Paseban mempunyai arti “Pertemuan”, menengarai pertemuan dengan Tahun baru 1440 H. Konon, Paseban merupakan tradisi penting yang sering dilaksanakan oleh para Leluhur. Kesempatan tersebut biasanya digunakan untuk membahas hal hal penting yang bersifat Universal. Salah satu diantaranya adalah membahas tentang “Pranata Mangsa”.
Pranata Mangsa
Pranata = Tatanan, aturan, ketentuan
Mangsa = Masa, Musim
merupakan sistem penanggalan atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan. Pranata Mangsa ini memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan atau aktivitas tersebut di atas maupun persiapan diri menghadapi fenomena (kekeringan, wabah penyakit, serangan pengganggu tanaman, atau banjir) yang mungkin timbul pada waktu-waktu tertentu.
Salah Mongso
Pada peradaban sekarang ini, Konsep Pranata Mangsa semakin sulit diterapkan. Fenomena alam saat ini mengalami banyak perbedaan dengan fenomena alam pada kurun waktu puluhan apalagi ratusan tahun silam. Gejala yang timbul antara lain :
- Banjir, akibat curah hujan yang tinggi, musim penghujan yang lebih lama, saluran saluran irigasi yang mulai dangkal, daerah tangkapan tangkapan atau resapan air yang kurang berfungsi secara optimal.
- Kekeringan, akibat musim kemarau yang lebih panjang. Pendangkalan tampungan air yang berupa waduk waduk, kedung kedung, sungai sungai, sehingga debit air yang tertampung tidak mencukupi untuk kebutuhan bercocok tanam
- Gagal tanam akibat kekeringan
- Gagal panen akibat banjir, serangan hama
- Kerusakan lahan pertanian akibat bahan bahan kimia
- Tercemarnya air akibat limbah limbah perusahaan
- Dan lain sebagainya
Semakain ironis, karena gejala-gejala tersebut kemudian disalah kaprahi oleh manusia dengan kesimpulan “Salah Mongso”. Padahal, sesungguhnya fenomena-fenomena alam tersebut terjadi karena semakin rusaknya keseimbangan alam, yang sebab utamanya adalah manusia terus menerus secara rakus, dengan segala cara, memangsa apa saja, dan kapan saja. Manusia salah Memangsa, Manusia Salah Mongso, yang berdampak pada rusaknya tatanan atau pranata mangsa.
Masing masing Mahkluk Ciptaan Allah mendapatkan Titah masing masing. Dengan kata lain Titah adalah pecahan paling murni dari Allah sendiri kepada MahklukNya. Setiap yang menjalankan titah akan senantiasa berada pada suasana kemurnian, dan setiap yang melanggar titah akan mengalami suasana yang terus bergeser pada ruang ketidakmurnian.
Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardh dan Ahsani Takwim
Aset utama manusia adalah rasa kemanusiaan (rasa kamanungsan).
Dalam hal apapun di bumi ini, rasa kamanungsan yang lebih tinggi dibanding lainnya akan memberikan peluang bagi ahklak untuk mendapatkan tempat lebih baik untuk menampilkan dirinya. Pada peristiwa hukum, rasa kemanusiaan akan meletakkan supremasi hukum di bawah supremassi keadilan. Keadilan lebih tinggi posisinya dibanding hukum.
Pada peristiwa tanding, rasa kamanungsan akan menyadarkan bahwa hidup adalah sendau gurau belaka. Tanding masih di bawah nalar tenggang rasa dan tepo sariro, derajat kemenangan diri masih di bawah derajat kemenangan sosial.
Pada peristiwa perdagangan, rasa kamanungsan akan menyadarkan bahwa keuntungan masih di bawah kejujuran. Kejujuran lebih tinggi levelnya dibanding keuntungan. Sehingga keuntungan materi yang merugikan kejujuran adalah kerugian besar.
Dalam peristiwa penghambaan, rasa kamungsan akan mengkhalifahi bumi, bukan menyembahnya. Mengkhalifahi bumi adalah mengormati dan menjaga kecantikan luar dalam bumi. Sedangkan minimnya rasa kamanungsan akan meletakkan bumi sebagai budak rendah yang bebas dieksploitasi dan dikuras potensinya sampai sakit-sakitan. Akibat makin tipisnya aset kemanusiaan berupa rasa kamanungsan, niscaya akan meningkatkan kualitas keserakahan, kerakusan, keterlenaan, kebuasan, keliaran, dan lain sebagainya.
Dalam peristiwa apapun di bumi, jika rasa kamanungsan terus terjaga, terolah, dan terasah secara makin cemerlang pada kehidupan manusia, maka orang orang akan berhati-hati dan teliti dalam menjaga keadilan, tenggang rasa, kesadaran nalar, kejujuran, dan keteguhan pengabdian. Tiap-tiap individu akan berhenti melakukan hal-hal yang tak perlu berlaku pada dirinya dan memberlakukan hal-hal yang utama sebagai metode menata perilaku ter-utama dalam kehidupannya.
Ketika aset-aset kemanusian itu terjaga dan makin kaya model pengaplikasiannya, maka kehidupan akan membebaskan jarak antara dirinya dengan firman Allah, batas antara dirinya dengan Qur’an makin lebur, seolah Qur’an masuk pada dirinya dan dirinya masuk dalam Qur’an. Manusia menjadi ayat atau bukti nyata firman Allah SWT tentang manusia sebagai Khalifah Fil Ardh dan Ahsani Takwim. Silahkan hadir dalam pertemuan yang semoga saling dipertemukan