Majlis Gugurgunung Ungaran kembali melakukan safari, kali ini Kota Rembang yang menjadi tujuannya. Tujuan utamanya ialah ngombyongi simpul Maiyah Sendhon Waton Rembang yang pada tanggal 26 Maret 2017 ini baru pertama kali diadakan. Simpul Maiyah yang dipandegani oleh Mas Dalang Sigid ini telah beberapa kali intens diskusi bersama Majlis Gugurgunung, yang sekaligus mengundang Mas Agus Wibowo untuk menjadi salah seorang pembicara di Sendhon Waton.
Majlis Gugurgunung berangkat pada Minggu pagi pukul 08.00 wib. Berjumlah 11 orang dari Semarang menggunakan dua mobil. Sesampainya di Rembang sekitar pukul 11.30 wib. Berhubung acara di Sendhon Waton dimulai pada malam hari, Majlis Gugurgunung singgah dahulu di kediaman salah seorang sedulur di dekat alun-alun Rembang. Beliau adalah Mas Yudi Rohmad. Suasana rindu para sedulur utamanya Mas Agus ditumpahkan pada moment ini. Tawa, canda, diskusi ringan dan berat silih berganti mengisi waktu. Berbagai suguhan makanan ringan juga langsung dinikmati oleh sedulur-sedulur Gugurgunung usai dipersilahkan. Kue, gorengan dan jumbleg yakni makanan khas Rembang setia menemani kopi dan kretek. Kebahagiaan bertanbah dengan penyerahan Kitab Al Ibrisz tulisan KH. Bisri Mustofa oleh Mas Yud kepada sesulur Gugurgunung melalui Mas Agus.
Bahan diskusi juga tidak jauh-jauh dari bahasan di Wismo Akoso. Sekaligus pemberian tugas dari Mas Agus kepada Mas Chafid untuk mentranslate bahasan pada wewengkon Wismo Akoso ke dalam bahasa Inggris. Hal ini bisa diharapkan menjadi warisan atau minimal menjadi ketersediaan bahan untuk mempermudah bagi pembaca yang kurang atau bahkan tidak memahami baik bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia. Proses pembuatan dipersilahkan untuk menggunakan versinya sendiri yang mungkin bisa berkoordinasi dengan beberapa sedulur yang cukup mahir dalam bidang bahasa Inggris.
Usai makan bersama, Majlis Gugurgunung diundang untuk melanjutkan perjalanan dengan singgah sebentar di kediaman salah seorang sedulur yakni Mas Son sembari menunggu waktu petang. Satu per satu para sedulur berpamitan dengan Mas Yud selaku tuan rumah untuk melanjutkan perjalanan menuju kediaman Mas Son.
Jika di rumah Mas Yud disuguhkan dengan Jumbleg (makanan khas Rembang), maka di rumah Mas Son diberitahu langkah-langkah untuk membuatnya serta diajarkan cara pengemasannya yang unik dengan menggunakan daun rontal/lontar. Riang dan hangatnya suasana paseduluran seakan terus menyelimuti rombongan.
Selanjutnya para sedulur dipersilahkan untuk membersihkan diri untuk lebih menyegarkan kondisi tubuh yang mulai terasa lelah. Berhubung waktu sudah hampir Maghrib, Mas Kasno yang diminta Mas Agus untuk mengatur waktu kegiatan meminta para sedulur untuk bersiap dan melanjutkan perjalanan menuju lokasi simpul Maiyah Sendhon Waton di Sanggar Seni Cakraningrat, Rembang.
Sekitar waktu Maghrib, Majlis Gugurgunung tiba di Sanggar Seni Cakraningrat simpul Maiyah Sendhon Waton. Selepas Sholat Maghrib berjamaah, sedulur-sedulur Gugurgunung dipersilahkan untuk makan malam oleh Mas Sigid. Sebelum acara dimulai, karena banyak yang memerlukan persiapan, Majlis Gugurgunung melingkar dahulu dengan beberapa orang disana. Masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda. Ada yang dalang, pemain teater dll. Ditengah jalannya diskusi, Mas Sigid memberikan kenang-kenangan kepada Mas Agus berupa Wayang Kulit Prabu Kresna dan Mas Jion Wayang Kulit Bathara Bayu.
Selain itu, sedulur-sedulur yang lain pun juga mendapat kenang-kenangan berupa peci Maiyah khas Sendhon Waton. Sedikit bahasan yang ditangkap ialah cerita Mas Sigid tentang Ibu Bumi.
Menurut kisah yang dibagikan oleh Mas Sigid. Bahwa Bumi merupakan seorang Ibu, yang bernama Dewi Basundari, dan menikah dengan Planet Jupiter. Dari perkawinan ini memperoleh tiga orang anak, Yakni Raditya, Anggara, dan Soma (Bulan). Hal ini ditangkap dan disambungkan oleh Mas Agus kepada kisah Analogi Saptawara. Yang bisa dilihat lengkap pada website http://mazagus.wordpress.com/2017/03/31/saptoworo/.
Hampir jam19.00 wib, hadir pula Pak Zam. Salah seorang sedulur dari Kendal yang sedang aktif dengan tanaman bawangnya. Begitu banyak cerita yang dibagikan oleh Pak Zam tentang pengalamannya menanam bawang.
Hampir pukul 21.00 wib, Mas Agus diminta naik panggung untuk menjadi pembicara. Selain itu ada juga Mas Sigid seorang Dalang Wayang Kulit, Mas Ton dari Teater Lingkar Semarang, Mas Harianto seorang intelek dari Maiyah Nusantara, serta Pak Kyai Muzammil dan Habib Anis yang sangat memahami bidang Agama. Ditampilkan pula pementasan teater dari Teater Lingkar yang berjudul “Tuk” (sumber air). Pementasan yang cukup apik mampu menghanyutkan penonton dalam suasana yang dibangun oleh para pemain teater. Usai pementasan teater, dilanjutkan dengan diskusi Maiyah. Yang berbicara seputar pengenalan Maiyah dll, karena ini masih awam bagi warga disana. Namun antusiasme Jama’ah yang hadir masih bertahan hingga waktu menunjukkan sekitar pukul 02.00 wib. Setelah acara ditutup, satu per satu Jama’ah meninggalkan lokasi, hampir bebarengan dengan Majlis gugurgunung yang berpamitan kepada Mas Sigid dkk. Penuh harapan semoga ilmu senantiasa tercurah, dan curahan ilmu ini bisa bermanfaat untuk sebagai bekal menjalani kehidupan.
Andhika Hendriyawan