Peran Imajiner

Majlisgugurgunung:: Malam ini tanggal 29 bulan oktober tahun 2016, merupakan Malam Minggu terakhir di bulan Oktober dan seperti biasa Majlis Gugurgunung mengadakan cangkruk budidoyo yang bertempat di taman bermain Qomaru Fuadi, Balongsari,Ungaran. Tema diskusi malam ini adalah Peran Imajiner, dan juga spesial persembahan pagelaran  Wayang Kerdus mBangetayu.

Tepat jam 20.30 WIB cangkruk budidoyo malam ini diawali oleh Moderator Gugurgunung yakni Mas Dian.  Lalu dimulai dengan membacakan al fatihah untuk almarhumah ibu dari Mas Tyo yang meninggal beberapa hari yang lalu, semoga beliau meninggal dalam keadaan khusnul khotimah (Amin..) . Dan dilanjutkan doa wasilah yang dipimpin oleh Mas Tyo. Dilanjutkan dengan munajat Maiyah yang dipimpin oleh Mas Jion lalu menyanyikan Mars Gugurgunung bersama-sama untuk membangun gairah dan mempererat paseduluran para jamaah.

Sedikit wedaran pembuka dari Mas Agus tentang tema Peran Imajiner untuk memantik diskusi. Sebenarnya kita telah diberi peran seperti apa yang sedang kita jalankan di dunia ini, namun kesulitan bagi kita untuk mengetahuinya karena kita telah diberikan faktor berupa lupa pada waktu awal dilahirkan, akan tetapi bersama dengan itu kita telah dikaruniai akal untuk menemukan peran apa yang akan atau sedang kita jalankan, apakah peran itu berkarakter seperti angin, api, tanah, air ataukah gabungan dari semuanya. Hal ini akan membentuk pribadi supaya kita mengetahui dari apa serta mau kemanakah kita.Agar masing-masing pribadi kita tidak mudah gatelen dan kembung apabila ada sedikit masalah, agar kita tidak mudah diadu domba dll. Dan apabila terjadi ketidaksesuaian dalam kita memainkan peran, maka akan terjadi pula kekeruhan dalam melakoni kehidupan. Segala peran yang kita mainkan di dunia ini merupakan peran imajiner saja, karena peran utama yang harus kita mainkan adalah mengabdi kepada Tuhan dan menjadi khalifah di muka bumi. Entah itu polisi, petani atau guru, semua itu hanyalah pecahan peran dari peran utama.

Majlis Gugur Gunung-Peran Imajiner

Majlis Gugur Gunung-Peran Imajiner

Tambahan pendapat tentang tema dari Pak Yai Arifin, bahwa setiap diri kita masing-masing pasti inginnya memainkan peran-peran yang terbaik walaupun pastinya tidak bisa sempurna. Dan yang perlu untuk kita menyadari ialah bahwa dari setiap peran yang kita perankan ada peranyang menyadarkan bahwa sesungguhnya kemampuan kita ini terbatas atau bahkan tidak ada. Juga Mas Leo yang memberikan pendapatnya mengenai tema Peran Imajiner ini, yakni pada jaman sekarang ini banyak sekali orang dewasa yang tidak mampu mengukur dirinya dan justru memainkan peran seperti anak kecil. Hal ini dikarenakan kebanyakan manusia tidak mengerti akangameplay. Dikatakan ada dua macam gameplay yaitu positif dan negatif, atau umum disebut dengan kebaikan dan keburukan. Jika dilihat dari ajaran agama manapun pasti didorong untuk menjalankan gameplay yang positif, namun yang sering terjadi ialah negatif yang lebih kita tekankan, oleh karena itu kita dianjurkan untuk aware. Sepertinya hanya sesimpel itu untuk menjalankan gameplay itu tadi.

Di tengah acara diskusi, tepat jam 21.30 WIB Mas Jion tiba-tiba diminta oleh Mas Agus untuk memainkan wayang yang telah tersedia. Meskipun sedikit terkejut karena tanpa persiapan namun KangMas kita satu ini mampu memainkan pagelaran wayang dengan lakon “Jagal Abilawa Mencari Tirta Prawita Dimah Ning Suci” ini dengan cukup apik. Mas Jion dengan pengetahuannya yang cukup luas tentang dunia pewayangan dan suara khasnya mampu memukau sedulur-sedulur Gugurgunung walaupun dengan peralatan seadanya juga. Canda tawa serta guyonan khas Gugurgunung pecah dari awal hingga akhir pagelaran wayang, yang semakin menggiring para jamaah untuk semakin membangun eratnya tali paseduluran dalam Maiyah Gugurgunung ini. Seakan dengan kemampuan Mas Jion, seakan gugurgunung tengah menegaskan kelahiran seorang dalang baru yang diharapkan bisa menampilkan lakon demi lakon di waktu mendatang.

Majlis Gugur Gunung-Wayang Kardus

Majlis Gugur Gunung-Wayang Kardus

Usai pagelaran wayang, Mas Agus memberikan sedikit wedaran tentang lakon yang dimainkan. Dimana Jagal Abilawa disini merupakan seorang ksatria yang berani untuk “memenggal” atau mampu memilah-milah mana yang baik dan buruk. Lalu tirta prawita dimahning suci disini digambarkan sebagai seorang wanita yang cantik serta baik. Yang membantu kita mengingat bahwa pada dasarnya semua wanita yang diciptakan itu baik, indah serta tidak asal-asalan bak Hawa yang diciptakan sebagai teman Nabi Adam di kala kesepian dan butuh seorang pendamping. Demikian halnya segala hal yang Allah ciptakan untuk menemani kita manusia, hakekatnya tanpa lelah dan menua senantiasa menyampaikan kecantikan demi kecantikannya.

Nabi , Bathara dan Dewata

Pada dasarnya ketiga istilah tersebut memiliki kesamaan arti, namun jika sesuai aturan yang ada sekarang maka kita hanya menyebutnya sebagai Nabi. Pada jaman dahulu muncul istilah tersebut karena masih banyak yang memiliki bentuk atau ukuran jasad yang besar(raksasa). Dan dengan menggunakan ilmu katon yakni sesuai dengan apa yang dilihat maka tersebutlah sebagai dewa dan denawa. Namun karena sekarang semua di ruwat dan disamakan wadag nya dalam bentuk humanoid tetapi masih membawa sifat-sifat terdahulu, maka ada yang baik seperti dewa, buruk seperti denawa ataupun campuran dari keduanya. Dan dalam perabaan, Mas Agus berpendapat bahwa Nabi dan Rasul yang kita kenal tidaklah memiliki cacat cela atau sempurna, apabila dilihat dari fungsinya yakni sebagai utusan. Beliau para Nabi dan Rasul sangat baik dalam menjalankan tugasnya meski berat dan berliku.

Mas Dian sebagai Moderator Gugurgunung membuka sesi pertanyaan untuk membat diskusi lebih hidup. Dan muncullah beberapa pertanyaan dari jamaah. Pertanyaan pertama muncul dari Mas Dian sendiri yang menanyakan tentang istilah jawa narimo ing pandum. Dan direspon oleh Mas Agus, bahwa istilah tersebut sering keliru digunakan oleh khalayak, sebagai sarana penghibur diri dikala dirundung musibah dan seakan-akan menyalahkan keadaan sehingga ia tertimpa musibah, dari peristiwa yang kurang mengenakkan lalu dienak-enakkan. Namun dapat kita artikan lain, bahwa pandum berasal dari kata dum, yang satu akar kata dengan dom(jarum) atau petunjuk, pedoman. Karena kemampuan jarum menunjuk kepada satu titik atau pedoman.  Dan garis perjalanan dari titik jarum kita menuju ke titik tujuan utama tersebut pasti akan melewati bermacam pertemuan landskap peristiwa, naik-turun, terjal-mulus, tinggi-curam, dlsb. Hal ini pasti dialami oleh semua orang, bukan hanya salah satu pihak saja. Terkadang ada yang dirasa mudah dalam menjalaninya lalu yang lain menyebutnya bejo (beruntung). Istilah bejo itu sendiri satu akar kata dengan Bagja, kabejan,kabegjan dan dalam bahasa Indonesia disebut kebahagiaan. Karena bahagia itu sederhana bukan yang istimewa. Lalu bagaimana penyikapan kita? Tentunya kembali mengingat pada gameplay tadi. Pada jaman sekarang ini, agama Islam seringkali terasa diinjak-injak. Seperti contoh kertas Al-qur’an dijadikan kertas toilet, Nabi Muhammad dihina-hina, dan masih banyak lagi. Hal itu sangat berkemungkinan terjadi sekarang dan takbisa ditahan bahkan sangat mungkinakan terus bertambah berkait dengan kegembiraan seseorang dalam membuat sensasi dan kontroversi. Sering kita dapati hal itu dari sosial media lantas dengan keroyokan memberikan komentar yang seakan-akan telah membela Agama dan menyerang musuh Agama. Padahal sejatinya musuh dari kita adalah nafsu diri kita sendiri. Bahkan walau menjadi yang minoritas sekalipun, pasti kita akan tetap menyembah kepada Allah dan memuliakan Nabi khususnya Nabi Muhammad saw. Tidaklah perlu bagi kita mengubah akhlak orang lain dengan terror, pressure dll. Karena seburuk apapun kelakuan manusia, dapat berkemungkinan bahwa itulah akhlak baik yang dia yakini. Karena fitrah manusia menuju kepada Allah itulah yang bisa kita sebut sebagai pandum. Garisnya bisa untuk berbeda, karena berangkat dari titik tolak yang berbeda namun titik tujunya adalah sama.

Duplikasi, Replikasi, Rekonstruksi fungsi

Pertanyaan kedua diungkapkan oleh Pak Zam, apakah peran yang sedang kita jalankan ini menjiplak dari peran yang telah lalu? Dan direspon oleh Mas Agus bahwa tidak ada istilah menjiplak disini meskipun terkesan ada beberapa kesamaan yang ada adalah imajiner. Misalkan cabai, cabai tidak menjiplak pedas dari cabai sebelumnya, karena cabai pasti hanya akan terasa pedas karena menurut kepada titah yang diberikannya untuk terasa pedas. Lombok terasa pedas disebut sebagai sunatullah, sedangkan untuk manusia disebut sebagai fitrah. Yang dalam istilah Jawa disebut witrah (awitaning rah) ketika terlahir di dunia/kosmologi (jagad) besar dan kecil. Ketika didalam kandungan masih berupa angka nol, lalu lahir menjadi angka satu yang membawa peran kekhalifahan. Angka satu (alif) ini tegak seperti api (simbol Nafs) yang mana akan memberikan kita identitas. Dan alif hanya berbakat untuk tegak, namun apakah kita akan mengolah nafs tadi menjadi membara, mobat-mabit, atau menjadi api yang tenang dan mampu menjadi penerang bagi sekitar. Pengolahan tadidisebut sebagai proses yang mana akan menuju kembali fitrah untuk menjadi nol kembali. Setiap diri manusia memiliki kecenderungan yang sama untuk berbuat kebaikan, karena fitrahnya sama untuk berbuat baik. Sehingga tidak ada istilah menjiplak disini, yang ada melanjutkan peran dan fungsi sesuai dengan fitrahnya.

Pertanyaan ketiga dilontarkan oleh Mas Patmo, tentang relasi antara bismillah untuk memulai dan la haula wala quwwata illa billah ditengah perjalanan. Ditanggapi oleh Mas Agus, dimana jika dalam memulai suatu perjalanan pasti mengucap bismillah, namun sebelum kita mampu mengucapkannya pasti ada haul dan quwwata atau daya dan kekuatan yang membantu kita untuk mengucap bismillah. Dan harus diketahui karena kekuatan hanyalah dari Allah saja tidak ada kekuatan dari diri sendiri.

Positif dan Negatif

Pertanyaan keempat yakni dari Mas Norman, jika peran kita masing-masing sudah tercatat, lalu bagaimana konsekuensinya jika mbalelo (menyimpang)?

Mas Agus mempersilakan Mas Leo untuk memberikan tanggapan. Mas Leo ;Efek baiknya mengapa kita tidak diijinkan mengetahui peran apa yang sudah tercatat untuk diri kita secara mudah adalah karena akan berat beban tanggung-jawabnya. Jika kita tahu peran kita menjadi orang baik, kita akan menjadi riya dan takabur. Jika kita tahu peran kita tidak baik, kita akan mudah berbuat bebas tanpa batas dan merasa terlegitimasi dalam membuat segala penyimpangan.Itu semua sangat mungkin terjadi justru ketika kita mengetahui peran apa yang harus kita perankan. Maka, ketidak-tahuan itu akan mengelola naluri akal kita dalam bertanya, mengalisis, mengevaluasi, memperhatikan, mengingat, menyadari, dlsb. Jika melenceng atau menyimpang maka akan ada mekanisme pengingat, misalkan kita diberi sakit. Karena sakit akan memberikan kita banyak waktu untuk  bermuhasabah.

Dari peran positif dan negatif, muncul pertanyaan berikutnya dari Mas Son yaitu bagaimana ketika kita harus diperankan menjadi negatif. Misalkan peran yang diambil oleh Fir’aun pada masa silam. Direspon langsung oleh Mas Agus, bahwa pada jaman sekarang ini, kita lebih diarahkan untuk menjadi dominan positif. Yang harus dilakukan oleh orang-orang positif ialah tidak lupa berterima kasih pada pihak yang telah mengambil peran negatif. Misalkan dalam contoh, kita sedang asyik bermain lalu tiba-tiba disuruh sholat. Kita merasa peran positif karena dirasa sedang bersenang-senang, dan pihak yang menyuruh sholat dirasa negatif karena mengganggu keasyikan kita bermain. Dapat kita tarik kesimpulan bahwa  yang kita rasa negatif itu belum tentu adalah benar negatif. Dan jika melihat kisah Fir’aun. Dia tidak hanya memiliki sifat buruk saja. Karena dia mampu mengembangkan sektor ekonomi, pertanian dll di negaranya. Namun kesalahannya ialah, dia itu baik namun merasa menadi pemilik sumber kebaikan tersebut. Sedangkan Nabi Musa, beliau baik namun melupakan atau merelakan setiap kebaikannya karena terjadinya kebaikan lantaran bersumber dari Allah swt. Tinggal pilihan kita sendiri ketika kita berperan positif, apakah kita akan merasa milik yang berdekatan dengan malaikat Malik, atau merelakannya/ridho yang berdekatan dengan malaikat Ridhwan. Meskipun sebenarnya ada potensi positif dalam peran negatif, kita harus mampu memindai diri kita sendiri untuk lebih mengakurasi sehingga dapat menjadi positif serta mampu mengambil hikmah dari potensi positif dalam peran negatif.

Masih tentang peran positif dan negatif, dilanjutkan pertanyaan oleh Mas Tegar. Apakah ada peran diantara itu, atau mungkin bisa disebut dengan netral. Dan direspon bahwa hal tersebut seperti spasi yang terletak diantara kalimat. Yang sebenarnya ada dan berperan namun tidak terlihat. Dalam kehidupannya nyata misalnya, angin/udara, lalu sinar matahari. Dimana mereka sebenarnya ada dan berperan namun tidak nampak dengan mata jasadiah atau diabaikan kehadirannya.

Tanduran Nenek Moyang

Mencoba untuk meraba seputar kehidupan jaman nenek moyang atau leluhur pada masa lalu.Dalam sebuah lingkup masyarakat tersebut bisa dikatakan harmonis, jauh berbeda dari jaman sekarang ini. Dengan pemahaman leluhur yang mampu untuk menyambung rasa dengan apa saja, entah itu air, api, tanah, angin dll, yang lebih sering diidentifikasi oleh masyarakat awam dengan animisme ataupun dinamisme. Dengan sikap harmoni terhadap apapun tersebut maka yang dihasilkan adalah masyarakat menjadi lebih berhati-hati karena masing-masing pihak mampu mengakomodir hak-haknya dan mengerti hak-hak pihak lainnya. Lalu semakin lama menjadi terdistorsi menjadi over kalkulasi. Bukan sekedar menghitung namun lebih dari sekedar menghitung, apakah sikapnya akan menguntungkan pihak lain atau merugikan, akan membangun atau merusak, dlsb. Semakin lama menjadi semakin terdistorsi dan munculah sifat paranoid, inferior, karena menjadi semakin takut pada setiap hal secara berlebihan. Sifat ini menyebabkan masyarakat menjadi sangat lemah serta mudah ditindas. Kondisi terakhir ini adalah kondisi yang terjadi sekarang. Kita sudah pernah menjadi masyarakat yang harmonis, namun makin lama semakin menjadi inferior dan konsekuensinya menganggap ada pihak superior yang kita merasa harus tunduk dan patuth atas segala macam kebijakannya. Itulah gambaran masyarakat pada jaman sekarang ini. Namun bisa kita ubah pola pikir dengan membalik urut-urutan mekanisme tersebut. Dari masyarakat yang mudah ditindas, atau bahkan terbiasa tertindas maka lama kelamaan pasti muncul sifat paranoid karena setiap apa yang dilakukan hasilnya tidaklah otentik dan malu untuk mengeluarkan keontetikan dirinya. Namun seiring itu semua, ketika didasarkan pada fitrahnya manusia pasti akan mencoba untuk bangkit karena sudah bisa mengenali kelemahan dari pengalaman yang pernah dialaminya minimal secara personal. Namun jika semakin banyaknya personal-personal tersebut yang muncul dan bergabung antara satu dan yang lain maka tidak mustahil untuk terbentuk pola kehidupan bermasyarakat yang harmonis. Namun keharmonisan dengan mekanisme yang telah dibalik ini akan menjadi berbeda dengan keharmonisan awal tadi, karena keharmonisan (Jam’iyah) yang tadi telah didasarkan pada pengalaman pahit yang mampu diubah dengan cara bangkit untuk memperoleh sebuah hasil yang tidak instant.

Rabaan kedua tentang kedamaian yang tentunya juga dapat kita lihat dengan berkaca dari masa silam. Dimana masyarakat yang penuh kedamaian menjadi saling mengayomi antara satu dengan yang lain. Dari tua ke muda ataupun sebaliknya, rasa saling memberi diterapkan pada aplikasi sosial. Dengan demikian terlihat jelas bahwa hidup menjadi serba mudah untuk mendapatkan sesuatu. Namun lama kelamaan justru akan menggiring masyarakat pada pola pemikiran yang akan menggampangkan hidup. Kemudian berkembang menjadi masyarakat yang gampang bermurah hati lalu over altruistic, sehingga kekayaan yang dimiliki menjadi mudah untuk dirampas oleh pihak lain dan hidup menjadi akrab dengan kekurangan. Dan apabila mampu untuk melewati tahap tersebut dengan bangkit, maka akan kembali lagi menuju pada proses kedamaian seperti halnya makna dari masyarakat Muslimin.

Dua komponen tersebut secara ringkas diurai untuk mewakili 4 hal yang berawal dari software kebaikan kemudian menemukan kembali kebaikan dengan software tambahan kesadaran yang lebih mutakhir karena berkembang secara mandiri akibat dari daya olah dan dan juang pelakunya.

Majlis Gugurgunung dipungkasi pada kisaran pukul 02. 30 WIB seusai makan bersama. Beberapa jamaah mohon diri namun ada pula yang masih bertahan membentuk lingkaran-lingkaran diskusi masing-masing hingga tiba waktu Shubuh.

Facebooktwitteryoutubetumblrinstagram
Posted in reportase.