MASYARAKAT LEBAH ME-MADU
– POTLUCK – SWABOGA –

Sebuah “puasa” yang cukup panjang untuk menghadirkan mas Sabrang. Meskipun dalam setiap rutinan Mas Sabrang berusaha dihadirkan dalam bentuk nilai namun pada malam hari ini akhirnya berbuka juga. Bukan sekedar berpuasa namun rutinan kali ini juga bagai hari raya sebab menghadirkan beberapa tokoh. Tibalah giliran Mas Sabrang untuk diminta memberikan respon tentang Tema malam hari ini. Mas Sabrang pernah memberikan sebuah kata pengantar pada salah satu pustaka gugurgunung yang ditulis oleh Mas Agus. Ialah tentang potluck. Banyak istilah lain seperti halnya kenduren.

Potluck merupakan konsep turunan dari berkumpul-kumpul, pesta dlsb namun ada peraturan khusus dimana bukan hanya satu orang yang menyediakan makanan untuk semua orang namun justru masing-masing orang datang membawa makanan lalu diletakkan diatas meja dan boleh dimakan bersama semuanya. Merupakan konsep yang sangat indah sebab semua memiliki kesempatan untuk berkontribusi dan mencicipi apa yang dipersembahkan oleh orang lain. Serta tidak ada kewajiban untuk menghabiskan, tidak ada pula kewajiban untuk menyenangi salah satu suguhan saja. Sebuah pengalaman dari Mas Sabrang ketika berada di luar Indonesia, saat ber-potluck hanya menyuguhkan nasi goreng. Dikarenakan mereka jarang memakan nasi, maka justru laris dihabiskan oleh semua yang datang. Bukan karena enaknya tetapi justru karena uniknya. Potluck bukan masalah baik, buruk tetapi lebih kepada keikhlasan dalam memberi. Jika memang sesuatu yang diberikan dirasa kurang baik namun masih bisa dinikmati keihklasan dalam pemberiannya. Jangan takut ada yang suka dan tidak suka, sebab Tuhan pun ada yang menyukai ada pula yang tidak menyukai atau tidak mempercayai. Nabi Muhammad pun ada yang tidak suka dan tidak mempercayainya.

Hampir tidak ada hal yang universal disukai oleh semua orang. Namun justru ada beberapa hal yang hampir tidak disukai secara universal. Seperti sakit, hampir setiap agama, golongan dll tidak menyukai apapun deskripsi dari sakit. Namun ada pula yang “menyukai” kesakitan karena dia memiliki konsep yang lebih besar dari kesakitan. Misalkan kesakitan dikeroki, bagaimana jika yang mengeroki adalah orang yang kita sayang. Maka akan ada pemaknaan yang berbeda dan konsep yang lebih besar dari semua tersebut. Sebab kesemua itu hanyalah sementara saja. Yang abadi bukanlah “ngeroki”nya tetapi yang abadi adalah cintanya. Potluck bukan urusan prestasi. Suguhan yang habis lebih cepat bukan berarti menjadi ranking satu, sebaliknya suguhan yang tidak termakan maka bukan pula menjadi prestasi yang buruk. Sebab yang membuat kadang kita tidak sadar ialah membuat tolok ukur dalam kehidupan kita sendiri. Sehingga menderita pun juga dalam tolok ukurnya sendiri. Tidak ada lomba motor tetapi membanding-bandingkan merk motor. Tidak dalam lomba hape tetapi iri ketika merk hape teman lebih bergengsi.

 

Potluck dipilih oleh Mas Sabrang sebab ada irisan yang besar dengan maiyah. Di maiyah memiliki konsep sinau bareng. Masing-masing membawa pengetahuannya, kerendahan hatinya namun semua tidak harus diterima dan diakui. Karena terkadang kita lupa ada garis tengah antara percaya dan tidak percaya yakni garis belum tahu. Sehingga akan susah mengakui dan mempercayai. Fenomena “belum tahu” dapat kita rekam terlebih dahulu untuk kita alami di ke depannya. Sebab segala sesuatu yang belum pernah kita alami, maka kita belum benar-benar tahu. Maka di dalam Islam menggunakan istilah bersaksi bukan hanya mempercayai, dan salah satu syarat kesaksian adalah dengan sebuah pengalaman. Seperti halnya saksi di pengadilan, maka ia harus benar-benar tahu bukan hanya sekedar “dengar-dengar”. Apakah pengalaman itu lewat indera seperti mata, telinga atau bahkan lewat jiwa dan seterusnya itu merupakan pertanyaan berikutnya. Namun yang terpenting ialah mengalaminya.

 

Mas Sabrang, seorang yang sudah sangat berpengalaman manggung di depan orang banyak. Pernah pula memiliki kegelisahan tentang baik buruk, benar salah pada awal-awal manggung. Bahkan kadang sebuah kesalahan dapat dianggap sebagai kesengajaan artistik, sehingga bukan salah tetapi merupakan sebuah percobaan dalam musik. Apapun argumentasinya asalkan yang tersampaikan ialah keindahan dan keikhlasannya. Sehingga marilah kita mulai kegiatan berkumpul ini dari banyak dimensi baik dimensi pemikiran, dimensi ilmu, dimensi keikhlasan juga dimensi kemauan mendengar dan menghargai siapapun yang menyampaikan apapun di atas panggung yang terpenting outputnya ialah kemesraan, kebahagiaan dalam kebersamaan yang panjang.

 

 

Andhika Hedryawan

Facebooktwittertumblr
Posted in reportase.