PADA DASARNYA MANUSIA ITU LEMBUT
Tibalah kemudian Gus Aniq untuk membagikan paparan ilmu yang juga masih terkait dengan tema malam hari ini. Sedulur yang hadir diminta oleh Gs Aniq untuk membaca Al Fatihah bersama-sama agar pembelajaran hari ini diberikan berkah oleh Allah SWT. Amin.
Gus Aniq mencoba untuk mentadabur, memaknai melalui tema dan gambar. Dimana dari 33 ruas tulang belakang masih dibagi menjadi lima bagian. Ada yang berada di bagian atas hingga ke bawah sampai tulang ekor. Ada wilayah kebumen, ada pula wilayah langitan. Maka ada kecenderungan untuk hablum minan nas, ada pula kecenderungan hablum minallah.
Pada prinsipnya, ide atau gagasan penciptaan semesta didasari atas Allah mencintai pribadiNya sendiri, mencintai Dzat Nya sendiri. Kemudian menciptakan pantulan-pantulan yang disebut dengan cahaya-cahaya. Dijelaskan pula dalam sebuah hadist qudsyi, “Kuntu kanzan makhfiyyan, fa`aradtu an u’rafa, fakhalaqtul khalqa likay u’raf.” Aku adalah Allah, aku seperti gudang yang tidak tampak, maka aku menghendaki untuk dikenali melalui ciptaan Allah itu sendiri berupa jagad semesta seperti yang sudah kita kenali. Manusia termasuk makhluk ciptaan yang paling akhir. Manusia diciptakan hanya tinggal menempati saja. Telah tersedia air, tanah, langit dll. Maka penciptaan manusia terbuat dari tanah karena tanah sudah diciptakan terlebih dahulu. Maka tadi dijelaskan sulallah, sulalati mintin. Sulal itu berarti perasan dari tanah yang sangat lembut. Maka pada dasarnya manusia itu lembut, sebab diciptakan melalui unsur yang lembut. Kelembutan ini didasari sifat Allah yang patut dipuji yaitu Hamdu. Dimana kemudian hamdu memendar menjadi Amru. Innamâ amruhu idzâ arôda syai`an ay yaqûla lahu kun fayakûn.
Amr itu ialah esensi yang kemudian menjadi substansi, lalu menjadi Al-Kholqu. Menjadi ciptaan yang belum berbentuk fisik. Ibarat aplikasi ialah aplikasi yang sudah siap untuk diinstal. Allah yang bersifat esensi (hamdun) kemudian melahirkan al-amru.
Al-amru merupakan substansi dari suatu hal yang dinamakan getaran. Ini adalah isyarat Allah memberikan getaran suara atau bunyi, dan tidak semua orang yang dilepaskan oleh Allah bisa mendengarkan semua suara itu. Seperti halnya Nabi Muhammad yang hanya sendiri mendengarkan getaran tersebut dalam Gua Hira. Jika bunyi itu dilepas untuk diperlihatkan maka akan menggoncangkan kesemuanya.
Menurut Gus Aniq, dalam khasanah Jawa bunyi kun fayakun seperti bunyi gong. Suara gong itu cukup untuk mewakili suara setiap elemen semesta. Getaran yang memendar menjadi gelombang disebut Al-Kholqu. Al-kholqu memendar lagi menjadi Al Malik dimana itu sudah menjadi fungsi. Kemudian menjadi al-hakam dimana itu sudah menjadi materi. Manusia dititipi ke semua ini. Seperti lima bagian tulang punggung, hal ini juga dibagi lima mulai dari hamdun, amru, kholqun, malik dan hakam atau hukum. Manusia juga termasuk ciptaan Allah yang paling rumit. Ada unsur tin, ada unsur turob, ada unsur sholshol, hamâ`in masnûn, dimana dalam unsur fisika disebut C, H, O, N. Ada unsur tanah, air, udara dan api.
Hal ini menjadi pondasi dasar kita untuk menaknai manusia, sebab jaman sekarang sedang krisis manusia memanusiakan manusia. Pembacaan alam semesta diawali dari pembacaan manusia ke manusia. Iqro` bismi robbikal ladzi kholaq, bacalah atas nama tuhanmu yang menciptakan. Apa yang dibaca, ciptaan apa yang dibaca? Namun kemudian diberikan objeknya dalam sebuah pemahaman utuh. Kholaqol insâna, bacalah atas nama Tuhan yang menciptakan manusia. Manusia dibaca dari mananya?, yakni min ‘alaqin. Dari sesuatu yakni zigot. Alaqin diartikan yakni menggantung. Seperti halnya zigot yang nampak menempel di dinding rahim namun sebenarnya menggantung. Alaqoh, ialah darah yang menggumpal atau zigot.
Oleh karena itu penting sekali kesadaran untuk membaca manusia. Tidak mungkin membaca semua ciptaanNya Allah tanpa membaca manusia. Maka tidak bisa kita remehkan anjuran untuk membaca tasbih, tahmid, takbir, tahlil sejumlah 33 kali. Dimana agaknya manusia secara fisik dipengaruhi oleh tulang punggung, bayangkan saja manusia tanpa tulang punggung. Tetapi punggung itu sendiri memiliki sifat lentur atau tidak kaku. Maka menjadi manusia itu lentur, bisa ditegakkan bisa membungkuk dlsb.
Manusia sudah sedemikian rupa diatur oleh Allah, kalau tidak memiliki dasar demikian maka kacau menjadi manusia. Dimana kita tidak mengingat bahwa diri kita terbentuk dari unsur air, api, tanah, udara. Apinya juga berbeda yang digunakan untuk menciptakan iblis.
Kholaqol insana min alaq. Mengapa disebut insan? Bukan kholaqonnas? Bukan kholaqol ins? Tetapi justru insanun. Didasarkan pada kitab mu’jizatul qur`an, bahwa “insan” diartikan sebagai “harmoni”, atau “kumpulan dari beberapa hal” atau bisa juga disebut keanekaan.
Oleh karena itu bersyukurlah kita diciptakan sebagai manusia, dimana rasa syukur itu diwujudkan dengan memiliki kesadaran untuk membaca manusia. Laulaka laulaka ma kholaqtul aflak. Kalau bukan karenamu (Muhammad) aku tidak akan menciptakan sesuatu. Jadi selain Allah mencintai DzatNya, kita juga berasal dari Muhammad itu sendiri yakni Nur Muhammad yang memendar. Secara bahasa ialah Ahmad, Ahmad, Ahmad, Ahmad…. dst hingga sampai Muhammad. Muhammad ini sebagai punjernya yang mewakili antara kebumen dan langitan. Dalam bahasa langit, Muhammad dinamakan Ahmad. Seperti halnya semua nabi pun juga memiliki gelar ahmad. Namun sebagai penutup dan pelengkap ke semuanya yakni Muhammad itu sendiri. Sebagai pelengkap yang dimiliki oleh Muhammad ialah Al-Akhlaq, atau Al-Kholqu tadi yang digunakan untuk menyempurnakan. Ada fungsi ada juga materi yang jika dinaikkan menjadi hamdun. Masing-masing manusia ialah materi, namun yang disampaikan oleh Muhammad ialah apa fungsi dari materi tersebut. Ternyata manusia harus memahami substansi hingga nanti sampai pada esensi.
Maka dari itu Al-Quran sebagai penutup, dimana keseharian Gus Aniq dirumah sering membolak balik Al-Quran hingga bertemu dengan lafadz dho’. Dimana lafadz dho’ ini diakhiri pada surah Al-Insyiroh. Alladzi anqodho zhohrok, yang memberatkan punggung. Dimana dho’ ini terakhir membahas tentang punggung yang sangat membebani. Namun bagaimana agar tidak menjadi beban? Dalam ayat berikutnya diterangkan warofa’na laka dzikrok, harus eling/dzikir. Kemudian dilanjutkan fainna ma’al ‘usri yusro. Dimana bersama dengan kesulitan ada kemudahan, bukan setelah kesulitan ada kemudahan. Ma’a itu adalah bersama, atau gandeng terus menerus. Oleh karena itu jika ada masalah yang sangat berat maka dinaikkan ke langitan yakni dalam proses dzikrok tadi maka akan menjadi ringan.