SEWINDU MAJLIS GUGURGUNUNG

Nderek nyumbang tulisan mas.

 

Delapan tahun atau sewindu perjalanan Majlis Gugurgunung. Tuhan memperjalankan saya merapat melingkar di Majlis Gugurgunung baru kisaran di tahun kedua.

 

Begadang, ngopi memang sudah menjadi kebiasaan lama sebelum mengenal Majlis Gugurgunung. Namun terasa ada yang berbeda ketika pertama kali ngopi dan membahas tentang maiyah di majlisan ini. Masih teringat ketika pertama kali merapat di teras rumah Mas Agus bersama rombongan Bangetayu. Sudah nampak beberapa orang duduk melingkar disana yang baru saya kenal. Ungaran yang notabene daerah dingin jadi terasa hangat, karena melihat guyub pasedulurannya, serta mendengar isi dari obrolan-obrolannya.

 

“Apa itu Maiyah?” Menjadi pertanyaan yang pertama keluar dari mulutku karena memang belum pernah sama sekali mendengarnya. Penjelasan yang singkat dari Mas Agus sudah cukup memberikan gambaran bagi saya pribadi.
Pertanyaan kedua pun masih teringat dengan jelas di kepala, “Di dalam kehidupan ini, bagaimana langkah kita dalam menentukan seorang guru?” Mas Agus kurang lebih menyampaikan seperti ini, bahwa jika berguru dengan manusia yang paling baik kepada siapa? Tentu guru terbaik adalah Nabi Besar junjungan kita Muhammad Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam. Tapi jika secara jasadiah tentu kita sudah tidak mampu menjangkau beliau, lalu apa yang harus kita lakukan?  Seorang guru yang bisa dikatakan baik,  ialah orang yang kita anggap memiliki kandungan nur muhammad yang paling besar.

 

Saya yang bisa dikatakan sangat sedikit memiliki bekal ilmu agama karena memang bukan anak pesantren juga jarang mengikuti pengajian-pengajian kecuali mendengar dari TV saja menjadi cukup impresif. Berarti berguru bisa kepada siapa dan apa saja di alam semesta ini yang semuanya memang merupakan pancaran dari nur muhammad. Karena jika sedikit mengutip dari hadist qudsi, Jika bukan karena engkau (wahai muhammad) Tidaklah diciptakan semua alam semesta ini.

 

Di Maiyah, masih melalui Mas Agus juga dikenalkan tentang konsep tadabbur. Sebuah konsep yang menurut saya sangat luar biasa untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan. Alqur’an diperkenalkan sebagai sebuah literasi, referensi, dan solusi.
Kebiasaan dulu yang ngopi hanya untuk dolan, guyon, hahahihi tanpa membawa “sesuatu” untuk dibawa pulang kini mulai beralih semenjak mengenal Majlis Gugurgunung. Meskipun beberapa tahun belakangan sangat jarang untuk melingkar namun ilmu, pembelajaran dan pengalaman yang diperoleh senantiasa dibawa menjadi bekal dalam menjalani kehidupan.
WINDU, jika menurut mas Agus ialah Kakawin dan Reridu, maka menurut saya ialah Wismo INdah yang selalu dirinDu.

 

Terima kasih tuhan telah memperjalankan ku untuk melingkar di Majlis Gugurgunung, dengan orang-orang baik di dalamnya yang senantiasa bersama-sama berproses, tumbuh dan mencoba untuk memberikan kemanfaatan entah untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat dan jangkauan lain yang lebih luas.

 

Semarang, 04 Desember 2022

Dhika, Janma Panyarik, Janma Ujam dhudukan majlis gugurgunung

MAJLIS WIJAYA KUSUMA (MGG)

Tepat pada tahun ini 2022 sudah Sewindu katanya….dan iya benar sudah Sewindu maka dengan rasa bingung mencoba untuk menulis apa yang menjadi keharusan dalam sewindu MGG.

 

Saya pribadi dipertemukan dengan MGG pada tahun 2017 tepatnya pada tanggal  30 Desember 2017 pada saat Tancep Kayon dengan mengusung tema “Serat Pamomongan” dimana saat itu saya hanya COD an kembang Wijaya Kusuma (dikasih gratissssss ndaaa..) dengan Mas Yudi Rohmad, saat itu beliau bilang “kurang akeh? Sesok tak gawakke meneh seng akeh ketemu neng Tancep Kayon ya…”  pada saat beliau di Bangetayu.

 

Sebenarnya saya sering mendengar samar – samar tentang MGG dari om Didit dan om Kasno yang kebetulan satu panji bergambar burung hantu yang suka keluar malam, saat waktu kumpul dengan beliau yang sering membicarakan  tentang  MGG dengan suara yang tidak begitu jelas ditelingaku serta tentang Kembang Wijaya kusuma yang sangat jelas sekali karena sering disuara suarakan secara berulang ulang kali yang membuat telingaku menjadi kebanjiran yang akhirnya meluber jatuh tepat di rongga perut kanan atas dan memenuhi sebagian besar ruang di bawah tulang rusukku.

 

Dengan bekal kata- kata dari Mas Yudi dan iming-iming kembang Wijaya Kusuma seng wakehhhh secara diam diam kucari daerah mana Tancep Kayon itu, maklum saya belum sempat menanyakan ke mas Yudi langsung karena malu, tanpa pikir panjang kupegang hp lalu kusentuh layarnya dengan menggunakan jari jempol tangan kanan kemudian kusentuh sentuh sampai terangkai kata “Tancep Kayon” kemudian kusentuh gambar simbol kaca pembesar dan Alhamdulillah semua yang berhubungan dengan Tancep Kayon tersaji semua, satu persatu kucari dari atas sampai bawah kemudian kupilih barisan yang paling atas dengan harapan segera tahu dimana tancep kayon berada, barisan paling atas kebetulan tertulis Koran tempo.co dengan judul ‘Tancep Kayon’- Cari angin – Koran TEMPO 29 Nov 2009 yang berwarna biru kusentuh cling…

 

Putu Setia

 

Bagi yang gemar menonton pertunjukan wayang kulit, ada istilah tancep kayon. Arti sebenarnya adalah menancapkan kayon, yaitu wayang yang merupakan simbol gunungan. Makna simbolisnya adalah perpindahan adegan, misalnya, dari kisah para kesatria Pandawa menjadi kisah para Kurawa. Tapi tancep kayon juga bisa bermakna pertunjukan selesai. Penonton pulang dengan kesan masing-masing. Karena wayang adalah gambaran ”bhuwana alit” atau dunia y …..

Silahkan berlangganan untuk menikmati akses penuh artikel eksklusif Tempo sejak tahun 1971

 

Abaikan tulisan yang bercetak tebal di atas jika mengganggu … akhirnya saya putus asa gara-gara tulisan yang bercetak tebal di atas langsung hp kutenggelamkan ke dalam saku celana dan berniat tidak memakai hp lagi, selang beberapa menit hp berbunyi dengan nada tidak asing lagi yaitu nada kiriman pesan dari WA, lagi-lagi niat awalku tidak berjalan lancar niat tidak memakai hp aku langgar… sebentar sebentar niat tidak memakai hp? hp kan bukan baju yang bisa dipakai, Alhamdulillah niatku yang salah, “ngopi yuk mbah…” WA dari om Didit lalu kujawab Siap… tak lama aku sudah sampai di rumah om didit yang memang rumahnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mertuaku kira-kira 500 m lebih  2 KM, tanpa basa basi kutanya “jare ngajak ngopi, ndi kopine?” om Didit “ngko sek banyune durung umup”  kenapa jika aku diajak ngopi om Didit langsung cus tidak lain adalah kopinya mantap, lagi pula di depan rumahnya ada yang jualan tela-tela. Sambil menunggu air mendidih ya biasa kita ngobrol dan sampai akhirnya saya tanya ke beliau “Dit tancep kayon kui daerah endi?” langsung dijawab “sesok tak terke rono” Alhamdulillah jawaban yang selama ini kutanyakan ke mbah google ternyata bisa dijawab dengan mudahnya serta terdengar merdu ditelinga suwun matur suwun.

 

Terima kasih sudah diperkenankan ikut serta dalam belajar bareng di majlis ini dan saya merasa tahu saya ini bukan satria baja hitam yang tinggal bilang berubah maka berubah menjadi satria atau Gatotkaca yang punya otot kawat balung wesi, saya Nardi yang selalu jujur dengan istri saat hari Sabtu terakhir selalu pulang pagi.

 

Majlis Gugur Gunung = Bunga Wijaya Kusuma

 

“Belajar Jujur terhadap diri sendiri,
kita bisa karena orang lain.”

 

Sunardi

“Bukan Satria Baja Hitam apalagi Gatotkaca.”

Penggiat Maiyah gugurgunung. Janma Tani mantri tanem, Janma mitra,

SEWINDU MAJLIS GUGURGUNUNG

Sewindu….

Alhamdulillaaaaah …..

 

Majlis Gugur Gunung memang bukan sebuah simpul yang besar, terbukti bahwa personil yang terlibat tidaklah banyak, bahkan pada rentang pandemi 2020 kegiatan rutinan sinau bareng Majlis Gugur Gunung pernah dilaksanakan hanya oleh 2 orang saja. Namun bila dihitung secara bebrayan, Majlis Gugurgunung bukanlah simpul yang kecil, terbukti pernah menggelar acara sinau bareng dengan mengundang seluruh penggiat simpul Maiyah untuk memperkenalkan sebuah potensi penting pada dunia kesehatan tulang belakang yaitu, Zamatera. Juga pernah dibersamai oleh Mas Sabrang, Pak Eko Tunas, Pak Budi Maryono, Gus Aniq, dan banyak lagi tokoh lainnya. Serta sering sekali dibersamai dan membersamai simpul-simpul Maiyah terutama pada lingkup cluster. Sebuah simpul yang menurutku mempunyai karakter “WisMo” (Cumawis lan Momot = Tersedia dan Memuat). Sangat merdeka dari polaritas besar kecil, sedikit banyak, dan seterusnya. Serta sudah terbangun kesadaran bahwa rutinan sinau bareng Majlis Gugur Gunung adalah salah satu bagian dari “Ikhtiar Maiyah”. Jadi, besar atau kecil, banyak atau sedikit, sebisa mungkin Sinau Bareng Majlis Gugur Gunung tetap digelar.

 

Saya sendiri tergabung pada tahun ke dua, pada kurikulum/tema besar “Kembul Malaikatan”. Tepatnya pada sub Tema MAIYAH COMBAT. Tema yang secara emosional memperkenalkan ku pada pola unik gugurgunung itu sendiri, yaitu “Tancep Kayon”. Istilah tancep kayon sendiri bagi Majlis Gugur Gunung ialah mengerti kapan waktu yang tepat untuk mengakhiri sesuatu dan mau mengevaluasi kegiatan yang sudah berjalan selama kurun waktu satu tahun sebelumnya. Dalam rangka untuk tetap mengaitkan masa lalu dan masa sekarang untuk merumuskan  langkah selanjutnya di masa depan.

 

Lebih dalam lagi bila dikaitkan dengan istilah dalam pagelaran pewayangan, seremonial tancep kayon ini ditandai dengan adanya penancapan gunungan/kayon pada posisi tegak. Sehingga saya juga menyimpulkan bahwa Tancep Kayon memang dalam rangka berakhirnya sesuatu, namun sesungguhnya juga dalam rangka menegakkan gunungan/kayon/hayyu/kehidupan. Pola ini yang kemudian melangsamkan suasana hatiku yang waktu itu juga sedang didera kesedihan atas meninggalnya Bapak tercinta, beberapa hari menjelang Tancep Kayon gugurgunung.

 

Sangat ingat betul, waktu itu kita berhimpun membawa kesanggupan dan kegembiraan masing-masing, yang oleh Mas Sabrang diistilahi sebagai POTLUCK. Mas Agus membawa Kembang Gunung; saya membawa Pandhan, Mawar, Melati, Kenanga, dan Kanthil; Mas Diyan bersama dengan Mas Dhika dan Mas Chafid yang tergabung sebagai Ki Wangker Bayu membawakan pagelaran wayang, serta seluruh yang hadir dengan membawa ekspresi kegembiraannya masing masing. Sungguh mencahaya.

 

Perjalanan selanjutnya kemudian kami sebut sebagai “Bedhol Kayon”. Sebuah tengara telah disepakati bersama untuk dimulainya lagi gelaran sinau bareng Majlis Gugurgunung. Kurikulum yang diangkat bisa berupa kurikulum baru, namun secara alamiah biasanya sub sub tema nya secara unik selalu saling berkelindan.

 

Demikian seterusnya sampai tak terasa Majlis Gugur Gunung sudah mengalami perjalanan selama 8 tahun atau se WINDU. Sebuah rentetan perjalanan yang mengendarai kurikulum tema Sandal Peradaban, Kembul Malaikatan, Serat Pamomongan, Laku Kasantikan 1, Laku Kasantikan 2, Sinau Gugur, Nuwuh Makmur, dan Insya Allah Windu Sakinah. Diwarnai oleh peristiwa pasang surut, jatuh bangun, rubuh tumbuh, gugur bangkit, dan seterusnya yang kemudian kami bundeli sebagai satu kesatuan peristiwa WINDU = kakaWIN dan reriDU. Sebagai sangu untuk terus mengakurasi menuju utuh, menuju MULAD.

 

 

Kasno, Cah Maiyah, Penggiat Simpul Majlis Gugurgunung. Janma Mitra Arcaloka – Mayaloka, Janma Tani, Janma Panyarik

CERITA HIDUP

Jika Allah masih mengizinkan kita bangun pagi ini, itu artinya cerita hidup kita belum selesai. Seburuk apapun keadaan hidup kita Allah punya rencana terbaik untuk kita, seberapa besar beban kita percayalah bahwa Allah pasti akan menolong kita asalkan kita juga meyakini hal tersebut. Di dalam keluarga gugurgunung saya menemui berbagai macam warna-warni kehidupan yang mengajarkan kita untuk terus berlatih menjadi manusia yang bermanfaat, mempunyai rasa belas kasih, sikap toleransi yang luas, tidak merasa tinggi dan selalu berusaha untuk rendah diri dan masih banyak pelajaran positif lainnya yang belum bisa saya tuliskan satu persatu.

 

Allah tidak akan menguji seorang hamba-Nya melebihi dari batas kemampuannya, maka kuatkanlah keyakinan kita bahwa kita mampu. Jernihkanlah pikiran agar kita bisa melangkah ke jalan yang diridhoi dan diberkahi. Ada saatnya kita duduk, berdiri, melangkah ataupun berlari sesuai dengan porsinya masing-masing. Kita tidak dituntut harus sama tapi kita bisa saling melengkapi. Di sini kita diajari untuk mengingatkan dan saling mengisi satu dengan yang lain agar kita semua bisa selamat dunia & akhirat. Sebab tak jarang kesalahan oranglain lebih kita pantau dan lupa pada kesalahan diri, tak urung bukan kebaikan yang diperoleh alih-alih kelalaian.

 

Saya sendiri juga masih terdapat kesalahan dan kekurangan yang mungkin saya sengaja atau tidak, yang saya sadari atau tidak sadari, mohon senantiasa diingatkan. Mungkin tulisan saya menyinggung dan terlalu melebar. Dengan hati yang dalam, saya memohon maaf kepada semua sedulur gugurgunung.

 

Edy Yulianto

Bapak tiga anak, Pengusaha, Perintis Pemberdayaan, calon juragan. Anggota keluarga gugurgunung

APRESIASI KAWULOWARGO

Majlis Gugurgunung simpul maiyah yang berada di daerah Ungaran, kabupaten Semarang, memang bukan sebuah simpul besar yang dihadiri ratusan bahkan ribuan jamaah di setiap edisinya, bahkan di beberapa edisi yang pernah saya ikuti hanya diikuti oleh lima sampai tujuh orang saja yang melingkar, kalau jamaah di simpul maiyah lain mungkin dari rumah sudah menyimpan kegelisahan dan pertanyaan-pertanyaan untuk disampaikan pada saat sinau bareng, lain halnya dengan jamaah gugurgunung, di sini penggiat simpul yang juga menjadi jamaah harus mempersiapkan segala sesuatunya terlebih dahulu mulai dari ruangan, tikar, makanan dan lain lain sebelum kemudian menyampaikan kegelisahan-kegelisahan dan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan terlebih dulu di rumah masing-masing.

 

Mungkin karena jamaah yang sedikit itulah, gugurgunung punya tempat tersendiri dihati masing-masing jamaah, karena setiap jamaah di gugurgunung dapat saling mengenal dan langsung atau cepat akrab satu dengan yang lain, seperti seorang sahabat yang sekian lama berpisah dan mencari, akhirnya saling bertemu di gugurgunung untuk meluapkan rasa kangennya, oleh karena itu tidak heran walau hanya sedikit jamaahnya namun setiap edisi gugurgunung para jamaah betah untuk berlama lama duduk melingkar, bahkan ada yang sampai pagi menjelang karena merasa nyaman seperti di dalam rumah sendiri. bagi jamaah, majlis gugurgunung bukan hanya tempat untuk sianu bareng sebulan sekali saja, namun sinau bareng itu terus di lakukan setiap hari diluar rutinan di gugurgunung, masing masing mengimplementasikan dalam kehidupanya sehari hari dalam bidang yang di tekuninya. Kemudian saling membagikan apa yang ditemukannya dalam mengimplementasikan nilai nalai maiyah tersebut, sehingga setiap jamaah saling melayani dan menampung apapun itu dari sedulur yang lain.

 

Dalam jamaah gugurgunung tidak asing lagi dengan istilah wismo gugurgunung, menurut saya istilah wismo di sini bukan hanya sekadar untuk pemanis saja, namun memang benar benar ter implementasi dengan “cantik” dalam segala sapek kehidupan diantara sedulur-sedulur gugurgunung. Sependek pengetahuan saya tentang filosofi wismo ini salah satunya saya dapat dari Mas Agus, yaitu wismo dapat dimaknai sebagai “Cumawis lan Momot” atau melayani dan menampung, cumawis (tersedia, siap melayani, ngladeni ) melayani yaitu memahami bahwa posisi kita sebagai abdi yang mengabdi kepada Allah, tentunya harus siap melayani dengan sepenuh hati untuk menjalankan segala perintah-Nya, dan dengan dasar posisi Abdi Allah inilah kemudian kita sebagai manusia hendaknya saling melayani dalam rangka sama-sama tunduk dan mengabdi kepada Allah, sedangkan “Momot” adalah menampung dan menerima siapa saja tamu yang berkunjung ke wismo kita, dengan kesadaran bahwa tamu tersebut adalah abdi Allah juga yang sedang diperintah untuk datang ke wismo kita, maka hendaknyalah kita tampung untuk memberikan rasa aman dan nyaman.

 

saya teringat waktu itu tancep kayon tahun 2017 dengan tema serat pamomongan, dan kami bertiga (saya, Chafid, Dika) mencoba untuk menampilkan sebuah pertunjukan wayang kardus dengan lakon Bimo Suci, yang dimana sebenarnya kami bertiga tidak punya basic di dunia pedhalangan dan pewayangan, sempat terpikirkan oleh saya“kewanen iki nda ..?” karena kami tahu kalau pada acara tancep kayon tersebut akan dibersamai oleh Gus Aniq, Mas Muhajir, Bapak Kyai Zainal Arifin, dan Jodho Kemil, sudah tentu akan banyak sedulur sedulur yang akan datang pada edisi tancep-kayon tersebut. Tapi dengan dasar Cumawis itulah kami bertiga seakan punya kewajiban untuk ikut melayani sedulur sedulur semua, tentunya yang kami cawisaken bisa dikatakan hanya kejujuran di pentas, karena kalau mau dilihat dari segi penampilan tentunya kan jauh dari kata bagus, namun jauh sebelum pementasan itu dimulai di keluarga gugurgunung sendiri sudah terjalin saling melayani, dimana alat-alat yang kami gunakan untuk pementasan sudah dipersiapkan oleh sedulur-sedulur yang lain, mulai dari wayang kardus, Geber, Debog, lampu porot, dan lain lain sudah dipersiapkan oleh dulur dulur semua untuk kelengkapan pementasan. Dan kenapa saya katakan istilah Wismo ini ter implementasikan dengan cantik , karena di akhir pementasan yang alakadarnya itu, respon para sedulur semua diluar ekspektasi kami bertiga, sedulur semua yang hadir memberikan tepuk tangan yang meriah seperti bersedia “momot” kejujuran penampilan kami dan sangat mengapresiasi atas penampilan tersebut, dan momen-momen seperti itu juga pernah terjadi saat pementasan teater dhahar bareng kanjeng Nabi di Jepara dan pembacaan puisi di Jombang, dan banyak lagi momen momen yang lain yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

 

Kami di majlis gugurgunung paham bahwasanya Majlis Gugurgunung bukanlah simpul maiyah yang besar, namun majlis gugurgunung juga paham bahwasanya untuk menjadi karakter Wismo dalam melayani dan menampung tidak dipersyarati besar kecilnya kemampuan, selama kita masih dititipkan kemampuan untuk bermanfaat bagi sesama, maka sudah sepantasnyalah kita harus memberikan manfaat yang baik untuk sesama dengan dasar wujud pengabdian kita sebagai abdillah.

 

Dwi Dian, Jajar wangkerbayu, anggota keluarga gugurgunung