pagari dari invasi tradisi rumah yang lain, yang senang bersolek, berhias, dan memajang kekayaan, inilah tradisi rumah jahiliyah.

Perbedaan tradisi Jahiliyah dan bukan terletak pada niat dan tujuan akhir. Keduanya sama-sama saling melindungi, saling menyayangi pula, saling mengingatkan juga, namun bukan dalam hal kebaikan dan sabar melainkan dalam hal penguasaan dan membumbungnya pamor di mata manusia. Maka tradisi ini gemar sekali memperlihatkan kehebatan dan sangat berkepentingan membuat oranglain tersingkir, kalah, ataupun tersisih, karena memang tolak ukurnya dari nasib oranglain. Sangat wajar jika kemudian disebut sebagai kegelapan dan kebodohan.

Mawas diri kepada pada petang adalah mempertahankan tradisi keluarga rumah cahaya yang justru mulai makin menyeruak dan bekerja ketika malam mulai datang. Saat petang adalah saat mewaspadai diri, mempersiapkan diri agar tidak melewati malam dengan terhasut untuk menambahi kegelapannya.

PETUAH PETANG KEPADA HATI

Jikalah kau susah sekali menemukan cara

Untuk melihat hatimu

Maka temukanlah pada perempuan

Yang kau anggap layak dicintai

Dimana kau tak peduli jarak dan terjal mendaki

Kau mampu temukan keindahannya

Kepedulianmu hanya satu, tak rela membuatnya kecewa

Tak minat membuatnya terluka

Dan nikmat merasakan derita untuk memastikan ia bahagia

Begitulah hatimu mencintai

Namun ia sering bertengkar dengan syahwat dan logika

Untuk menghitung tinggi rendah dan imbal balik

Jika syahwat yang menang, perempuanmu kau nodai

Jika logika yang menang, cintamu menjadi transaksi

Jika hatimu yang menang, mungkin kamu sedikit menangis

Tapi semua yang kau sayangi tersenyum bahagia dan tentram bersemayam dalam keteduhan

Agus Wibowo

MAWAS DIRI PADA SORE

MAWAS DIRI PADA SORE - 17 Juni 2017MAWAS DIRI PADA SORE

Mereduplah hari yang benderang menuju keteduhan. Sikap sikap yang membumbung mulai mereda dan berubah menjadi sikap sikap penuh harap. Pada jam-jam ini banyak yang sudah lelah, ada yang mengalah, ada yang menyerah, ada yang berserah. Pada sore manusia diingatkan lagi kepada kesungguhan memahami makna keindahan. Yakni keindahan yang dibawa dengan ketenangan, keteduhan, kegembiraan berbagi. Lembah manah andhap asor. Sore membawa nasehat untuk meneduhkan diri.

__
PETUAH SORE KEPADA MATA

Jika kau kesulitan melihat indahnya hari,

Lihatlah perempuan yang kau anggap cantik.

Ia menampakkan kepadamu

membawa keindahan yang sempurna

Tak perlu bernyanyi namun

gerak-geriknya berirama

Tak harus penuh hiasan,

kehadirannya menghiasi

Juga tak perlu senjata,

keindahannya menundukkan

Sebab ia membawa keindahan yang sempurna,

maka Ia membagikan kepada matamu, kecantikannya

Namun ia juga menyuguhkan kepada hatimu, kekecewaan.

Ia membahagiakanmu dengan senyuman. Namun juga,

Senyuman itu yang paling melukaimu suatu ketika

Ia membawamu pada ketakjuban

dan dorongan rela berperang

Namun sekaligus ia juga menjebakmu

untuk terlena bahwa kau diam-diam

menjelma menjadi prajurit yang lupa

peperangan sesungguhnya

Agus Wibowo

 

MAWAS DIRI PADA SIANG

MAWAS DIRI PADA SIANG - 16 Juni 2017

MAWAS DIRI PADA SIANG

Ketika benderang mengungkap aneka benda dan munculah selaksa warna, sianglah menjadi petugas utamanya. Siang menganjurkan pandangan luas dan penuh keanekaan. Seiring dengan banyak yang terungkap semakin banyak pula pihak (yang terbiasa menggelapkan) merasa dirugikan.
Pergesekan kutub gelap dan terang pun terhampar sebagai tema utama. Pergesekan yang menimbulkan panas, membuat orang menjadi beringas, buas, mangas. Manusia mewarnai hari penuh warna dengan kegelapan demi kegelapan pula.
Setiap diungkap satu benda dengan cahaya agar terlihat warna, letak, dan bentuknya, agar jika ia berbahaya bisa disingkirkan dan jika ia bermanfaat bisa dinikmati bersama. Namun seiring itu pula selalu ada yang mencoba mengaburkannya karena ia hidup dan mengambil keuntungan dengan pengaburan benda-benda agar banyak sangka bahwa benda merupakan hakekat utama. Semakin terungkap keburukan semakin justru ingin menutupnya dengan kepalsuan berlapis-lapis. Ia perlu pengaburan itu agar gelap tetap disangka cahaya dan benda tetap disangka karib utama kehidupan baka. Siang mengajarkan keluhuran budi pekerti. Melihat segala hamparan dari atas dan pandai memetakan diri.

                  PETUAH SIANG UNTUK KEPALA

                  Kau mungkin tengah menyangka menjadi Kesatria

                  kau ingin tunjukkan pada seluruh dunia bahwa kau Pangeran Berkuda.

                  Kepalamu menyangka, kaulah

                  Yang berhak dicinta dan dipuja oleh deretan putri raja

                  Namun kau lupa!

                  Kuda yang kau tunggangi juga punya kepala

                  Sama seperti punyamu, namun

                   ia melayanimu membangun kegagahan

                  Sedang kaupun percaya bahwa kau gagah perkasa

                  Adalah hanya ringkik yang senantiasa tak bisa bersembunyi

                  Ia mentertawakan keringkihanmu

 

Agus Wibowo