ANDUM SYUKUR

Kemelekatan saya dengan Majlis Maiyah Gugur Gunung mewarnai dan memberikan arti bahwa saya tidak bisa lepas jarak darinya. Segenap kemesraan, kegembiraan, ilmu, keberkahan, dan keindahan mengisi warna-warna yang telah kita sebut sebagai kebersamaan. Nisbat kebersamaan mengandung pengertian perbedaan-perbedaan menyatu dan menyatukan dalam rangka guyub, urun rembug, urun gawe, andum gunem, andum tresna, dan tentunya sedekah kehadiran dan kemesraan.

 

Perhatian saya kepada Gugur Gunung terletak terutama pada bagaimana ia mengupayakan sinau diri sebagai langgam di tiap pertemuan bulanannya. Sehingga pada akhirnya saya menyebut pasinaon itu sebagai pasinaon hadlroh dan hadloroh, yakni sinau bagaimana diri ini selalu hadir, menghadirkan, menciptakan kehadiran, dan penghadiran demi melahirkan sebuah peradaban yang rahmany (berkerahmatan).

 

Ciri khas yang mencerminkan terciptanya peradaban yang rahmany adalah eksistensi diri yang disertai kehadiran diri. Jika kita mengenal pepatah barat “aku berpikir maka aku ada”, cukup kiranya saya menatah pepatah “aku hadir maka aku ada”. Dari hadlroh rahmaniyyah menuju hadloroh rahmaniyyah.

 

Hadir itu perwujudan dan pengupayaan syukur. Penyempurnaan laku terhadap realitas apapun membutuhkan mekanisme dan penyelesaian yang bertahap, berjenjang, dan terukur. Syukur itu mengupayakan diri untuk menjadi pribadi yang sempurna. Ada dua kosakata bahasa Alquran untuk menyebut kata sempurna, yaitu kamal dan tamam. 

 

Dua kata itu sama-sama memiliki arti sempurna dalam bahasa Indonesia, tetapi sesungguhnya berbeda arti dan maksud. Seorang juru masak berurusan penyelesaiannya di dapur. Suatu ketika di rumah ada manaqiban atau semacam hajatan. Hari itu yang disajikan dan dihidangkan adalah ayam ingkung dan sejumlah menu pendampingnya. Maka di dapur si juru masak benar-benar menyelesaikan racikan bahan-bahannya sehingga menjadi sebuah hidangan.

 

Ketahuilah bahwa ada tahapan-tahapan penyelesaian bentuk hidangan. Setiap tahapan dibutuhkan genapan-genapan penyempurnaan. Satu tahapan selesai dan sempurna itu dinamakan kamal. Si juru masak melakukan kamal pertama, misalnya, menyembelih ayam jago, kemudian membubutinya, sampai pada tahapan pembumbuan, peracikan, pemasakan, dan penghidangan. Tahapan-tahapan itulah satu persatu diselesaikan dan disempurnakan oleh juru masak. Tahapan terakhir adalah penyajian hidangan. Setelah dilakukan semua sampai ke tahap penyajiannya dan hidangan tercukupi semua sehingga acara hajatan itu terselenggara lancar dan selesai, maka itulah sempurna dalam bahasa tamam.

 

Pengelolaan diri yang bermula dan berangkat dari kesadaran atas jatidiri menuntun segala sesuatu bertuah pada kedewasaan. Dewasa mengarah ke dimensi puncak kesadaran diri yang telah dianugerahi oleh Allah dan menempatkan diri pada tingkat, maqom, hierarki, harkat, martabat, dan derajat manusia sempurna atau disebut insan kamil.

 

Penciptaan manusia yang meliputi unsur tanah, air, udara, dan api semestinya memberikan peluang untuk beranjak mendewasakan diri dengan memasang kesadaran utuh. Tanah, air, udara, dan api menyatukan, membentuk satu kesatuan, pancer, dan terpusat. Dengan kata lain, kita menyebutnya sedulur papat lima pancer. Entah kenapa untungnya kita dikhazanahi leluhur kita dengan istilah dan terapan itu. Persisnya segala sesuatu ghalibnya terdiri dari empat dan empat itu dipusatkan, disatukan, di-empanpapan-kan.

 

Ada empat jenis arah mata angin: timur, selatan, barat, dan utara dipusatkan, disambungkan, dan dikoordinatkan ke titik pusat di tengah. Ada lima jenis jari: jempol, telunjuk (penuduh), tengah, manis, dan kelingking (jenthik). Jempol bertugas mengkoordinatkan empat jari. Jempol memancerkan telunjuk; tengah; manis; jenthik. Bayangkan jika yang dipakai pancer adalah jari jenthik, pasti terkesan seperti kithing, disharmoni. Dan, masih banyak amtsal lain yang statutanya bermuatan sedulur papat lima pancer.

 

Oleh karena itu, dalam posisi itulah kita berusaha memantapkan jatidiri dan selalu hadir, menghadiri, dan menghadirkan diri di tengah-tengah makhluk-makhluk Allah lain sebagai pengkoordinat, koordinator, pemancer, pemusat, penengah, titik pusat semesta, dan pengelola semesta.

 

Gerak dan putaran jagat raya ini semuanya berpusat pada gerak manusia. Jika manusia hadir, bergerak, dan menjadi sistem pusat kelola yang baik, maka alam pun terkelola dengan baik. Sebaliknya, jika manusia buruk, maka alam pun ikut buruk. Semesta baik atau tidak tergantung ulah dan tindakan manusia. Manusia adalah pusat dan pancer pergerakan semesta dan ia bertempat di bumi. Maka, bumi pun mengikutsertai pusatnya.

 

Sabda Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam: “Sungguh aku telah dibangkitkan untuk menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan akhlaq”, yang berarti bahwa ada dua kesadaran di dalamnya, yaitu kesadaran penciptaan dan kesadaran laku. Semoga Majlis Maiyah Gugur Gunung selalu dilimpahi keberkahan oleh Allah atas laku yang sudah diistiqomahi sewindu berjalan ini.[]

 

Mohammad Aniq KHB

Keluarga Maiyah, dosen di UPGRIS, anggota keluarga Majlis Gugurgunung, Penggiat di Simpul Maiyah Gambang Syafaat. Khuwaidim Pondok Pesantren Rumah Kegiatan Singosari Sembilan (RKSS) Semarang.

SEWINDU GUGUR GUNUNG

Windu memang erat kaitannya dengan putaran waktu. Namun Sewindu yang melekat pada sebuah perjalanan tidak serta merta secara sederhn bisa kita maknai sebagai berapa lama perjalanan itu di tempuh. Gugur Gunung telah melalui perjalanan itu dengan melewati begitu banyak rangkaian peristiwa demi peristiwa. Ibarat dalam khasanah thariqah Gugur Gunung telah melakukan “Suluk” seperti halnya para salikin yang telah memilih jalan untuk memulai sebuah perjalanan panjang.

 

Dengan penuh kesadaran sudah mempersiapkan segala perbekalan, Jasadiah, batiniah bahkan mungkin ruhiah dengan segala konskwensinya. Singkat atau lamanya rentang waktupun tidak berbanding lurus begitu saja dengan butiran – butiran makna yang didapatkan. Bahkan titik – titik pemberhentian yang ada dalam rute perjalanan, menyimpan beraneka makna. Ada kalanya perjalanan tidak begitu lama namun berlimpah makna, Pun demikian juga ada kalanya perjalanan sudah sangat lama namun hampa akan makna. Ada empat titik dalam perjalanan. Titik diam, disinilah awal niat di letakkan. Titik berangkat, disinilah awal kaki melangkah dengan segala perbekalan. Titik jalan, disinilah irama laku dengan segala dinamika peristiwa. Titik henti, disinilah akhir dari sebuah perjalanan degan segala maknanya.

 

Gugur Gunung dengan segala apa adanya, penuh kesadaran, keistiqamahan yang waktu demi waktu berjibaku dengan asa dan rasa senntiasa terus menjaga irama perjalanan, Tentu bukan sesuatu yang sederhana. Peristiwa demi peristiwa mendewasakan “diri sejati”, menyemai bibit – bibit qanaah dan tawakaltu alallah yang terus tumbuh kuat mengakar melampaui ruang waktu. Eling lan waspada senantiasa menjadi pemandu dalam menempuh perjalanan. Waktu terus berjalan, maka teruslah berjalan.

 

 

 

02 Des 2022

Iwan SEMAK

Keluarga Maiyah, Penggiat Maiyah SEMAK TADABBURAN Kudus.

GUGURGUNUNG
Cangkruk Budidoyo Maiyah Ungaran

Singkat cerita, saya mulai ikut maiyahan Gugurgunung juga tepat pas Tancep Kayon bulan Desember tahun 2015 dengan tema ” Sandal Peradaban ” waktu itu di ajak oleh Arif dan kebetulan diminta tolong untuk membuat desain posternya sebelumnya.

 

Singkat juga yang akan saya sampaikan disini, karena terlalu banyak memori keindahan dan kebaikan yang tidak akan cukup kalau dituliskan disini. Sewindu artinya 8 yang mana angka 8 itu bagi saya angka yang tidak ada putusnya, nyambung terus dan itu juga harapan saya supaya kekeluargaan, silaturahmi, dan berbuat baik selalu terjalin tanpa ada putusnya.

 

Jarak tempuh untuk sinau bareng PP dari rumah saya ke karangjati adalah sekitar 60.000 meter dan 2 jam an perjalanan tetapi semua itu bukan alasan karena Gugurgunung adalah rumah/tempat dimana saya menemukan keluarga, ilmu kebaikan, pengalaman berharga, pelajaran penting dan yang pasti semua itu telah digariskan oleh Allah SWT.

 

( Ngapunten, biasane sagete mung mbatin, mboten saget mengungkapkan bahkan menulis. Tulisan tadi juga mampu terungkap dan tertulis pas di Karangjati 🙏🏻😄 )

 

Koko Nugroho, Janma Pangniarik. Janma Mitro. Janma Tani. Janma Undhagi. Anggota keluarga gugurgunung,

AKAR GALIH

Pertemuan saya dengan keluarga ini dimulai dari ajakan Alm. Pak Imam yang mengajak saya dan Pak Tri untuk berangkat ke Mocopat Syafaat bareng-bareng dengan dulur-dulur penggiat Gambang Syafaat. Diperjalanan itulah pertama kali saya berkenalan dengan Mas Roni, Amri, Jhoni, Wahid, Ibnu, dan lain-lain.

 

Diperjalanan menuju Mocopat syafaat ini kami mengobrol banyak hal. Salah satunya Wahid dan Amri yang bercerita kepada saya bahwa setiap malam minggu terakhir mereka melingkar di Ungaran.

 

Diperjumpaan kedua dengan Mas Amri, di warung wedang jahe geprek, sambil “nyrutup” wedang jahe Mas Amri kembali menceritakan tentang Majlis Gugurgunung, dan mengajak saya jika mau besok malam minggu di “ampiri” kerumah untuk berangkat bersama-sama.

 

Malam minggu itu tiba, Mas Amri dan Mas Ibnu “ngampiri” kerumah untuk bersama-sama melingkar sinau bareng ke ungaran. Sebatang rokok kami nyalakan dulu sebelum berangkat.

 

Sekitar 1 jam perjalanan kami tempuh. Sampailah kami di Taman bermain Qomaru Fuadi. Tempat yang baru bagi saya pribadi. Dari halaman tampak sepi. Amri dan Ibnu nampak santai, tapi saya clingak clinguk mencari dimana siau barengnya?

 

Tidak lama keluar seorang laki-laki yang nampak ramah. Amri dan Ibnu pun langsung menjabat tangan beliau, saya pun turut menjabatnya. Laki-laki itu tak lain dan tak bukan adalah Mas Agus Wibowo. Salah satu yang kami tuakan di keluarga ini. Beliau mempersilahkan kami masuk. Dan kami pun masuk. Dan benar saja di dalam sudah ada beberapa orang. Ada Mas Padmo, Pak Arifin, dan kami. Hehehe

 

Sinau bareng malam itu terkesan spesial, karena jamaah yang hadir kurang dari 10 orang. Rasanya seperti dirumah sendiri. Dekat, aman, nyaman, dan tenteram. Sekilas saya berkenalan, dan sinau bareng langsung dimulai dengan tawasulan dan pembacaan mukadimah, kemudian dilanjutkan diskusi.

 

Tak terasa keluarga ini sudah memasuki usia 1 windu (8 tahun). Harusnya banyak sekali pula yang saya tuliskan dalam tulisan ini. Tapi ternyata saya belum cukup mampu untuk itu. Yang pasti di sini saya banyak belajar bagaimana berpuasa dan bersodaqoh, yang ternyata 2 ayat tersebut penerapannya amat sangat luas untuk menjalani kehidupan ini.

 

”Lak yo wes podo anteng nang guo to? Podo tetep anteng nang guo-guo yo?”. Kurang lebih demikian pesan Mbah Nun kepada kami ketika kami salim kepada beliau dibelakang panggung Gambang Syafaat edisi bulan Mei 2017.

Nyuwun pangapunten, maturnuwun 🙏🙏

 

Arip Wibowo, Janma Undhagi Mayaloka Kawimudho. Anggota keluarga gugurgunung,

SEWINDU MAJLIS GUGURGUNUNG

Nderek nyumbang tulisan mas.

 

Delapan tahun atau sewindu perjalanan Majlis Gugurgunung. Tuhan memperjalankan saya merapat melingkar di Majlis Gugurgunung baru kisaran di tahun kedua.

 

Begadang, ngopi memang sudah menjadi kebiasaan lama sebelum mengenal Majlis Gugurgunung. Namun terasa ada yang berbeda ketika pertama kali ngopi dan membahas tentang maiyah di majlisan ini. Masih teringat ketika pertama kali merapat di teras rumah Mas Agus bersama rombongan Bangetayu. Sudah nampak beberapa orang duduk melingkar disana yang baru saya kenal. Ungaran yang notabene daerah dingin jadi terasa hangat, karena melihat guyub pasedulurannya, serta mendengar isi dari obrolan-obrolannya.

 

“Apa itu Maiyah?” Menjadi pertanyaan yang pertama keluar dari mulutku karena memang belum pernah sama sekali mendengarnya. Penjelasan yang singkat dari Mas Agus sudah cukup memberikan gambaran bagi saya pribadi.
Pertanyaan kedua pun masih teringat dengan jelas di kepala, “Di dalam kehidupan ini, bagaimana langkah kita dalam menentukan seorang guru?” Mas Agus kurang lebih menyampaikan seperti ini, bahwa jika berguru dengan manusia yang paling baik kepada siapa? Tentu guru terbaik adalah Nabi Besar junjungan kita Muhammad Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam. Tapi jika secara jasadiah tentu kita sudah tidak mampu menjangkau beliau, lalu apa yang harus kita lakukan?  Seorang guru yang bisa dikatakan baik,  ialah orang yang kita anggap memiliki kandungan nur muhammad yang paling besar.

 

Saya yang bisa dikatakan sangat sedikit memiliki bekal ilmu agama karena memang bukan anak pesantren juga jarang mengikuti pengajian-pengajian kecuali mendengar dari TV saja menjadi cukup impresif. Berarti berguru bisa kepada siapa dan apa saja di alam semesta ini yang semuanya memang merupakan pancaran dari nur muhammad. Karena jika sedikit mengutip dari hadist qudsi, Jika bukan karena engkau (wahai muhammad) Tidaklah diciptakan semua alam semesta ini.

 

Di Maiyah, masih melalui Mas Agus juga dikenalkan tentang konsep tadabbur. Sebuah konsep yang menurut saya sangat luar biasa untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan. Alqur’an diperkenalkan sebagai sebuah literasi, referensi, dan solusi.
Kebiasaan dulu yang ngopi hanya untuk dolan, guyon, hahahihi tanpa membawa “sesuatu” untuk dibawa pulang kini mulai beralih semenjak mengenal Majlis Gugurgunung. Meskipun beberapa tahun belakangan sangat jarang untuk melingkar namun ilmu, pembelajaran dan pengalaman yang diperoleh senantiasa dibawa menjadi bekal dalam menjalani kehidupan.
WINDU, jika menurut mas Agus ialah Kakawin dan Reridu, maka menurut saya ialah Wismo INdah yang selalu dirinDu.

 

Terima kasih tuhan telah memperjalankan ku untuk melingkar di Majlis Gugurgunung, dengan orang-orang baik di dalamnya yang senantiasa bersama-sama berproses, tumbuh dan mencoba untuk memberikan kemanfaatan entah untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat dan jangkauan lain yang lebih luas.

 

Semarang, 04 Desember 2022

Dhika, Janma Panyarik, Janma Ujam dhudukan majlis gugurgunung