2020 merupakan lanjutan dari tahun tandhang. Juga dimulainya rintisan pilihan daur kulawarga gugurgunung yaitu “Revolusi Kultural”. Dengan memilih jalur culture atau pertanian sebagai salah satu upaya yang ditempuh.
Lantas dunia diterpa pandemi. Untuk menghormati berbagai aspek, maka rutinan secara formal sempat jeda. Sehingga tak banyak tema yang bisa diangkat dalam sinau bareng tiap bulannya. Namun justru sangat banyak sekali tema tema “non formal” yang dapat kami jalani, melalui kegiatan bertani maupun berkebun tersebut. Lingkaran sinau bareng yang tadinya rutin sebulan sekali, justru menjadi lebih repetitif dalam hitungan hari atau maksimal minggu. Berupa lingkaran lingkaran kecil yang justru nandangi tema-tema besar.
2020 juga merupakan fenomena yang dahsyat. Keluwarga Gugurgunung dipertemukan dengan orang orang yang pintar namun juga berperangai minteri atau ngakali. Hadir orang orang dengan bergaya penolong namun ternyata culas yang justru tega mengambil keuntungan dari keadaan susah oranglain. Juga orang-orang yang tega mencelakai dengan kedok ahli mengobati. Berpenampilan alim ternyata lalim. Ahli tani ternyata hama nyata yang menggerogoti kebon maiyah kami dari dalam.
Betapa tahun ini keluarga kecil ini dikepung oleh caci maki, hujatan, fitnah-fitnah keji, upaya-upaya perpecahan. Sinau dan Sholawatan di rumah diawasi. Sinau dan Sholawatan di kebun dicurigai sesat. Tanaman kebun kami dicemooh. Saat kemarau di wanti wanti, katanya air ini untuk petani sini. Saat kami bikin sumur untuk mengupayakan air sendiri, dicemooh dan ditertawakan. Saat hujan, air dilimpaskan dan digelontorkan ke kebon kami. Saat sawah kami tergenang air dan bacek sehingga tanaman kebun kami jamuran, ditertawakan lagi. Disepatani terus menerus. ‘Cikal’ dan ‘Bakal’, sepasang anak kambing yang kami angon di kebun, dan sempat menjadi mata pelajaran bagi anak-anak dari kulawarga, gugur juga tega dicuri. Ada pada saat panen raya kebon kami dihantam kebijakan rendah serendah-rendahnya harga pasar. Saat harga pasar tinggi, kami dihinggapi berbagai masalah hama.
Reridu sebagaimana hujan yang deras menghujam. Namun kami mencoba terus berupaya menderas hudan hudan. Kakawin Adalah pasangan Reridu. Kami belajar bagaimana tanaman beradaptasi dengan lahan, dengan cuaca, dengan musim, dengan waktu, dengan hama, dan seterusnya sangat banyak sekali. Kami menemukan variabel-variabel. Kami mencoba menganyam pola-pola. Kami berupaya tekun niteni gejala gejala.
Bahkan dengan itu semua kami diperkenankan merintis berbagai bidang keahlian. Diantaranya : Sistem pengairan sawah, dimensi bedengan, pola tanaman, identifikasi tanaman, nyemai benih, fermentasi pupuk, meramu obat-obatan untuk tanaman, dan sebagainya sangat banyak sekali. Kami sungguh panen “Cara”. Memang banyak persoalan yang teridentifikasi sebagai kesulitan yang seolah hendak mendorong untuk mundur namun pada segala gelaran ini pula senantiasa dibarengi dengan kenikmatan yang datang bertubi-tubi sehingga mengencangkan niat dan menyorong langkah untuk kembali melipatkan rasa syukur.
Kakawin ternyata juga turun sebagaimana hujan yang deras menghujam. Kami kian tekun menderas hudan hudan. ‘kakaWin reriDu’ atau WinDu adalah sebuah putaran waktu dengan segala fenomenanya. Sangat berat karena kurikulum yang idealnya ditempuh dalam kurun waktu 8 (delapan) tahun ini, harus mengalami percepatan waktu tempuh hanya dalam 1 (satu) tahun. Benar benar berat, sangat menguras energi, memeras pikiran, mengaduk-aduk perasaan, jiwa, raga, dan lain sebagainya. Namun inilah cara yang kami pahami bahwa Allah hendak mendewasakan kami dan menarik langkah-langkah kami dalam kereta Iradah-Nya yang anggun dan penuh kejutan. Dan inilah revolusi kultural sehingga ada medan laga yang tentu harus dimasuki dan mengadapi dalam mripat rahmat kepada gelap maupun terang.
Hasil panen dari kerja keras keluwarga gugurgunung tersebut awalnya ingin kami tengarai sebagai “Gemah Ripah” pada pagelaran Tancep Kayon. Namun urung. Kemudian kami lebih memilih “Gugur” sebagai tengara kurikulum tahun ini. Tahun yang mungkin akan menjadi momentum yang paling diingat-ingat sepanjang perjalanan gugurgunung selama ini. Tahun yang juga sangat pedih oleh banyaknya peristiwa tanggal. Oleh anggota keluarga gugurgunung yang kini hanya menyisakan separo. Juga tahun dimana orang-orang yang kami cintai dan sangat mencintai kami sedang menjalani puncak proses dicintai Allah. Ialah Beliau Syeikh Kamba, Ki Seno, Pak Iman, dan tokoh-tokoh lainnya, laksana barisan besar yang diperbondong-bondongkan kondur dengan iringan rebana dan lantunan sholawat Mamak Camana.
Gugur bukan kematian, bukan kemusnahan, bukan kebinasaan. Gugur adalah kesadaran menunaikan fase paran. Tancep Kayon Majlis Gugur Gunung dengan tema besar “Sinau Gugur” ini kami rancang dengan sangat sederhana. Bahkan untuk menghormati dan saling menjaga keadaan, kami tidak mengundang nara sumber sebagaimana tradisi gelaran tancep kayon tahun-tahun sebelumnya. Namun, tentunya kami juga tak mungkin sanggup menolak kehadiran kehadiran para dulur-dulur yang ingin membersamai gelaran acara ini. Maka bagi yang belum bisa hadir, ijinkan kami menghadirkan panjenengan semua dalam gelembung cinta dan kasih-sayang.
Mari Sinau Gugur, bersama Majlis Gugur Gunung, di lembah kaki Gunung Ungaran. Pada plataran situs Air Suci Komplek Candi Gedhong Songo. Semoga Allah mengijinkan.
Nyuwun tambahing pangestu. 🙏🙏🙏