Songolasan Awal Tahun ke-3 Majlis Gugur Gunung

Majlisgugurgunung:: Songolasan majlis maiyah gugur gunung di kediaman mas hernowo Ungaran hari Jum’at tanggal 20 Januari 2017.

Setelah evaluasi tancep Kayon majlis maiyah gugur gunung dan sebelumnya dibuka dengan wasilah oleh mas Patmo Putro Dilanjutkan dengan munajat yg dipandu mas Mujiono Jion.
Evaluasi tancep Kayon dgn tema kembul malaikatan, di tawarkan kepada jamaah, tentang keberlangsungan majlis maiyah gugur gunung kedepan. Untuk evaluasi mas Agus mengungkapkan secara pribadi beliau merasa sangat gunggung manah, bangga dan Bombong. Mulai dari persiapan acara maupun pelaksanaan tancep Kayon.
Untuk gugur gunung ke depannya, ada tiga hal yg berkaitan dgn olah, 3 hal tsb adalah :
1. Wirogo
2. Wiromo dan
3. Wiroso
Melatih wirogo harus akurat dan tdk gabesan. Kita harus pandai dlm mengelola diri, tdk mudah lemah dan gampang penyakitan. Contoh yang dialami Sahan adalah pengalaman beliau dgn guru beliau yang bernama Guk Urip. Guk Urip merupakan guru ngarit, karena beliau dlm “ngarit” hanya mengambil rumput-rumput yg paling kecil.
Wirogo adalah semacam latihan fisik yg akan kita proyeksikan kepada adik-adik & anak-anak kita. Agar kita mempunyai Tabungan untuk memperkuat raga masa depan kita.
Wiromo, dlm hal ini mas Agus Wibowo memberikan mandat kepada sedulur banget ayu berkaitan dgn Ki wangker Bayu dalam hal ini pagelaran wayang.
Wiroso, tdk perlu dibahas sekarang. Karena bisa jadi wiroso akan mendahului atau membersamai wirogo ataupun wiromo itu sendiri.
Mas Norman, menawarkan tema gugur gunung tgl 28 Januari 2017, Wisma. Wismo adalah cumawis lan momot.
Mas Jion, mempunyai pandangan berbeda berkaitan dgn wirogo wiromo dan wiroso, itu lebih kepada internal. Jadi gugur gunung itu harus dilalui atau dilakoni dgn wiroso sebagai awal. Dan gugur gunung adalah rumah kita, jgn hanya memiliki, tetapi harus ada komitmen tdhp. Landeping panggraito akan menjadi sebab wirogo dan wiromo menjadi semakin masif dan rigid.
” Nunggang roso ngener ing panggayuh
lunging gadung mrambat krambil gading
gegondel witing roso pangroso
nyancang jadi wasanane
Mbrebes mili banyu saking langit
tibeng kedung lumembak ing pangkon
anut nyemplung lelakon ngaurip
cumemplong roso atiku
Candrane wong nglangi
ing tlogo Nirmolo
Candrane kumambang
ing sendang Sumolo
Solan salin slagane manungso
empan papan sasolah-bawane
esuk sore rino sawengine
ajur-ajer ‘njing kahanan
tan lyan gegondelan
tarlen mung wit krambil gading”. -sudjiwo tejo-

Tidak hanya handarbeni namun jg hanggarbeni. Namun bukan gugur gunung yg penting dikomitmeni, juga lelabuh kita yg berperilaku kita selama ini.bahwa dgn berguguran gunung, kita bisa menyambung kekeluargaan yg mempersambungkan kepada masa silam, menerapi peran saat ini, dan menyulam proyeksi masa mendatang. Keluarga harus kita maknai sebagai bangunan Ruhani atau spirit. Bukan hanya makna jasad, sebab keluarga jasasi pun sesungguhnya metode untuk mengasah kecemerlangan Ruhani. Saat ini proses hubungan sosial dan budaya terkondisikan menjadikan manusia tidak gemar prihatin, pandai menuntut, susah berkorban. Akhirnya banyak yang tumbuh menjadi pribadi yang mudah mengeluh dan bahkan putus asa.
Bahwa kita dlm berperilaku kehidupan, kita sdg mengalami kemenyek.

Facebooktwittertumblr
Posted in reportase.