MENGANYAM

Berawal dari sebuah ucapan yang terkesan guyonan, namun dihitung sebagai sebuah janji oleh salah seorang penggiat di Majlis Alternatif Jepara. Hingga membuat kami berdua akhirnya kesampaian juga melingkar dalam sebuah simpul di bagian utara Pulau Jawa ini.

Adzan Isya’ selesai dikumandangkan, motorpun sudah menanti di halaman untuk kami ber-tancap gas dari Semarang menuju Jepara. Waktu menunjukkan hampir pukul 21.00 WIB dan sampailah kami di sebuah rumah yang berada tepat di depan Balai Desa, sambutan hangat mulai terasa dari satu dua sedulur yang kami temui di depan rumah tersebut. Untuk sejenak kami menunggu di beranda sebab di dalam terdengar orang-orang sedang membaca Al Qur’an dimana setelah kami telusuri memang setiap kali lingkaran Majlis Alternatif diawali tepat pukul 20.00 WIB dengan kegiatan khataman Al Qur’an yang menjadi salah satu fokus kegiatan dari Majlis Alternatif.

Usai sudah khataman Al Qur’an dilanjutkan dengan sholawatan untuk mengharapkan syafa’at dari kanjeng nabi besar Rasulullah Salallahu ‘alaihi wassalam. Khidmatnya acara juga dengan harapan meng”hadir”kan Rasulullah di tengah-tengah kami semua.. amin.. ya robbal ‘alamin.

Kemudian, memasuki sesi diskusi. Kurang lebih 30an orang berada dalam ruangan tersebut. Pria wanita, baik dewasa sampai anak-anak melingkar dalam satu lingkaran paseduluran. Diskusi dengan tema “Para Pekerja Malam” yang dimoderasi oleh Mbak Dewi yang juga sambil memperkenalkan satu persatu sedulur yang baru pertama kali turut melingkar.

Dengan tema “Para Pekerja Malam”, memunculkan berbagai respon. Ada yang seketika berpendapat seperti kupu-kupu malam, hingga pembicaraan menjadi sedikit melebar termasuk sedikit kisah yang diceritakan oleh seorang jama’ah disana yang prihatin bahwa sempat melihat wanita malam di sekitar kampung tempat tinggalnya. Keprihatinan bahwa seorang wanita yang harusnya menjadi tiang negara/cagak negoro atau sebagai pelaku utama pembentuk generasi, justru melakukan hal seperti itu.

Keprihatinan lain juga muncul kepada pekerja dengan shift malam di pabrik-pabrik. Hingga tidak sempat atau mungkin menjadi kurang untuk memberikan perhatiannya kepada keluarga khususnya anak. Umum diketahui bahwa cuti melahirkan yang mampu didapat oleh seorang buruh wanita maksimal hanyalah 3 bulan dengan pembagian 1,5 bulan pra dan 1,5 bulan pasca melahirkan. Padahal ASI eksklusif yang harus diberikan oleh seorang ibu kepada bayi adalah 6 bulan. “Lalu sisanya menyusu kepada siapa? Sapi? Anak orang atau anak sapi?” Demikian celoteh Dian (salah seorang penggiat di Majlis Gugurgunung).

Mbak Rosa yang masih berstatus pelajar menanggapi bahwa sebagai seorang pelajar, maka pekerjaan di malam hari ialah belajar. Masih senada dengan yang disampaikan oleh Mas Rizal yang mengatakan tentang malam digunakan untuk tidur namun jika pikirannya masih bekerja maka disebutnya sebagai sebuah pekerjaan. Pak Eko juga menyebutkan di dalam Al Qur’an tertulis bahwa malam digunakan untuk beristirahat.

Menurut ilmu medis modern, dikatakan bahwa tidur yang paling baik ialah jam 10 (sepuluh) malam sampai jam 1 (satu) pagi, dimana menjaga metabolisme tetap seimbang. Bahkan Nabi pun mengajarkan hal serupa yang sudah pernah dilakukannya sejak dahulu. Dimana beliau membagi malam menjadi 3 bagian. Bagian yang pertama digunakan untuk keluarganya, bagian kedua dipergunakan untuk dirinya sendiri yakni tidur, dan bagian terakhir dipergunakannya untuk beribadah.

Lagu Indonesia Raya yg dinyanyikan bersama dan dipimpin oleh Mbak Ikrom

Di sela sesi diskusi, Mbak Ikrom diminta menyanyikan lagu “Indonesia Raya” yang diikuti oleh seluruh hadirin dengan berdiri. Kemudian dilanjutkan dengan Mbak Ikrom menyanyikan lagu “Deen Assalam”. Selain perform berupa sajian musik, Mas Hisyam juga diminta membacakan puisi buatannya. Sastra indah dalam setiap kalimat, sarat makna, serta penghayatan dalam pembacaan membawa pendengar menikmati puisi tersebut.

Memasuki diskusi sesi kedua, suasana menjadi serius. Pembahasan tetap santai namun menjadi lebih visioner, dengan memasang indikator cita-cita bersama. Beberapa kegiatan yang menjadi fokus kegiatan dari Majlis Alternatif yakni, kegiatan Andum Bebungah, sebuah kegiatan untuk membagikan kebahagiaan pada penghapal Al Qur’an. Selain itu juga dari Majlis Alternatif mengadakan rutinan khataman Al Qur’an, semoga hal ini menjadi salah satu keseriusan untuk lebih mendekat kepada pencipta Al Qur’an itu sendiri. Bahkan dianjurkan pula kepada sedulur-sedulur disana untuk membeli Al Qur’an untuk dibaca dan diwariskan kepada anak turun. Sebab menurut Mas Wahid dianggap ketika membaca Al Qur’an warisan maka juga mewarisi bacaan Al Qur’an dari pembaca sebelumnya.

Selain kegiatan tersebut, ada pula sebuah program kegiatan Kampus Sawah, dengan tema “Makan Bersama Kanjeng Nabi” yang rencana akan digelar pada bulan Maulid. Sebuah kegiatan tanam-menanam bermacam-macam sayuran untuk nanti dipanen dan dikumpulkan serta dimasak dan dimakan bersama tepat pada hari kelahiran Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam. Tanaman-tanaman yang ditanam di pekarangan rumah, serta dengan tangan-tangan sendiri untuk mencoba menjadi manusia berhati petani. Diskusi terus berjalan dan dipungkasi hingga pagi menjelang.

Kami yang sengaja ingin berlama-lama di Karangrandu tak ingin segera pulang. Pergantian kelir dari gelap terus kami kawal dengan tanpa tidur. Bubur serabi terbungkus daun pisang menjadi teman mengobrol pagi ini. Kami diajak berjalan-jalan menuju lokasi Kampus Sawah.

suasana kehangatan pagi

Sesuai dengan namanya, yakni sepetak sawah dengan gubug yang berukuran cukup besar dari biasanya berada di pinggirannya. Hembusan angin, aliran sungai, dengan puluhan bebek berenang diatasnya. Kampus Sawah, kami juga berkesempatan untuk mengunjungi “Rumah Bahagia”. Dimana rumah tersebut diharapkan dapat menambahkan kebahagiaan bagi orang-orang yang memasukinya.

Makan bersama dikampus sawah

Awalnya Rumah bahagia adalah rumah pribadi Mas Kaffi. Untuk memudahkan  penyebutan lokasi, maka dipilih kata “Rumah Bahagia”. Sebuah rumah yang mengharuskan semua orang yang berada di dalamnya untuk tidak boleh susah. Salah satu yang mendasari adalah karena maraknya industri  rumah sakit/klinik kesehatan yang tersebar tiap beberapa radius kilometer saja. Kenapa harus rumah sakit, Kok tidak dikembangkan menjadi rumah bahagia saja???

Adapun kegiatan saat ini adalah sebagai sekretariat KAMPUS SAWAH dan INDOKAFF. Tiap Senin sampai Jumat pagi diadakan Sinau Bareng Kampus Sawah disini. Ketika sore dan malam biasanya untuk diskusi umum. Demikian seputar tentang “Rumah Bahagia”.

suasana hangat di rumah bahagia

Masih berlanjut di tempat ini, usai dibuka dengan pembacaan Al Fatihah dimulai dengan forum pagi. Dimana forum pagi, siang dan malam biasa diadakan di tempat ini. Beberapa kegiatan yang dibahas disini ialah Indokaff, Kelas Inspirasi, termasuk juga Majlis Alternatif dan Kampus Sawah. Indokaff ialah produk-produk seperti sabun cuci, sabun pel, parfum dll yang dibuat sendiri oleh Mas Kaffi dengan bantuan sedulur-sedulur lain.

Ketika kami bertanya tentang Kelas Inspirasi, “saat ini baru berisi 2 (dua) siswa namun 3 (tiga) tahun lagi mungkin sudah menolak siswa” kelakar Mbak Dewi. Lebih lanjut tentang kegiatan ini ialah, kegiatan tentang sekolah non-formal bagi siapa saja yang mau untuk mengikutinya.

Masih banyak hal yang sebenarnya menjadi pembahasan, bahkan hanya sangat sedikit yang tertuliskan disini. Sedikit mengambil ungkapan dari Mas Agus Wibowo, bahwasannya “Kegairahan kegiatan konstruktif yang terjadi di karangrandu benar-benar merupakan tabungan energi murni, tidak berbentuk, tidak memiliki warna, hanya terang, tidak akan busuk, awet dan bisa diunduh untuk menyingkirkan kegelapan (kesempitan berpikir), bisa diwariskan untuk anak turun yang supaya anak turun tidak sempit dalam berpikir dan pintar meneruskan menabung cahaya”.

Sekian pengalaman yang dapat kami bagi di Majlis Alternatif, dengan sejumlah distorsinya mohon dimaafkan, dimana sekian distorsi ini dapat kita kikis dengan mempelajarinya secara langsung di sana. Sekian reportase kali ini, semoga bermanfaat.

 

Andhika H

Jumbuh Pantun

Kampus Sawah (15 juli 2018)

Pada edisi sewindu perjalanan Kampus Sawah kali ini mengusung tema KARANGRANDU LUMBUNG PADI JEPARA. Sebuah tema yang berfungsi menguatkan doa agar Kampus Sawah senantiasa diberi kemudahan untuk mengkontribusi ketahanan pangan nasional lewat Karangrandu sebagai lumbung padinya masyarakat Jepara dan sekitarnya. Hal ini bukan hal baru sebenarnya, menurut Pak Maskuri selaku perangkat desa yang kebetulan hadir dalam Jumbuh Pantun kali ini ikut menyampaikan bahwa dulu tiap kali panen ratusan orang dari luar desa di wilayah Kabupaten Jepara datang untuk (istilahnya dulu mbayong) menikmati hasil panen padi desa Karangrandu.

Acara yang diketuai Mbak Siti Aisyah tersebut berlangsung meriah dan menggembirakan. Anak-anak kecil bisa leluasa bermain cublak-cublak suweng bersama Mbak Aliya Dewi. Bpk Maskuri, Pak Hambali, Pak Mahyan, Ibu Faizah turut serta mengajari bagaimana panen menggunakan ani-ani. Perlu diketahui ani-ani adalah alat potong tradisional yang cara potongnya dengan memotong padi per untai. Beda dengan alat potong modern yang langsung memotong untuk sekian rumpun padi. Hal ini lah yang memantik Mbak Naris (istri Pak Hadi Ngusman, sesepuh Majlis Alernatif) untuk turut mengingatkan betapa banyak bulir-bulir cinta terhimpun kepada Sang Junjungan apabila tiap kali memotong padi juga terising senandung atau membaca sholawat Nabi.

Satu lagi sajian khas masyarakat Karangrandu yang juga menjadi sajian khas Jumbuh Pantun. Dibungkus daun jati, diisi nasi dan tempong (ikan asin), sedikit sayuran yang tanpa kandungan kimia, diracik dengan kegembiraan pengolahnya, terbungkuslah kenikmatan lahir bathin yang terkumpul dalam bungkus demi bungkus SEGO BENTEL, nasi bungkus sederhana namun pesona kenikmatannya istimewa.

Kehadiran tokoh masyarakat, tokoh tani, temen-temen muda yang berasal dari berbagai desa yang turut mengapresiasi acara tersebut dengan doa dan harapan agar acara seperti ini terus dilakukan sebagai kado untuk generasi. Harapan yang sama juga disampaikan oleh Simbah Muhammad Ainun Nadjib (Mbah Nun) ketika beliau dikabarkan perihal acara Jumbuh Pantun ini. Mbah Nun menyampaikan bahwa Jumbuh Pantun adalah rintisan yang dalam jangka panjang dunia akan tahu untuk kembali ke PERADABAN TANI, karena kalau terlalu teknologis dan mengutamakan industri : ora midak lemah, ora nyuroso bumi, dadi ora manggraito langit (tidak menginjak tanah, tak bersanubari bumi, dan tak menurani langit). Maiyah duwe penemu bab HATI PETANI dan NAFSU PEDAGANG.

Yang Mbah Nun wasiatkan tersebut semoga makin menguatkan tekad bahwa yang kini tengah dibroyo teman-teman Karangrandu merupakan langkah futuristik untuk memurnikan HATI PETANI kembali semangat tandur, merawat, mencurahkan kasih-sayang, sebagai kekayaan jangka panjang dan sikap hidup yang tidak hanya sekedar berlaku di area sawah saja. Namun kemana hati dibawa disitu pula jiwa petani hadir. Pun sekaligus menjadi tetenger atau tanda bahwa jangan sampai HATI PETANI ini lantas berubah wajah menjadi NAFSU PEDAGANG yang disorientasi pada keinginan berupa keuntungan materi dan kekayaan berjangka pendek, jauh lebih pendek dari keseluruhan usia hidup kita di dunia yang pendek.

 

Anak-anak jaman gadget tetap harus mengenal Sawah sejak dini

 

Gubuk Kampus Sawah yang sederhana namun sering menjadi muara cinta dari kerinduan untuk senantiasa bersama.

 

Seiring mentari pagi nan hangat, acara pun dimulai

 

Doa dan sambutan untuk menandai ungkapan rasa syukur atas karunia panen.

 

Generasi muda Karangrandu dengan riang belajar panen menggunakan ani-ani

Pak Maskuri memeragakan penggunaan ani-ani

 

Cara memegang ani-ani berdasar arahan Pak Maskuri

 

Ani-ani di tangan pak Maskuri

 

Mbak Aliya mengajak bermain anak-anak dengan permainan Cublak-cublak Suweng

 

Kegembiraan turun-temurun

 

Praktek panen menggunakan ani-ani

 

Pengarahan penggunaan ani-ani juga dilakukan Ibu Faizah

 

Generasi muda yang BANGGA MENJADI PETANI

 

Sego Bentel menu khas Jumbuh Pantun

 

Maka nikmat mana lagi yang engkau dustakan?

 

Aroma daun jati Sego Bentel menambah citarasa sejati

 

Kenikmatan suapan Jumbuh Pantun

 

Keindahan bersama, kegembiraan, kenikmatan, dan kebahagiaan memang universal, ia ada dalam dada manusia yang rindu cahaya entah tua maupun muda