Nusantara Cantik

(Gemah Ripah dan Robbun Ghafur)

Nusantara Cantik. Mari kita menjelajahi Nusantara melalui ke Cantik an sebagai pintu masuknya.

 

Kecantikan yang komplek, setidaknya meliputi kecantikan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan, Sumberdaya yang lengkap, dan seterusnya.

 

Respon terhadap kecantikan Nusantara tersebut juga sangat bervariatif :

– Leluhur mewariskan konsep Indah “Memayu Hayuning Bawana”.

– Namun realitasnya sekarang, kian banyak terjadi peristiwa pemuasan nafsu atas kecantikan tersebut dalam bentuk “Rudapaksa”.

 

Pintu masuk selanjutnya adalah Paradise/Paradesa/Desa.

Desa masih sangat relevan atau masih berjarak lebih dekat dengan nuansa cantiknya Nusantara. Desa dengan sekian banyak “Mawa Caranya”, yang akan memberikan kontribusi yang besar menuju pada Negara Mawa Tata.

 

Bagaimanakah desa ideal Nusantara yang relevan dengan masa saat ini ?

 

Desa ideal Nusantara yang relevan dengan masa kini adalah konsep yang mencoba untuk mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan modern. Antara lain :

 

Kepemimpinan yang Berkualitas

 

Desa ideal membutuhkan pemimpin yang berkualitas di setiap tingkatan, dari yang paling kecil hingga cakupan yang lebih luas. Pemimpin harus memiliki visi dan tekad yang terintegrasi untuk membangun masyarakat yang terpimpin namun tetap menghargai kemerdekaan pilihan individu.

 

Inspirasi dari Tuhan

 

Arah dan tujuan transformasi desa harus setara dengan kondisi idealnya di sisi Tuhan. Peradaban Nusantara mengambil konsep-konsep tata kelola kehidupan dan membangun peradaban berdasarkan inspirasi-inspirasi dari Tuhan. Ini memerlukan kajian serius, independen, dan objektif terhadap karakteristik dan keunikan manusia Nusantara.

 

Tiga Pilar Utama Desa

 

1.Spiritual:

Desa dipimpin oleh seseorang yang mumpuni dalam bidang spiritualitas, menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.

 

2.Pemikiran/Jiwa/Ideologi/Pranatan:

Sistem sosial yang dibangun dengan landasan visi “Memayu hayuning bawana” (mempercantik dunia).

 

3.Sandang, Pangan, Papan: Kebutuhan dasar manusia harus terpenuhi dengan baik, mencakup pakaian, makanan, dan tempat tinggal.

 

Hal penting lainnya

Gotong Royong dan Kebersamaan:

Desa ideal memelihara tradisi gotong royong dan kebersamaan, di mana masyarakat saling membantu dan bekerja sama dalam berbagai kegiatan, seperti membangun infrastruktur dan menjaga lingkungan.

 

Pasar Tematik:

Desa ideal mengembangkan pasar tematik yang sesuai dengan potensi desa tersebut. Pasar ini mendekatkan produk dengan lokasi penghasilannya, di mana pembeli datang langsung ke desa untuk membeli produk lokal. Hal ini juga merancang laju produksi yang teratur dan sesuai dengan kalender lokal.

 

Masyarakat Berbasis Keluarga yang Harmonis:

Keluarga adalah unit dasar dalam desa ideal yang membangun mental, edukasi, kemandirian, dan etos kerja. Setiap keluarga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai martabat dan kebijaksanaan kepada anggota-anggotanya.

 

Pembangunan yang Berkelanjutan:

Desa dibangun dengan konsep pertautan antara langit dan bumi, menjaga keseimbangan antara perkembangan fisik dan spiritual. Pembangunan desa harus selalu memperhatikan aspek keberlanjutan dan tidak melepaskan diri dari urusan langit .

 

Dengan memperhatikan aspek-aspek di atas, desa ideal Nusantara tidak hanya subur dan kaya secara fisik tetapi juga dihuni oleh masyarakat yang harmonis, sejahtera, dan berbudi pekerti luhur. Desa ini menjadi tempat yang ideal untuk hidup, bekerja, dan berkembang bagi semua anggotanya.

 

Desa yang  Gemah Ripah & Robbun Ghafur.

 

Hari Rayya Puisi

Membedah Puitisnya Laku Puasa Mbah Nun

Hari Rayya di sini tentunya bukan yang dimaksudkan sebagaimana hari raya pada umumnya. Ini adalah salah satu ekspresi bahasa kegembiraan anak cucu Maiyah simpul Gugurgunung dalam rangka memperingati Milad Mbah Nun yang ke 71.

 

Mbah Nun menurut kami adalah pribadi dengan satu tirakat utamanya adalah “puasa”. Esensi nilai puasa bila disampaikan dalam bentuk apapun akan terasa seperti Puisi. Pilihan bahasanya bisa jadi kadang sangat sederhana dan lugas, namun kandungannya senantiasa luas dan mendalam, indah seperti puisi. Output yang bisa anak cucunya serap diantaranya adalah  ketangguhan, konsistensi, kepekaan, kedisiplinan, proporsional, keakurasian, mulat, universal dan seterusnya dan seterusnya.

 

Karya-karya Mbah Nun sangat kompleks dan multi ragam: nasionalis, kritis, berani, konsisten dan relevan, mencerahkan, dst. Yang kesemuanya tetap dalam bingkai kebaikan, kebenaran, dan keindahan. Bingkai inilah yang kami simpulkan  sebagai puisi. Beliau senantiasa melahirkan ruang kegembiraan, kebersamaan yang erat dan hangat, keharuan, cinta, dan seterusnya. Sebagaimana nuansa hari rayya.

 

Mbah Nun, menampilkan kepribadian dengan intonasi yang kadang tegas dan tak jarang lembut dengan susastra yang indah. Kaya akan kandungan nilai, selalu nggedekke ati, menggembirakan, mengharukan, mencerahkan, dst. seperti nuansa hari rayya. Maka Kelahiran/Kehadiran Beliau, kami anggap sebagai “Hari Rayya Puisi”, yang esensi nilainya lahir dari tirakat Puasa.

 

Edisi bulan Mei kali ini keluarga gugurgunung akan membuka tema semi workshop yang mencoba mengurai ‘lembaran-lembaran puisi’ Mbah Nun. Bagi yang ingin hadir diharapkan berkenan membawa karya puisi dan membacakannya. Apabila tidak bisa membawa puisi karya sendiri, bisa membawa satu dari sekian banyak puisi yang pernah ditulis Mbah Nun. Monggo berkumpul di malam minggu terakhir bulan ini (25 Mei 2024), kita bermunajat, bertawashul, sinau bareng. Kita berpuisi bersama dengan suasana rayya.

Awitaning Rah

Tema serupa pernah diangkat pada Oktober 2015. Mencoba direpetisi kembali pada April/Syawal 2024 ini. Alasan utamanya adalah momentum Idul Fitri, dan tersambungnya dengan bahasan tema pada bulan sebelumnya yaitu Maret/Ramadhan 2024 dengan judul Sa Rahas Semi.

Ringkasnya,

Sa Rahas Semi kami istilahkan sebagai Puasa sedangkan Awitaning Rah sebagai Witrah/Fitrah/Fitri/Hari Rayya. Persambungan yang menurut kami “eman” untuk dibiarkan begitu saja.

 

 

Sarahassemi – Awitaning Rah

Sa-Rahas-Semi : menjadi ‘Sarhasmi’ menjadi ‘saresmi’. ‘Sa’ artinya satu, kepentatuan,  ‘Rahas’ artinya: berhubungan intim, pribadi, pergumulan rahasia (kata rahasia juga berangkat dari kata ‘rahas-sya’). ‘Semi’ artinya: tumbuh, mekar, berkembang, bertunas.

Awitaning Rah : “Awal Mula Jagad”. Jagad dalam artian ciptaan Gusti Allah. Sehingga jagad awal ini merujuk pada ciptaan-Nya, pun masih harus diringkas secara mengerucut pada jagad permulaan manusia.

 

Puasa – Idul Fitri

Puasa mempunyai esensi sebaran nilai yang komplek. Isu utamanya adalah pengendalian diri. Kaitanya dengan manusia, puasa adalah aktifitas pengendalian yang melibatkan seluruh komponen diri manusia. baik komponen jasad sampai pada lapisan lapisan diri yang paling dalam dan lembut. Kesemuanya teraktivasi, terseimbangkan, terakurasi terbersihkan, tersucikan, terfitrahkan, sebagaimana manusia dalam kondisi saat Awitaning Rah.

Apakah Sarahassemi dan Awitaning Rah hanya sebuh persambungan peristiwa, atau justru sebagai salah satu prototype rumusan hidup ?

Apakah Sarahassemi – Awitning Rah hanyalah perayaan tahunan, atau perayaan nilai yang bisa kita repetisi menjadi perayaan bulanan, mingguan, harian, bahkan sampai serapat helaan nafas ?

SA-RAHAS-SEMI

Mengandung makna Bersatu dan Mekar Bersama, Bermula dari kata: ‘Sa-Rahas-Semi’ menjadi ‘Sarhasmi’ menjadi ‘saresmi’. ‘Sa’ artinya satu, ‘Rahas’ artinya: berhubungan intim, pribadi, pergumulan rahasia (kata rahasia juga berangkat dari kata ‘rahas-sya’). ‘Semi’ artinya: tumbuh, mekar, berkembang, bertunas. Artinya adalah senggama atau persenggamaan.

Kata-kata ini adalah kesantunan agar memartabatkan perilaku manusia dalam hal berhubungan badan. Meskipun bisa saja disebut ‘kawin’ dan lain sebagainya, namun tindakan biologis manusia oleh para leluhur telah diatur untuk seyogyanya tidak sama dengan tindakan biologis binatang. Manusia disematkan konsep intelejensia sehingga tidak melakukan hubungan seksualitas bukan hanya peristiwa naluriah kebirahian, bukan sekadar fenomena jasadi, namun peristiwa utuh perhubungan kualitas kemakhlukan yang memiliki akal, budi-pekerti, kesantunan, konsep bathiniah dan spritualitas dalam setiap perilaku lahiriahnya.

Apakah yang bisa dikupas dari Sarahasmi? Akankah hanya akan menyangkut pautkan pada fenomena yang setiap binatang telah tahu caranya tanpa perlu mempelajarinya? Ataukah bukan hanya itu saja, sebab ada makna dibaliknya? Apakah yang dimaksud rahasia itu? Apa pula yang tumbuh?

Mantra Sesrawungan

Diperlukan Kehidupan atau Numpang Hidup

Kahanan kehidupan yang akan datang mempunyai berbagai probabilitas :

Bisa jadi tidak ada masalah, banyak masalah, atau kompleksitas masalah.

 

Konstantanya adalah :

“Kahanan yang akan datang, sangat dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan sejak saat ini”. Perubahan dimulai dari masing masing diri secara bersama sama sejak saat ini. Representasi Sinau Bareng menuju Sinau Perubahan.

 

Benih/Niat/Nawaitu, yang kami rapalkan dalam bentuk MANTRA, demikian :

“Yen awitane nganggo jujur, bakal akeh wong kang dipimpin kejujuran, isin apus-apus, ewondene yen diawiti nganggo ngapusi, bakal akeh wong musuhi wong jujur.

 

Yen awitane jejeg lan bener, bakal akeh wong kang ora seneng maring kelicikan, ewondene yen diawiti nganggo kelicikan, bakal akeh wong musuhi wong jejeg.

 

Yen diawiti nganggo roso pengabdian, bakal akeh wong ngluru nikmate lan berkahe keadilan, ewondene yen diawiti nganggo roso kuwoso, bakal akeh wong2 sing podho ngendelke keluargane sing nduwe kuwoso lan kang bakal tegel mentolo tumrape kang datan nduwe kuwowo”.

 

Nah, mari kita tanya pada diri masing masing :

Sedang menyemai benih atau niat yang seperti apa, pada saat ini ?

 

Seandainya kahanan yang akan datang dimenangkan oleh yang bukan golongan kita, apakah kita tetap sanggup sembodo melaksanakan titah kehidupan dengan cara srawung yang Bener lan Pener ?

 

Apakah kita tetap sanggup untuk terus menanam atau justru malah turut serta ngrampet ?

Sanggup terus berbenah atau malah justru turut merusak ?

Sanggup untuk saling berbagai atau terus berebut ?

Biso Rumongso atau Rumongso Biso ?

 

Mari Melingkar, dan semoga tiap kehadiran terhitung sebagai Benih yang baik. Yang kemudian bisa tumbuh sebagaimana “Syajarotun Mubarokhatun”. Aamiin aamiin InsyaAllah aamiin.