BEBUNGAH

Derek ijin urun geh,

Mengutarakan seklumit kata” ttg perjalanan derek MGG,…

 

Dan di awali,..

Alhamdulillah estu , matur suwun sanget karna bisa di ijinkan gabung di Mgg yang dimana merupakan salah satu simpul” dari beberapa simpul yang lain yang ada di Nusantara,.. nggak besar emang jk di bandingkan dg yang lain, pertemuan hanya beberapa, tp bkn nikune,..  lingkup kecil tp umur di bandingkan yang lain lebih tua,… Dan tentunya di majelis dan simpul yang lain akan ngajeni rasa seperti itu,..

 

Dan maaf jk seringnya blm bs ndherek setiap ada pertemuan ada kegiatan di mgg , hanya bisa bermuwwajahah lewat group,🙏 estu tidak mengurangi rasa hormat dan cinta tentunya terhadap dulur” sedanten….

 

‘’ kulo kiambak trs terang awal ikut dalam sebuah pencarian, setelah awale mengenal mbah Nun lewat youtube” penasaran akhire mencari dapat di GS.. 2/3 ikut dan pas ada mbah Nun mbah Tejo , yang materi yang tak garis bawahi wekdal niku.

 

“Awakmu iku di kei opo karo gusti Allah, isomu opo lakonono,..sampai kwe di golek i wong liyane… Istilahe berdaulat kalau dak salah.

 

Dan awal ikut mgg pencarian dari fb” ug terdekat dimana, akhire ketemu di MGG ini,.. lewat admin dulu di arahkan dan pas ada pertemuan di belakang warungnya mas Agus.. pas kalih dulur” Jepara.. dan lanjut ikut lagi di pertemuan tutup tahun ‘Tancep Kayon’ di balai pertemuan Klepu.

 

Dan kenang-kenangan sampai sekarang yang masih,.. dari mas Kasno. Bunga Wijaya kusuma . Yang selalu menemani ketika melek gebyare wingi .  Yang mana bentar lagi akan mekar menampakan kecantikane🙏

 

Dan untuk majelis gugur gunung sendiri..

Kulo ngibaratken  dari..

Gugur > jatuh, berjatuhan gunung, > sesuatu yang besar, tinggi yang gak bisa di entengkan ….

Dari ungkap tsb,.. berjatuhan dan ketinggian..

 

Jadi teringat kata”ne sinsei Guy guy gurunya rock lee,..😁..

“Untuk melindungi sesuatu yang cukup berharga di hidupmu.!! Terkadang pengorbanan di butuhkan…

“Karna daun” yang berguguran dan berjatuhan dari pohon, mereka tidak jatuh tanpa suatu alasan dan tujuan,.. mereka akan menjadi nutrisi dan vitamin untuk daun yang segar” berikute .

 

Jadi kagem MGG,.. namung saget ndherek dungakaken mugi” tansah kompak, dasar cinta dalam setiap langkah,..

Perbedaan harus, karna semua cmn nama,.. dan indukan tetep kelapa.”..

 

Ngapuntene dan ngapurane jk kata” ne belepotan,… Karna tak pandai nulis dan merangkai kata”…

Seklumit memanfaatke waktu di sela nglirer melek sak wuse aktivitas teng kandang🙏

“PiON’02 sy siap di dawuhi kalih dukani pokok e.. sangoni geh purun.  He hee

🤝🤝🤝☕🙏

 

Santosa, Janma Tani mantri ingon, juru boga, juru mitra. anggota keluarga gugurgunung

GUGUR GUNUNG DAN GUNUNGAN WAYANG

Sebenarnya sulit bagi saya untuk menuliskan tentang majelis gugur gunung, karena terlalu luas dan mendalam keilmuan dan laku keilmuan nya. Dan apalagi saya sejak tahun akhir tahun 2015an hingga sekarang saya,  tidak jangkep/intens  berkumpul mengikuti acara majelisan gugur gunung, namun kerinduan itu menghantarkan nginguk-inguk tulisan atau sekadar gambar khasanah khas majelis gugur gunung.

 

Setidaknya perkenankan saya lewat tulisan ini menulis tentang majelis gugur gunung., nuwun sewu.

 

Gugur gunung itu unik, berisi orang orang yang pandai dalam bidangnya masing-masing, mereka punya wilayahnya masing-masing sehingga terumuskan 5 teori bermasyarakat maiyah gugur gunung; tidak merasa paling benar, merasa diri dalam kegelapan, menabung kerelaan, saling mencahayai, dan yang satu lupa, hehehe…..  karena menyadari adanya perbedaan maka tergali lah kesadaran titah manusia setidaknya ada 8 golongan manusia, yaitu janma/padepokan tani, prajurit, ujam dhudhukan, baruna, panyarikan, mitro, dan  pandita/kawi. Atau mungkin dalam jagat alitnya  disebut (cupu manik asto gino; dewaruci) yaitu kori muladhara, kori wilata, kori wilata, kori annahata, sabdo, ajna, sahasrara, dan kori attala dwipa. Mereka mempunyai tugas masing masing untuk keselarasan jagat alit sampai jagat gedhe.

Seiring dengan perjalanan waktu, gugur gunung menjadi gunungan tancap kolo atau waktu sebagaimana dalam gunungan wayang, belajar dari  gerbang yang dijaga dua penjaga, yang loro-lorone atunggal dualitas yang bersifat maskulin dan feminim, sebagaimana gunungan wayang, ada pintu, air prawitosari, pohon kala, namun yang menarik adalah pohon waktu ini bukan lagi berbentuk sosok hewan, melainkan simbolis cahaya –  cahaya sebagai simbolis sifat dan karakter hidup. Sungguh menarik, gunungan ini sesuai zamannya (ilmu sains berkembang). Zaman mitos  yang yang terlogikakan oleh ilmu energi, jaman yang sebenarnya manusia akan mengenal dirinya lewat keajaiban keajaban cipta, rasa, karsa, karyanya. Memahami pemikiran pemikiran, perasaan, pengalaman empiris dan perilaku keselarasan. Dan yang tak kalah menariknya lagi meminjam istilah pertumbuhan buah kelapa, kini blulok sudah menjadi kelapa (sempurna, bersari, berhakikat). Pintunya gunungan tidak hanya blulok/ satu, melainkan lima. Blulok, cengkir, degan, kendo, tuo).

 

Amri, kawimudho, mantri sholawat majlis gugurgunung, juru mitra.

GUYUP RUKUN

Sebuah kebanggaan bisa jadi bagian kawulowargo Gugur Gunung simpul maiyah Ungaran. Sengaja saya cari ketika jadi warga Ungaran, Alhamdulillah ketemu Gugur Gunung. Matur nuwun saget nderek sinau.  Sinau di GG pengalaman baru bagi saya karena semua rasa terlibat.  Mugi tansah guyup rukun, matur nuwun sederek sedoyo sampun sabar ngajari kulo 🙏🙏🙏

 

Satrio, anggota keluarga gugurgunung, janma mitra, juru boga.

Tetembungan

Manusia adalah makhluk komunal yang memiliki naluri berkumpul sebagaimana makhluk komunal lain seperti lebah ataupun semut, dan jembatan untuk berkumpul, berserikat adalah komunikasi. Dalam term Jawa, berkomunikasi disebut sebagai tetembungan. Dari kata ‘tembung’ yang berarti ‘bilang’ atau ‘menyampaikan’. Konon lebah berkomunikasi dengan kode-kode tarian untuk menunjukkan koordinat nektar yang bisa diambil. Semut mungkin dengan frekuensi khusus yang setelah ada salah satu yang menemukan makanan, tanpa ia pulang ke rombongannya tiba-tiba sekelompok bala semut datang berbondong. Sedangkan manusia berkomunikasi secara berbeda yakni dengan keduanya. Dengan ‘tarian’ atau gestur dan juga dengan frekuensi yang dititipkan dalam intonasi, dan ada salah satu lagi yakni bahasa. Bahasa ini tidak selalu menjadi syarat utama jika syarat pertama dan kedua telah terpenuhi.

Di jaman sekarang bentuk komunal menjadi semakin meluas namun juga semakin mengarah pada perubahan pola. Itu disebabkan oleh model komunikasi yang berbeda pula, yakni melalui tulisan. Tidak ada gestur dan tidak ada frekuensi yang terbangun secara tepat. Pola komunikasi ini sesungguhnya telah ada sejak lama dengan sebutan ‘serat’ adalah alternatif komunikasi yang berguna untuk menautkan yang terentang jarak dan menjalin yang terpisah waktu seperti yang digunakan dalam Kitabullah. Namun, hebatnya kitabullah tetap mampu mempertahankan produk frekuensi yang indah, ajeg, dan langgeng, ini yang susah digapai oleh serat manusia. Akhir-akhir ini justru model serat ini yang lebih primer dipilih sebagai alat komunikasi. Dalam serat sesungguhnya pun masih mengeluarkan frekuensi namun tak jarang antara pembicara dan pendengar melahirkan frekuensi yang tidak sinkron. Antara yang disampaikan oleh penyampai atau ‘pembicara’ ditangkap secara berbeda oleh pendengar / pembacanya. Jika manusia lantas menggunakannya secara paten sebagai pengganti komunikasi utama, ada efek ketidak-pekaan karena tak lagi mengenal bahasa ‘tarian’ dan frekuensi yang sinkron. Bentuk komunalnya juga bisa berbeda, orang tidak lagi memiliki kesempatan untuk menyelami ragam kemanusiaan yang berlimpah keunikan. Ini bukan ranah skeptis, justru ada kemungkinan manusia akan lebih menemui kemanusiannya dengan pola komunikasi baru setelah beradaptasi. Hanya saja tidak pula over optimis sehingga tak perlu membuat langkah pertahanan dan antisipasi yang memungkinkan manusia tetap mengenal pola tetembungan yang bermuwajahah dan saling menyelami sanubari rasa kemanusiaan secara kaya dan intim.

Berdasarkan dengan pandangan di atas betapa pentingnya tetembungan maka tema ini dipilih sebagai bahan sinau bareng edisi bulan ini. Apakah hanya faktor bahasa saja? Tentunya tidak. Sebab manusia tak boleh melepaskan adab berkomunikasi dan akhlak sebagai bagian penting mengindahkan pergaulan, perkumpulan, perhimpunan. Ada cara tetembungan yang tidak hanya benar atau baik, namun juga indah baik secara gestur dan intonasi, tak merendahkan martabat orang lain dan menjunjung kenyamanan sanubari masing-masing.

Mari melingkar sebagai salah satu bentuk ikhtiar. Saling Tetembungan, tetembangan, menari, dan atau apapun untuk saling menyampaikan dx informasi, frekwensi, baik yang tersurat maupun yang tersirat.

Tansah nyuwun tambahing pangestu.