Malam memberikan keterbatasan penglihatan namun, meluaskan pandangan. Menyebarkan cakrawala ilmu dan membentangkan langit-langit pengetahuan yang digelantungi bintang-bintang pemahaman dan dirembulani pancaran cahaya nasehat, wasiat, dan fatwa.
Pada waktu datangnya malam, bolehlah kita melewatkannya karena tertidur. Namun berarti sekaligus ketinggalan menyimak petuah malam yang disampaikan di waktu yang sengaja memilih kesunyian sebagai ruang. Maka jikapun tak bisa menyimak setiap hari, sempatkanlah menyimaknya sekali dalam seminggu, atau sebulan sekali, atau setahun sekali, atau paling tidak sekali dalam umur hidup. Mawas diri terhadap malam adalah juga melakukan evaluasi apakah sejak pagi bangun tidur hingga sekarang hendak kembali tidur, diri terawasi? Terpantau? sudah terjaga dengan baik? sudah melewati dengan baik ujian-ujian? Jikapun belum, maka evaluasi ini akan menjadi bekal perbaikan kita dalam menghadapi hari esok dengan peranti ilmu lebih matang.
Malam mengajarkan tentang sunyi, bercerita tanpa lelah tentang cahaya yang sangat ia selalu rindu, mengajarkan tentang tiada, mengenalkan tentang hakekat bersama dan kesendirian. Memperlihatkan makna kemenangan dan kekalahan yang tak pernah menjadi ide semesta kebersamaan kecuali oleh pihak yang masih perlu belajar pada jurang dan ruang.
PETUAH MALAM KEPADA DIRI
Setelah kau tak jumpai perempuan cantikmu itu
Setelah tak kau dengarkan kicau burung-burung
Setelah tak utuh lagi kau lihat warna-warna
Setelah kau langkahkan kaki
Setelah kau pergunakan telinga dan mata pada rupa dunia
Setelah kau libatkan hati untuk ikut berfatwa
Setelah kau belajar banyak pada sendunya terang
Setelah kau banyak belajar pada kelamnya benderang
Setelah kau mengalami sempit dan sesaknya ruang lapang
Kini duduk dan berbincanglah kepadaku
Akan aku kisahkan tentang tarian
Yang melenggang berselendang awang-awang
Dan melenggok dengan irama kendang Sang Maha Pawang
———————————
Agus Wibowo