SULING

Pembicaraan tentang suling di wall mas Kasno Kirana pada 6 Juli yang direspon oleh mas Yudi Rohmad
Suling iku mengku Asma Al-Basith wal-Khofidh. Iso nggo sarono njelaske bukaktutupe dalan rejeki, bukaktutupe panguripan, bukaktutupe hidayah, bukaktutupe ngelmu. Hanya dalam kasus sangat jarang ia butuh dibuka semua atau ditutup semua. Yo ngunu iku ngaurip ing ngalam dunyo.
Berpadunya jari tangan Kiri – kanan ; Atas – Bawah, tidak ada lengan baik atau lengan buruk, yang ada adalah kesatuan memanunggalnya Kiri dan Kanan di dalam Hirup (tarikan napas, hidup). Pengaturan Napas (masuk dan buang) merupakan konsep penataan hidup, disiplin, mawas diri dan sadar atas keterikatan diri (hirup) dan Renghap (napas). Maka ketika kanan-kiri berpasangan memainkan irama kehidupan lahir-lah suatu gelombang suara penuh perhitungan dan perasaan dan merupakan konsep Harmoni yang serupa dengan tata keseimbangan alam, jiwa dan Raga, langit dan bumi, air dan api, baik dan buruk. 3 Jari tangan kanan-kiri yang mengatur nada pada lubang suling merupakan simbol Trisula (3 ketentuan yang benar).

Kata “Suling” asalnya SU LA HYANG adalah “ketentuan dari para pemimpin yang benar“ atau “ Ketentuan yang memimpin pada Kebenaran”. setelah terjadi evolusi bahasa yang berlangsung selama ratusan tahun maka berubah menjadi SU LING dengan demikian kata SULING telah berubah makna menjadi “Eling sangkan bener” (mawas diri demi kebenaran) SU = Benar; LING = kependekan kata dari LA HYANG yang artinya LA = Ketentuan, sedangkan HYANG = Pemimpin. Monggo disambi matekahi Njeng Nabi Dawud (King David), Shri Krsna, dan Shidaatta. Dulu, “Suling” harus dimainkan dengan menggunakan Trisula yang penuh perasaan dan perhitungan agar mampu mencapai kemanunggalan Upasaka Panca niti: 1. Niti Arti (mengerti) 2. Niti Surti (memahami) 3. Niti Bukti (membuktikan) 4. Niti Bakti (membaktikan) 5. Niti Jati (kesejatian, manunggal)
Setelah mendapatkan Pusaka Panca niti manusia akan terbebas dari keduniawian “Mulang ka asal mulih kaJati” yang artinya bukan hanya kematian, melainkan menjadi Dewa-sa (bersatu dengan Cahaya). Pulang kepada asal muasalnya diri dan kembali kepada Jati dirinya, inilah yang disebut Mawas Diri, tahu diri rasa – rumasa (Rasa = manunggal Cahaya, Rumasa = manunggal cahaya ibu / Pertiwi). Terlepas dari munculnya macem2 alat tiup dan alat petik, dalam hal ini aku mung nyinaoni lubang suling dan senar gitar yang sama2 ada 6. Sungguh banyak pelajaran disini. Shidaatta Gotama baru tercerahkan dan menemu jalan tengah karena suara gitar yang ia dengar saat ada rombongan pemusik melewati tempat pertapaannya. Kalau senar gitar terlalu kendur, gak berbunyi indah. Kalau terlalu kencang, bisa putus. Cukuplah 6 senar, cukuplah 6 lubang suling, sudah dapat melahirkan tak terbatas irama. Tidak lantas butuh banyak lubang dan banyak senar. Begitupula rejeki yang berupa materi atau immateri. Rejeki ilmu dan harta, secukupnya saja, yang penting dapat hadirkan tak terbatas irama iman dan tarian amal perbuatannyata.
Facebooktwittertumblr
Posted in Kembang Gunung.