Majlisgugurgunung:: 2 Juli · Majlis gugurgunung mendapat kebahagiaan silaturahmi malam tadi dengan kehadiran Mas Yudi Rohmad beserta istri. Beberapa saat kemudian sedulur gugurgunung dari berbagai sudut hadir dan menyemarakkan pertemuan. Makin malam lingkaran kebersamaan semakin intim dan sempat mendapatkan uraian2 yang membahagiakan. Alhamdulillah.
Malam ke 27 bulan suci Ramadhan 1437 H Majlis Gugur Gunung kembali nyangkruk di kediaman Mas Agus. Dan pertemuan kali ini sangat membahagiakan karena Majlis gugurgunung mendapat kebahagiaan silaturahmi dengan kehadiran Mas Yudi Rohmad beserta istri. Beberapa saat kemudian sedulur gugurgunung dari berbagai sudut hadir dan menyemarakkan pertemuan. Diawali dengan lantunan munajatan seperti biasa oleh Mas Jion, menjadi pembuka malam diskusi kali ini. Mas Dian menyampaikan mukadimmah tema diskusi “Hitam dan Putih” yang telah disiapkan sebelumnya. Dilanjut dengan sesi alam-alaman, kondho-takon.
Sebuah pertanyaan dari pengalaman Mas Kasno selama di Brebes yakni, disana terdapat sebuah perkampungan daerah pesisir yang mana dahulu merupakan kampung dengan masyarakat yang memiliki pekerjaan yang memanfaatkan alam di sekitarnya yaitu menjadi petani garam. Bahkan dengan garam ini pernah mampu memberangkatkan hampir semua KK menunaikan ibadah Haji. Pertanian garam disana cukup berkembang dengan penghasilan garam yang berlimpah. Namun suatu ketika beberapa masyarakat disana mulai banting stir untuk melakukan budidaya Udang Windu yang mana memiliki keuntungan lebih besar daripada garam. Seiring berjalannya waktu, metode-metode yang dipakai untuk budidaya udang ini salah satunya ialah dengan memperdangkal atau menghambat aliran sungai. Sehingga tak lama berselang kampung dimana masyarakat tersebut tinggal, mulai terendam oleh air rob, karena aliran air di sungai dan sekitarnya tak berfungsi sebagaimana mestinya.
Beberapa usaha ditempuh oleh masyarakat mengembalikan ailiran air seperti dahulu lalu meninggikan jalan tetap kurang memberikan dampak yang positif. Dari kejadian ini muncul sebuah pertanyaan, apakah ini berhubungan dengan siklus fitrah alam dan thawaf antara cahaya (fisika) dan air pasang (bulan) yang selalu berhubungan. Dimana jika terjadi luapan air rob setiap hari, maka seperti halnya bertawaf setiap hari?
Langsung ditanggapi oleh Mas Yud dan Mas Agus, dimana kejadian tadi disebabkan dari air sungai / kali tidak berjalan sebagai mana mestinya. Pada awalnya yang kampung pesisir tersebut diberkahi oleh Allah, karena menghasilkan garam yang mampu dinikmati oleh semua manusia di segala level sehingga Allah pun meridhoi dan memberkahi masyarakat tersebut. Lalu terdapat godaan yang menghasilkan materi lebih banyak, dan juga serta-merta mengubah sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain menjadi manfaat bagi diri sendiri. Ketika materi menjadi prioritas utama jelas Udang Windu memiliki jumlah keuntungan yang bisa dikeruk lebih besar.
Namun ketika membicarakan nilai, maka garam memiliki jumlah kemanfaatan yang jauh lebih besar dan luas. Kesimpulan yang dapat diambil ialah, ketika melakukan sesuatu hal yang tidak bermanfaat untuk orang lain maka harus bersiap untuk kehilangan atau berkurangnya berkah dari Allah. Solusi non teknis yang bisa dilakukan ialah harus melakukan ruwatan. Dimana alam masuk ke dalam diri, dan diri masuk ke dalam alam.
Seperti halnya kita merupakan tanaman benih fitroh yang tertimbun dalam tanah (wadag diri kita), untuk nantinya apakah akan tumbuh, merindang, berbunga, berbuah juga tergantung pada proses pemupukan dan asupan baik fisik maupun cahaya padanya.
Gravitasi Bulan & Gravitasi Bumi
Ini bukan berbicara tentang science, hanya meminjam istilahnya untuk mencoba memadu padankan pada pasang surut diri dengan konsep daya tarik.
Daya Tarik bumi dan Daya Tarik bulan, tarik menarik terutama tampak sekali pada saat pasang. Pasang surut maka sedang kuat daya tarik buminya. Sedangkan saat pasang naik maka sedang kuat daya tarik bulannya.
Sedikit bermain silogisme, jika bumi adalah pasang surut, dan pasang surut adalah keengganan beranjak, dan keengganan beranjak adalah keterpikatan pada pesona bumi, dan keterpikatan pada pesona bumi adalah penurunan kadar Iman dan Taqwa, maka : Khalifahilah bumi dengan jiwa pengabdian agar tak terjadi pasang surut di ranah rahasia imanmu dengan nguri-uri “daya tarik Bulan” yakni ketersambungan cinta kepada Rasulullah (Bulan dan Matahari).
Tentang daya tarik antara bulan dan bumi sendiri dapat kita pelajari bahwa, jika ada dua hal yakni pasang dan surut. Dimana jika lebih kuat pada daya tarik bumi maka akan terjadi surut. Dan sebaliknya apabila daya tarik kepada bulan lebih kuat maka akan terjadi pasang.
Mas Agus melanjutkan bahwa kita yang malam ini sudah berkumpul, kemungkinan ialah sebenarnya memang pernah berkumpul pada suatu waktu dan kita lupa dengan adanya identitas yang menutupi yaitu tubuh. Jika manusia menggunakan kartu tipis tanda penduduk untuk mengatakan itu adalah identitasnya sebenarnya hanya berisi beberapa informasi dengan asumsi telah memaparkan identitas utuh seseorang namun tetap tidak merepresentasikan diri kita yang sebenarnya. Tubuh pun berfungsi seperti kartu tipis itu. Kita akan dikenali dari keberadaan tubuh, namun tubuh tidak selalu sama dengan diri kita. Karena tubuh tidak bisa menunjukkan semua informasi diri seseorang.
BERSAKSI
Bersaksi tidak harus menggunakan mata. Karena itu hanyalah versi dhohirnya. Dan sebenarnya adakah gelap dan terang? Sebenarnya gelap dan terang itu tidak ada, karena hanyalah ada terang benderang dan kita memerlukan syarat untuk menyaksikannya. Karena jika kita tidak memiliki syarat, maka yang ada hanya kita menutupi cahaya yang terang benderang tersebut dan menjadi bayangan/ gelap (cover-kafir-kufur). Karena kita sendiri tidak mampu untuk menciptakan kegelapan. Tidak ada gelap yang ada hanya terang. Bahkan pernah sang Kalimullah Nabi Musa pun ketika meminta untuk melihat cahaya tersebut, langsung seketika gunung bersujud dan bahkan tidak mampu menahannya hingga gunung Tursina pun merebah. Seketika Nabi Musa ditemui dengan cara yang tidak dengan melibatkan wadag dimana wadag akan memiliki batas kemampuan paling ringkih dibanding batas kemampuan jiwa, dan batasan jiwa masih belum setangguh kekuatan Suksma seseorang.
Mas Yud menambahkan pada istilah ‘Arob bila ’ain (‘arabb tanpa ‘ain) ketika ‘ain hilang maka akan hanya ada rabb. Ahmad bila mim (ahmad tanpa mim) ketika mim hilang hanya ada ahad. Karena kegelapan abadi itu lebih tua, seperti halnya digunakan warna hitam pada wisuda, Ka’bah, dan bendera sang Rasulullah.
Suatu ketika ada seseorang dari Jawa berpayah-payah datang ke negeri nung jauh yang konon ia yakini sebagai Sang Noto. Ia ikuti kata hatinya dengan mendekat pada cahaya wahyu tersebut tanpa putus asa. Ia sesungguhnya melakukan perjalanan untuk menemui Rasulullah. Sesampai disana orang ini tidak bisa berbahasa Arab, selayaknya ia berbicara kepada seorang Ratu ia menggunaka bahasa Jawa kromo hinggil sebagai bahasa yang ia mampu gunakan untuk menghaturkan kata-kata kepada Rasulullah SAW. Wakrtu pertemuan pun ada masa berakhirnya. Sebelum berpamitan, ia mengutarakan bahwa dia hanya meminta anjuran satu kunci untuk dia pegang selama hidup. Rasulullah memegang dada orang tersebut dan menjawabnya dengan Bahasa Arab, oleh orang itu didengar Rasulullah memberikan pesan dengan bahasa Jawa kepada orang tersebut. Inti pesan Rasulullah kepada orang tersebut adalah “ulati ing tyas rika” atau dalam bahasa Indonesia artinya dengarkanlah petuah hatimu. Sesungguhnya Rasulullah hanya menegaskan bahwa orang tersebut dianjurkan untuk melanjutkan apa yang sudah ia gunakan dalam menentukan kemana melangkah. Yang dilakukan orang tersebut sudah sangat baik karena mendengarkan kata hatinya dan kata hatinya melangkahkan kaki kepada kebaikan dengan segala kesusahan dan kepayahan. Setelah mendapat petuah dari Rasulullah ia kemudian mohon pamit untuk pulang kembali ke Jawa beserta satu petuah yang telah dipegangnya tersebut “Ulati ing tyas rika” / “Istafti Qolkaba”.
00.00
Kembali Mas Yud melanjutkan, bahwa pada jaman dahulu belum seperti sekarang. Dilihat dari segi jarak dan transportasi yang tidak seperti sekarang. Setiap roh yang diturunkan oleh Allah ke bumi, selalu ada ritual yang dilakukan, yakni adanya sebuah pertanyaan,” Apakah Aku Tuhanmu?”, lalu roh tersebut bukan menjawab dengan Na’am (yes), tetapi Bala (exactly). Dan pada Yaumu alastu (hari ketika kita ditanya), Malaikatlah yang menjadi saksinya. Kemudian tepat pukul 00.00 malam ke 27 bulan romadhon semua melihat ke arah jam. Dan Mas Agus mencoba memberi sedikit wedaran tentang angka-angka tersebut untuk kita pelajari.
Nol (0) adalah sebuah angka keikhlasan, dimana seseorang mengabdi tanpa berpretensi apapun. Dan angka nol tersebut berjumlah 4 (empat), dikaitkan dengan adanya empat Malaikat yang penting untuk kita ketahui dalam kehidupan ini. Dalam diri manusia memerlukan sebuah rumah/wadah yang dapat mereprentasikan kerja empat malaikat. Ketika manusia mau untuk tunduk kepada Allah , maka Allah pun akan meridhoi manusia untuk mendapat serpihan kecil agar entitas diri manusia mau mengikuti kehendak manusia karena ada malik di dalamnya, namun karena setiap manusia tertutup oleh tanah/lemah maka menjadi lupa bahwa itu bukanlah milik manusia tersebut. Ketika manusia sedang kufur, tubuh manusia tersebut tetap mengikuti karena didalamnya ada Malik. Oleh karena itu manusia diberi tugas yang dalam proses pengerjaannya dapat berpotensi terkena fitnah bumi jika kita melihat pada sejarah 3 (tiga) malaikat.
4 Malaikat
Yang pertama ialah malaikat Jibril. Dimana melaluinya kita diberikan sebuah ide, gagasan, inspirasi dan untuk manusia berkapasitas yang lebih baik diberi wahyu seperti halnya para nabi. Namun sering dari setiap manusia menyangka bahwa setiap ilmu hanya didapat dari sekolah yang formalitas saja, tanpa menghiraukan entitas-entitas lain di sekitarnya, yang sering kali membuat diri kita lupa. Malaikat yang kedua ialah Mikail, dimana beliaulah yang diberi tugas untuk mempersiapkan wadah yang stabil misalnya didalam mengatur rejeki, mengatur alam, mengatur pertemuan dan keseimbangan tubuh/kesehatan. Namun sering kali manusia menyangka bahwa kita mendapatkan kesehatan dari rumah sakit, tempat fitness/ gym dll. Dan yang ketiga ialah malaikat Isrofil dimana melalui beliaulah kita mendapatkan gelora yang membangkitkan dengan sangkakalanya sehingga kita mampu untuk bangkit/qiyam.
Namun seringkali kita salah gunakan hal-hal demikian tadi untuk kepentingan diri kita sendiri. Dan dari ketiga fungsi malaikat ini kita seharusnya sudah cukup untuk merasa diri kita hidup atau mati. Apabila gagal untuk mengidentifikasinya, maka hidup ini tak lebih dari sebuah rumput yang sadar ada benih saat hidup, karena pasti hidup yang demikian ini sangatlah sempit karena takut akan sebuah persaingan hidup. Dan sebagai malaikat keempat yang menentukan apakah diri manusia ini terkena fitnah dunia atau kita mampu untuk bertasbih,bertahmid,bertahlil dan bertakbir ialah malaikat Izrail.
Kembali kepada angka 00.00 yang memiliki kemungkinan untuk menambah digit, juga karena telah sampai pada jam 24 (jika dijumlah adalah 6, namun tidak ditulis karena satu angka setelah angka 6 ialah angka 7, yakni pituduh, pitulung dll) Ada sisi dimana kita memiliki anjuran dalam melakoni kehidupan ketika kita membicarakan peredaran matahari dan bulan. Dalam satu hari terdapat 24 jam dan terdapat 5 titik waktu (sholat) yang mampu kita kelola untuk meruwat diri kita, untuk mengenali diri kita. Dan juga hal ini merepresentasikan waktu yang tepat untuk menyapa 4 elemen (4 malaikat) bahwa mereka mengabdi kepada sang Malik agar sinkronisasi dapat tercapai.
Pada saat menjelang terbitnya hari kemungkinan terjadinya kekeruhan sangat kecil, maka diperlukan dua putaran saja. Disaat siang dan sore karena kemungkinan potensi terjadinya kekeruhan besar maka diperlukan empat kali putaran (rakaat). Dan ketika hari mulai terbenam, juga aktivitas manusia mulai sedikit mengendap maka diperlukan tiga putaran saja. Dan ketika malam yang tenang namun panjang maka diperlukan empat putaran lagi.
Begitu setiap hari untuk mencapai sebuah sinkronisasi, supaya empat Malaikat itu mengabdi dengan penuh kerelaan, karena jika tidak sinkron maka empat Malaikat ini kemungkinan bisa protes kepada sang Pencipta bahwa makhluk yang dikatakan sebagai khalifah di muka bumi ini tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan walaupun empat Malaikat ini tetap bisa membantu dengan tugas yang diperintahkan kepadanya untuk membantu kehendak manusia, namun bukan dengan kerelaan, bahkan dengan keterpaksaan dan siap menjadi saksi di kemudian.
Dialog diri kepada diri
Oleh karena itu manusia juga harus mampu mengakurasi fungsi genggaman tangan, setiap langkah kaki untuk saling tolong menolong dan hal ini hanya akan kalah dengan adanya kemalasan. Ada sedikit cerita tentang percakapan antara manusia dari lahir hingga tua dengan janinnya sewaktu didalam kandungan.
Ketika seorang manusia tersebut terlahirkan di dunia dan menjadi bayi maka dia berkata kepada janinnya, “Bersyukurlah kita yang telah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan, walaupun kita masih bisa membuka dan memejamkan mata saja dan kita sadar bahwa sulit untuk mengucap syahadat meski hati sungguh telah bersaksi”.
Lalu seiring berjalannya waktu si bayi telah menjadi seorang anak. Dan si anak tadi berbicara dengan si janin, “aku sudah diberi kenikmatan bahwa aku dapat berbicara, berjalan bukan hanya sekedar membuka dan memejamkan mata”, lalu si janin menjawab, “ baguslah, tapi semoga tingkah laku dan ucapanmu tetap sinkron dengan kesaksianmu”.
Lalu ketika mulai beranjak remaja berkata lagi kepada si janin, “aku telah bisa merasakan yang namanya cinta, lengkap sudah hidupku”, dan si janin menjawab kita ini sudah diberi stempel untuk menjadi abdi gusti Allah, semoga hatimu masih sejalan dengan itu”, dan si remaja menjawab “Tenanglah, kita ini sedang hidup didunia, tak perlulah sedikit-sedikit berbicara demikian”, lalu ketika si remaja merasakan kekecewaan cinta di dunia si janin lalu berkata “Itulah sedikit cara untuk mengingat kembali, bahwa setiap persoalan itu tidak akan selalu sesuai dengan apa yang diharapkan”.
Ketika si remaja beranjak dewasa lalu memiliki sebuah keberhasilan karir, lalu sombong kepada si janin dan si janin kembali berkata, “dirimu kurang adanya kehadiran gusti Allah, yang ada hanya dirimu memuliakan dirimu sendiri”, dan si manusia ini ketika sudah beranjak tua yang fisiknya sudah tidak sekuat dulu berkata kepada si janin, “aku sudah lemah, tidak berdaya, dan ternyata benarlah ucapanmu selama ini”, lalu si janin mengajaknya kembali kepada sang pencipta.
Dari kisah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, yang dicintai oleh Allah bukanlah diri kita ini namun adalah diri yang mampu mempertahankan dan mengerti fitrohnya selama menjalani kehidupan. Demikian Mas Agus memberi ilustrasi.
Mas Yud menambahkan bahwa setiap kali kita mendiskusikan sesuatu dalam sebuah lingkaran akan mendapatkan banyak sekali materi, namun alangkah baiknya jika bukan materi yang kita kumpulkan melainkan rasa yang akhirnya dapat kita implementasikan kepada orang lain dan tidak hanya keluar di lathi atau mulut saja namun sampai ke laku perbuatan.
DIN
Ada sebuah pertanyaan yang muncul, tentang arti dari kata “DIN”. Mengapa? Karena ada dua arti yakni pertama adalah agama, dan yang kedua adalah pembalasan (yaumiddin-hari pembalasan). Langsung ditanggapi oleh Mas Yud, bahwa dijelaskan agama seharusnya digunakan sebagai ageman (pakaian), bukan sebagai gaman (senjata). Banyak tokoh-tokoh jaman sekarang yang mempergunakan agama sebagai gaman, bukan sebagai ageman. Karena kerapkali mempergunakannya sebagai sarana untuk mencari keduniawian. Dan ketika agama (DIN) digunakan sebagai mana demikian maka akan menjadi pembalasan (pada yaumiddin/ hari pembalasan).
Tiga Proses Kehidupan
Dalam susunan huruf vocal pada abjad sering kita dengar AIUEO. Disini kita akan mentadabburinya sebagai sebah metode dalam menjalani proses kehidupan. Disini kita mengambil tiga huruf pertama yakni A,I dan U baru kemudian E dan O. Dan serta hal ini sering digunakan pada orang-orang Jawa jaman dahulu. Oleh karena itu sering digunakan untuk menyatakan urutan sebuah proses.
Dalam Islam huruf “A” identik dengan alif atau fathah yang cenderung bersimbolkan terbuka, huruf “I” identik dengan kasroh ataupun ya’ yang disimbolkan berbentuk pecah, dan U identik dengan dommah atau wau yang disimbolkan gabungan dari dua huruf sebelumnya. Bahwa pertama kita akan membuka kemungkinan-kemungkinan yang biasanya kurang baik, lalu proses kedua bahwa akan terjadi sebuah perpecahan dan apabila kita berhasil menggabungkannya maka kita akan menjalani kehidupan yang lebih baik. Dalam istilah Jawa sendiri sering digunakan tiga buah kata yang mengandung urutan unsur A, I dan U. misalkan Asah, Asih, Asuh ; Urap,Urip, Urup ; Sasar, Sisir, Susur ; Tanggal, Tinggal, Tunggal atau bahkan dalam istilah Islam yakni Nar, Nir, Nur dan masih banyak lagi contoh yang lainnya.
Hal ini disebut sebagai otAk, atIk, gathUk. Dimana otak melambangkan simbol pikiran, dan atik disimbolkan hati/ati dan gathuk atau lengkap, ketika kita mampu mempergunakan otak dengan hati maka akan lengkap untuk menemukan sebuah kesejatian. Jika dalam kisah Sunan Kalijaga menyambungkan kepala dan tubuh sebuah dengan kayu jati.
Empat
Angka empat sendiri juga memiliki banyak arti. Dan rumusan yang diberikan oleh Mas Yud ialah menggunakan kompas, mata angin, elemen dan warna. Dan malam diskusi pada 27 Ramadhan ini diakhiri dengan sahur bersama sambil melakukan obrolan ringan. Banyak hal yang disampaiakn ibarat panen buah-buahan hikam. Namun tidak semuanya mampu terekam dalam catatan.
Andhika Dhika Hendryawan
Ungaran, 27 Ramadhan 1437 H – Majlis gugurgunung