Kampus Sawah (15 juli 2018)
Pada edisi sewindu perjalanan Kampus Sawah kali ini mengusung tema KARANGRANDU LUMBUNG PADI JEPARA. Sebuah tema yang berfungsi menguatkan doa agar Kampus Sawah senantiasa diberi kemudahan untuk mengkontribusi ketahanan pangan nasional lewat Karangrandu sebagai lumbung padinya masyarakat Jepara dan sekitarnya. Hal ini bukan hal baru sebenarnya, menurut Pak Maskuri selaku perangkat desa yang kebetulan hadir dalam Jumbuh Pantun kali ini ikut menyampaikan bahwa dulu tiap kali panen ratusan orang dari luar desa di wilayah Kabupaten Jepara datang untuk (istilahnya dulu mbayong) menikmati hasil panen padi desa Karangrandu.
Acara yang diketuai Mbak Siti Aisyah tersebut berlangsung meriah dan menggembirakan. Anak-anak kecil bisa leluasa bermain cublak-cublak suweng bersama Mbak Aliya Dewi. Bpk Maskuri, Pak Hambali, Pak Mahyan, Ibu Faizah turut serta mengajari bagaimana panen menggunakan ani-ani. Perlu diketahui ani-ani adalah alat potong tradisional yang cara potongnya dengan memotong padi per untai. Beda dengan alat potong modern yang langsung memotong untuk sekian rumpun padi. Hal ini lah yang memantik Mbak Naris (istri Pak Hadi Ngusman, sesepuh Majlis Alernatif) untuk turut mengingatkan betapa banyak bulir-bulir cinta terhimpun kepada Sang Junjungan apabila tiap kali memotong padi juga terising senandung atau membaca sholawat Nabi.
Satu lagi sajian khas masyarakat Karangrandu yang juga menjadi sajian khas Jumbuh Pantun. Dibungkus daun jati, diisi nasi dan tempong (ikan asin), sedikit sayuran yang tanpa kandungan kimia, diracik dengan kegembiraan pengolahnya, terbungkuslah kenikmatan lahir bathin yang terkumpul dalam bungkus demi bungkus SEGO BENTEL, nasi bungkus sederhana namun pesona kenikmatannya istimewa.
Kehadiran tokoh masyarakat, tokoh tani, temen-temen muda yang berasal dari berbagai desa yang turut mengapresiasi acara tersebut dengan doa dan harapan agar acara seperti ini terus dilakukan sebagai kado untuk generasi. Harapan yang sama juga disampaikan oleh Simbah Muhammad Ainun Nadjib (Mbah Nun) ketika beliau dikabarkan perihal acara Jumbuh Pantun ini. Mbah Nun menyampaikan bahwa Jumbuh Pantun adalah rintisan yang dalam jangka panjang dunia akan tahu untuk kembali ke PERADABAN TANI, karena kalau terlalu teknologis dan mengutamakan industri : ora midak lemah, ora nyuroso bumi, dadi ora manggraito langit (tidak menginjak tanah, tak bersanubari bumi, dan tak menurani langit). Maiyah duwe penemu bab HATI PETANI dan NAFSU PEDAGANG.
Yang Mbah Nun wasiatkan tersebut semoga makin menguatkan tekad bahwa yang kini tengah dibroyo teman-teman Karangrandu merupakan langkah futuristik untuk memurnikan HATI PETANI kembali semangat tandur, merawat, mencurahkan kasih-sayang, sebagai kekayaan jangka panjang dan sikap hidup yang tidak hanya sekedar berlaku di area sawah saja. Namun kemana hati dibawa disitu pula jiwa petani hadir. Pun sekaligus menjadi tetenger atau tanda bahwa jangan sampai HATI PETANI ini lantas berubah wajah menjadi NAFSU PEDAGANG yang disorientasi pada keinginan berupa keuntungan materi dan kekayaan berjangka pendek, jauh lebih pendek dari keseluruhan usia hidup kita di dunia yang pendek.