MUSLIM
Muslim adalah manusia yang tunduk pada hukum semesta yang Tunggal. Semuanya telah sujud dan rukuk, artinya semuanya menjalankan tugas dengan anggun dan tidak melompat dari ril aturan bakunya. Yang bertugas bersinar (Matahari) sama-sama memiliki Tuan Kuasa yang sama dengan yang bertugas menggelapkan (Mendung / awan). Jika mereka menjalankan tugas dengan tingkat kedewasaan manusia pada umumnya sekarang, maka matahari dan awan akan berseteru dan menjadi musuh bebuyutan. Mereka akan saling hujat dan mencoba mencari dukungan dari pihak lain dengan mempertontonkan kebenaran dan derita yang ditanggung masing-masing akibat dari ulah lawannya. Namun, kenyataannya tidak demikian. Untunglah kedewasaan mereka yang tetap sejak awal dibuat hingga sekarang mengajarkan sikap tunduk dan pasrah pada tata hukum aturan yang Tunggal.
Matahari memang bertugas bersinar namun salah satu fungsi sinarnya juga adalah merangsang tumbuhnya tanaman setelah mendapat guyuran air hujan yang dibawa oleh awan mendung. Matahari tak lantas marah dan nyebar fitnah di sosmed atas ulah mendung yang menutupi sinarnya. Mendung juga tidak lantas jumawa merasa menang hanya karena berhasil menghalangi sinar Matahari. Mendung dengan efek menghalangi sinar Matahari itu adalah salah satu imbas dari tugasnya, bukan bertujuan mengalahkan Matahari. Mereka semua tunduk pada hukum semesta yang Tunggal.
Begitu pula yang terjadi pada diri kita, berapa banyak perbedaan yang mampu kita pantau? Kita merasa semuanya terintegrasi pada sebua hajat kerja yang sama bukan?. Padahal kita sangat tahu bahwa tugasnya mulut dan dubur sangat bertolak-belakang namun mereka terikat dan terkait dengan sangat erat dalam fungsi dan kerja. Segala hal yang berbeda-beda itulah Rahman yakni perbedaan yang menyunggi kemesraan yang sama. Oleh sebab itulah manusia merasa sangat perlu mengenal keluasan tentang sebuah perspektif. Mungkin sementara banyak yang menyangka dengan sangat kaku bahwa Muslim, Islam, adalah sebuah kelompok manusia yang melakukan peribadatan di Masjid atau semacamnya. Maka cobalah cerna bahwa pandangan itu keliru, bukan salah. Karena mungkin pandangan itu semacam pandangan ‘aliran sungai’ saja yang mungkin bisa menghadirkan kedalaman namun belum mempersembahkan keluasan bagai ‘genangan samudra’.
Bagaimana jika ternyata sebutan Muslim itu diperuntukkan bagi segenap titah yang telah rukuk dan sujud, tunduk pasrah terhadap sebuah hukum Tunggal? Rukuk akibat dari kesaksiannya menjumpai KeMaha Suci dan Maha AgunganNya. Dan Sujud akibat dari kesaksiannya pada Sang Maha Suci dan Yang Maha Tinggi. Baca : KESAKSIAN
Agus Wibowo