Seperti biasanya rutinan majlisan 19an yang berpindah pindah tempat acaranya, pada hari Jum’at tanggal 19 mei 2017 ini bertempat di rumah Orang Tua Mas Norman yang beralamat di Srikaton Utara III Ngalian Semarang. Acara 19an kali ini ada dua kegembiraan yang istimewa, yang pertama hadirnya dulur-dulur dari Gambang Syafaat, yang dimana acara 19an ini dulunya dulur-dulur dari Gambang Syafaat ikut memprakarsainya, malam hari ini seperti reuni berkangen-kangenan mengingat sejarah adanya acara 19an. Dan yang kedua hadir juga Mas Firman yang baru saja pindah dari Jawa Timur ke Jawa Tengah yang tepatnya di kota Semarang, beliau juga aktif sebagai jamaah Padang Mbulan dan Bangbang Wetan.
Tak jauh beda dengan acara majlisan 19an yang sudah sudah kali ini rundown acaranya adalah : do’a wasilah yang dipinpim oleh Mas Amri, Dzikir Munajat Maiyah yang dipimpin oleh Kang Jion, kemudian dilanjutkan dengan sesi Ramah Tamah dan Kondo Takon (Tanya Jawab).
Acara dimulai pukul 20.00 Wib yang diawali dengan sambutan dari Mas Norman yang mengucapkan banyak terima kasih kepada dulur-dulur yang bersedia hadir melingkar bermunajat. Kehadiran dulur tidak lain karena barokah dan hidayah dari Allah SWT. Kemudian dilanjut dengan Doa Wasilah dan disambung Dzikir Munajat Maiyah.
45 menit berlalu dalam lantunan dzikir dan Munajat, Tepat pukul 21:00 acara dilanjutkan dengan acara ramah tamah dengan menikmati jaburan seadanya dengan tidak ketinggalan rokok dan kopinya.
Acara kondo takon kali ini diawali dari Kang Muhajir beliau adalah seorang Dosen yang aktif sebagai penggiat Gambang Syafaat yang baru-baru ini membuat lingkaran kecil di tempat kediamannya di daerah Demak yang diberi nama Cangkruk Kalijagan. Kang Muhajir mengangkat tema pembicaraan tentang Alun-alun, bahwa sekarang ini kata Alun-alun sudah jarang sekali di pakai dan berubah menjadi kata Simpang, ada Simpang Enam, Simpang Lima dan simpang-simpang yang lainnya, Menurut Kang Muhajir bahwa Alun-alun banyak sekali kandungan sejarahnya. Biasanya yang berdekatan dengan Alun-alun adalah Masjid, bahkan Alun-Alun bagian dari Masjid, sedangkan Simpang itu bagian dari jalan. Penggantian nama Alun-alun menjadi simpang dikhawatirkan akan melunturkan unsur sejarahnya.
Apa yang disampaikan Kang Muhajir ditanggapi oleh Mas Agus Wibowo, Jauh sebelum Islam berkembang di Nusantara Alun-alun digunakan sebagai sarana untuk menjalin kedekatan antara pimpinan dan rakyat . Bahkan sekelas lurah pun mempunyai pendopo sebagai ruang rohman dan gandok sebagi ruang rohim. Mas Agus mengajak mencari literasi tentang sejarah Alun-Alun untuk bisa di file sebagai catatan sejarah Alun-alun. Jika pada akhirnya Alun-alun menjelma menjadi Simpang, maka ini adalah indikator bahwa penerus sejarah yang hidup di masa kini tak lagi punya pengetahuan tentang makna dan fungsi Alun-alun. Dikiranya hanya lapangan atau tempat luas untuk aktifitas-aktifitas yang kurang menghasilkan. Diperparah lagi dengan prioritas menyebutnya menjadi “simpang” maka kemudian orang-orang akan tertanam secara bawah sadar bahwa lokasi itu adalah wilayah saling bersimpangan dan lalu-lalang tanpa perlu saling mengenal dan berinteraksi. Ini kontradiktif sekali dengan makna Alun-alun yang mengutamakan hubungan sosial antar rakyat dengan rakyat, antar rakyat dengan pemimpin, dan antar rakyat, pemimpin, dan lingkungan. Dengan demikian akan terus terjalin sikap saling mengerti, memahami, mengenali, dan terikat dalam bakti kehidupan dengan landasan ruhani yang bermutu.
Tema demi tema tiba makin tergali dengan pantikan perbincangan tentang Alun-alun ini. Ada uraian tentang, arah, tentang pasaran, tentang pasar dan dagang, dengan hari berkumpul setiap pancawara dan saptawara, dan banyak lagi yang tidak sempat terangkai dalam untaian aksara dalam reportase ini.
Mas Agus juga memberikan respon positif adanya Cangkruk Kalijagan yang ini akan membentuk ikatan-ikatan yang nantinya akan mundah untuk mengintergrasikan apalagi dilihat dari sisi sejarahnya atas terbentuknya lingkaran tersebut.
Suasana akrab mengantarkan waktu yang melarut malam tak lupa Majlisan 19an ini juga digunakan untuk berdiskusi dan membahas teknis untuk acara Majlis Gugur Gunung bulan Mei ini dan dari diskusi ini mendapatkan pointer-pointer untuk tema Belajar Pada Gelaran Kloso Pandan yang antara lain : Sistem tatanan sosial, Komparasi Sistem Negara, Kerajaan, Imamah. Dan bisa dikerucutkan sebagai kerinduan pada tatanan induk.
Tepat jam 23 : 00 Mas Agus memberikan kode untuk menutup acara majlisan 19an dengan kode “Sak Ududan” , kode ini begitu familiarnya di lingkaran kami. Dan Setengah jam setelahnya acara ditutup dengan doa kemudian berpamitan dengan rasa tresno.
Normansyah