Pemantik :
Naskah Teater Singkat / Monolog
PERCAKAPAN JABANG BAYI KEPADA DIRI
Ada sedikit cerita tentang percakapan antara manusia dari lahir hingga tua dengan Jabang bayinya. Ketika seorang manusia tersebut terlahirkan di dunia dan menjadi bayi maka dia berkata kepada Janinnya. Dialog Jabang Merah kepada Jabang Bayi.
Jabang Merah : “Bersyukurlah kita yang telah diberi kesempatan untuk menjalani kehidupan, walaupun belum banyak yang bisa kita perbuat, kita sadar bahwa masih sulit untuk mengucap syahadat namun hati sungguh telah bersaksi”
Lalu seiring berjalannya waktu si bayi telah menjadi seorang anak. Dan si anak tadi berbicara dengan si Janin. Dialog Jabang Jingga kepada Jabang Bayi :
Jabang Jingga : “aku sudah diberi kenikmatan bahwa aku dapat berbicara, berjalan bukan hanya sekedar membuka dan memejamkan mata”
Jabang bayi : “ baguslah, tapi semoga tingkah laku dan ucapanmu tetap berkesesuaian dengan kesaksianmu”
Lalu ketika mulai beranjak remaja berkata lagi kepada si Janin, ia mulai bisa berpolah tingkah dengan pilihannya. Mulai bisa berfikir dan menganalisis persoalan, hingga mengenal cinta kepada lawan kelamin. Dialog Jabang Kuning kepada Jabang Bayi :
Jabang Kuning : “aku telah bisa merasakan yang namanya cinta, lengkap sudah hidupku”
Jabang Bayi : “Kita ini sudah diberi stempel untuk menjadi abdi Gusti Allah, semoga hatimu masih sejalan dengan itu”
Jabang Kuning : “Tenanglah, kita ini sedang hidup didunia, tak perlulah sebentar-sebentar berbicara demikian”
Jabang Bayi : “Tapi kita perlu sebentar-sebentar mengingat demikian”
Jabang Kuning : “Kenapa?”
Jabang Bayi : “Karena sesuatu yang kemudian menjadi lama hanya dimulai dengan awal yang sebentar. Kita lupa secara berangsur-angsur dan lama karena pernah ada satu hal singkat yang kita biarkan tumbuh dan melenakan. Bisa tentang kepandaian, bisa tentang ketenaran, bisa tentang cinta kepada fatamorgana dunia”
Jabang Kuning : “Tidak ada yang salah dengan dunia, kita semua belajar darinya karena kita masih menjadi penghuni dunia, itulah laku”
Jabang Bayi : “Namun, tetaplah Laku dalam kebeningan. Laku Wening. Kuning”
Lalu ketika si remaja merasakan kekecewaan cinta di dunia si Janin lalu berkata kepada dirinya sendiri. Dialog Jabang Ijem kepada Jabang Bayi :
Jabang Ijem : “Apa yang kurang dari diriku? Kasing sayang, perhatian, cinta, fisik yang sempurna, kepandaian, harta kekayaan, ketenaran? Semua sudah ada pada diriku, apa yang ia cari sehingga bisa dengan sangat bodoh dan keji mencampakkan aku?”
Jabang Bayi : “Itulah sedikit cara untuk mengingat kembali, bahwa setiap persoalan itu tidak akan selalu sesuai dengan apa yang diharapkan”
Jabang Ijem : “Aku tidak berharap banyak, aku hanya ingin bersamanya”
Jabang Bayi : “Tapi dia tidak ingin bersamamu”
Jabang Ijem : “Kenapa?”
Jabang Bayi : “Karena, kamu masih menyangka bahwa keinginan dan imajinasi keindahanmu adalah terbaik dan diam-diam menuntut kepada orang lain untuk melayanimu, sedangkan kamu terus dilayani, kamu tak mengenal kekecewaan dan pengorbanan”
Jabang Ijem : “Tidak! aku tidak pernah menuntut apapun, aku akan memberi apapun untuknya”
Jabang Bayi : “Apakah kau sanggup memberinya kebebasan memilih yang ia cintai meski ia bukan dirimu?”
Jabang Ijem : “Tidak, itu yang aku tidak sanggup”
Jabang Bayi : “Sesungguhnya banyak yang kamu tidak akan sanggup kepada hal-hal yang membuatmu rugi atau kecewa karena sesungguhnya kamu masih remaja yang hanya sanggup berbuat sesuatu ketika berimbas pada keuntunganmu. Entah menjadi makin kelihatan baik hati atau makin kelihatan sempurna. Kamu perlu belajar menenangkan diri. Idi ing Jenjem : Bersungguh-sungguh dan tenang”
Jabang Ijem : “hmmh”
Ketika si remaja beranjak dewasa lalu memiliki sebuah keberhasilan karir, lalu sombong kepada si Janin yang terlalu banyak menasehatinya. Dialog Jabang Milangit kepada Jabang Bayi :
Jabang Milangit : “Wahai.. kini lihatlah aku. Sebagai orang yang sukses merintis dan meniti karier. Aku punya kekayaan, punya pengagum, punya anak dan istri yang mengagumiku pula, punya yayasan untuk para terlantar. Itu karena aku adalah teladan kehidupan, bisa bangkit dari keterpurukan, dan tidak cengeng sedikit-sedikit sambat sama Tuhan”
Jabang Bayi : “Dirimu kurang adanya, karena kurangnya kehadiran Gusti Allah dalam setiap pilihan hidup dan langkah kebijakanmu, yang ada hanya dirimu memuliakan dirimu sendiri”
Jabang Milangit : “Kamu pendengki”
Jabang Bayi : “Hanya pendengki yang memahami petuah sebagai kedengkian”
Jabang Milangit : “Kamu iri dan berusaha tetap menang”
Jabang Bayi : “Hanya yang takut kehilangan baju yang menuduh orang telanjang sebagai calon maling. Pada yang butuh pengagum sebanyak-banyaknya yang pintar menuduh ‘iri’ kepada yang tidak ikut mengagumi, padahal kau sendiri yang iri”
Jabang Milangit : “haaahhh…!!!!”
Kemudian Manusia beranjak lagi ke tahap berikutnya. Menjadi Tua dan menemui banyak peristiwa yang menyadarkannya bahwa keagungan dan keluhuran tidak terletak semata pada keagungan dan keluhuran dirinya di mata orang. Namun bagaimana oranglain merasa damai dan tenang dengan kehadirannya. Si Manusia mulai melihat segala hal dengan kacamata ketuhanan. Kemudian ia berkata kepada si Janin. Dialog Jabang Wulung kepada Jabang Bayi :
Jabang Wulung : “Kehidupan memberikan pelajaran dan pengajaran, ternyata intinya kita mesti menebarkan Salam seluas-luasnya”
Jabang Bayi : “Kehidupan akan menjadi makin indah dan luas dengan makin banyaknya pemikiran dan perilaku seperti itu”
Jabang Wulung : “Kenapa tidak banyak yang mau melakukannya?”
Jabang Bayi : “Karena perlu proses panjang untuk mencerna hikmah, dan setiap orang punya kemampuan yang berbeda-beda dalam mencernanya. Ada yang cepat ada yang lambat pula”
Jabang Wulung : “Apa yang menyebabkan? Kenapa ada yang cepat ada pula yang lambat ?”
Jabang Bayi : “Karena setiap orang berbeda dalam melihat waktu. Ada yang melihat waktu sebagai sangat singkat sehingga hanya akan memilih hal-hal yang baik dan bermanfaat. Ada pula yang melihat waktu sebagai sangat lama maka ia akan merasa memiliki waktu untuk mengumpulkan, menimbun, hal-hal yang sia-sia”
Jabang Wulung : “Contohnya?”
Jabang Bayi : “Ia tidak menikmatinya di kemudian hari bahkan bisa menyesalinya, jika demikian itulah sia-sia”
Jabang Wulung : “hmmh” berkernyit
Kemudian senja kala tiba dan si manusia ini ketika sudah beranjak tua yang fisiknya sudah tidak sekuat dulu berkata kepada si Janin. Dialog Jabang Wungu kepada Jabang Bayi :
Jabang Wungu : “aku sudah lemah, tidak berdaya, dan ternyata benarlah ucapanmu selama ini”
Jabang Bayi : “Ucapanku adalah ucapanmu yang perlu kau temukan kebenarannya selama ini”
-o0o-
Sebagai Naskah persembahan yang disiapkan untuk Pakde Fuad di acara Fuadussab’ah 8 JULI 2017. Keluarga gugurgunung mengucapkan sugeng ambal warso yang ke – 70, terimakasih kami ucapkan kepada panjenengan yang telah menjadi guru yang menemani dan mengajarkan kepada kami hikmah Kitab, juga suri tauladan perilaku utama penjenengan. Semoga diperkenankan oleh Allah SWT kepada Panjenengan umur yang panjang dan maslahat untuk menjadi berkah ilmu bagi kami semua.