Napak Tilas
Menyusuri Jejak Pengabdi

Dalam ruang dan waktu yang terus berputar, manusia menempuh perjalanan hidup yang tak sekadar menapak tanah, tetapi menapak jejak jiwa. Inilah yang kita sebut napak tilas — menapak tilas bukan sekadar menapaki tempat dan peristiwa, melainkan juga menapak jejak kesadaran purwa yang mengalir dalam darah dan nafas kita. 

 

Manusia hadir bukan dari kehendaknya sendiri, melainkan dari takdir cinta oleh Yang Maha Rohman dan Rohim. Ayah dan Ibu bukanlah pertemuan yang kebetulan, melainkan perjodohan Ilahi. Penyatuan yang memurnikan pada peristiwa puncak bungah jiwa raga yang luhur yang bernama Sarahassemi. Letupan spiritual yang menyatukan tiga unsur semesta berupa energi, vibrasi, dan frekwensi. Perjodohan sel sperma dan sel telur yang kemudian berkembang bagai Mas Kumambang, lalu Mijil sebagai “Amanah” bagi orang tua kita, kemudian menjaga, merawat, memelihara, dst, adalah bentuk “Pengabdian” kepada Sang pemberi Amanah.  

 

“Amanah dan Pengabdian yang kemudian menjadi kesadaran memori pada peranti Iman dalam diri kita, sehingga kelak menjadi Sholeh atau Sholiha 

 

Di sinilah kita bertemu dengan bungah. Dalam bahasa Jawa, bungah bersaudara dengan kata bagja, begjo, dan bahagyo. Kata-kata ini melampaui arti kebahagiaan duniawi; ia adalah percikan suasana Surga yang Allah hadiahkan pada setiap insan yang membuka mata hati. Sebab, wong sing selamet ya iku wong sing begjo — mereka yang selamat adalah mereka yang beruntung, bukan hanya dalam materi, tapi dalam keberadaan yang utuh. 

 

Keberuntungan itu bukan kebetulan, melainkan buah dari eling lan waspodo — kesadaran dan kewaspadaan penuh terhadap diri, waktu, dan Tuhan. Eling bukan sekadar mengingat, tapi menyadari dengan sepenuh jiwa. Waspodo bukan sekadar berhati-hati, tetapi menjaga diri dari lupa dan lalai yang menjerumuskan. 

 

Napak tilas bukan sekadar mengenang masa lalu, tetapi menyusuri kembali akar jiwa untuk menemukan peta hidup yang sejati. Bahwa bahagia bukanlah tujuan sesaat atau kesenangan fana, melainkan keadaan batin yang tenang, tenteram, dan penuh rasa syukur. 

 

Dalam napak tilas, kita menapak dengan penuh kesadaran bahwa hidup adalah anugerah dan perjalanan menuju kesadaran, itulah hakikat kebahagiaan sejati. Bahwa surga tidak hanya janji di akhir zaman, atau bukan tentang di mana secara letak geografis, tetapi keadaan jiwa yang bisa kita rasakan saat kita eling lan waspodo. 

 

Dengan demikian, mari kita buka hati dan jiwa untuk menapak tilas ke dalam diri, ke dalam bungah yang purwa, agar kita senantiasa hidup dalam kesadaran dan keberuntungan hakiki. 

 

Perjalanan bukan untuk menjadi yang paling hebat, bukan yang paling kuat, bukan yang paling cepat, dst. bukan semata untuk melulu menjadi siapa. Tapi untuk tidak menjadi apa-apa atau siapa siapa, kecuali menjadi manusia yang utuh. 

 

  1. Al Ashr

 

وَالْعَصْرِ ۝ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ۝ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 

 

“Demi masa. 

Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, 

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, 

dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” 

Facebooktwitteryoutubetumblrinstagram
Posted in Mukadimah.