
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menciptakan manusia dari tanah, meniupkan ruh dari sisi-Nya, lalu menurunkannya bukan untuk tersesat, tapi untuk berjuang menemukan kembali jalan pulang. Shalawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, guru seluruh guru, yang mengajarkan bahwa perjalanan manusia di bumi bukan untuk mengangkat dirinya, tetapi untuk diangkat oleh Allah.
Setiap zaman memiliki jalannya. Setiap manusia memiliki ujian, dan setiap bumi memiliki caranya mendidik, namun sejak awal, manusia tidak pernah dibiarkan berjalan sendirian tanpa petunjuk dan Kasih Sayang. Nabi Adam diturunkan bersama rahmah, Sayidah Hawa diturunkan bersama kelembutan, dan bumi disiapkan sebagai taman belajar — jannatul ta’lim — tempat setiap jiwa ditempa untuk menjadi insan.
Ada tanah yang lembut dan tanah yang keras. Ada tempat yang diberi kemudahan, dan ada tempat yang dikerasi oleh waktu. Semua itu bukan ketidakadilan, tetapi metode pengasuhan Allah. Yang lembut dituntut kesungguhan, yang keras diberi keringanan, dan yang berada di tengah-tengah diuji dengan keseimbangan antara keduanya.
Sejak pertemuan pertama Nabi Adam dengan bumi, manusia belajar bahwa hidup bukan tentang meninggalkan jejak besar, memasang marka popularitas, dan bendera kedigdayaan tetapi menjaga getaran kecil:
rasa syukur, rasa tanggung jawab, rasa amanah, dan rasa rindu kepada-Nya.
Segala yang tinggi berdiri dari sesuatu yang rendah.
Segala yang lapang tumbuh dari sesuatu yang tersembunyi. Dan segala yang bercahaya lahir dari hati yang kembali menjadi tanah: sujud, rendah hati, siap ditanami cahaya Ilahi.
Di antara turunnya Nabi Adam dan bangkitnya manusia hari ini, peradaban selalu bergerak di antara dua kutub: rahmah dan tughyan. Ketika manusia mengasuh, bumi menjadi taman. Ketika manusia menguasai, bumi menjadi angkara. Maka perjalanan manusia bukan mencari kemenangan, tetapi menjaga agar rahmah lebih kuat daripada kekuasaan.
Perjalanan ini panjang. Kadang manusia lupa asalnya, kadang ia mengingat kembali. Kadang ia dibangkitkan oleh ujian, kadang ia ditenangkan oleh welas asih. Selama manusia masih ingin kembali kepada-Nya, pintu selalu dibuka.
Inilah cara Allah mendidik manusia: di tanah yang lembut, di tanah yang keras, melalui cahaya, melalui kegelapan, melalui kesunyian, dan melalui pertemuan.
Peradaban bukan dibangun oleh tangan yang kuat, tetapi oleh hati yang mau belajar. Dan jiwa manusia tidak dibesarkan oleh pencapaian, tetapi oleh ketaatan yang jernih.
Marilah kita berhimpun sebagai jiwa-jiwa yang saling mencintai karena Allah yang mensyukuri bimbingan guru, yang menggenggam cinta kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dan yang merendah sebagai dhuafa di hadapan Allah SWT.
Semoga pertemuan ini menjadi bagian dari rahmah-Nya, menjadi pribadi yang tumbuh dari tanah tempat kita dituntun pulang kepada asal, bukan meninggalkan jejak kaki tapi cupkuplah meninggalkan jejak Rahmat Allah, dikuatkan untuk menjadi insan yang memakmurkan bumi, berkiblat pada cahaya, berbuah bagi sesama serta dijaga untuk tetap berada dalam sinar Amanah dan cahaya Abdillah.
وَاللهُ وَلِيُّ التَّوْفِيقِ
Wallāhu waliyyut-taufīq.
Dan Allah-lah Pemilik serta Pemberi segala taufik.