Mempuisikan puasa kehidupan

 

Hidup penuh hidangan, tidak semua yang bergizi tampil dengan menarik justru yang tidak bergizi sering tampil menarik. Ilmu puasa diperlukan untuk memilih dan memilah. Sehingga tiap-tiap waktu adalah pengendalian, kewaspadaan memilih, kecermatan memilah, maka konsep puasa telah diterapkan.

 

Berpuasa itu bukan fenomena kekurangan namun mengurangi. Bukan fenomena kemiskinan namun mencukupkan. Bukan fenomena menahan diri tapi mengenal porsi. Puasa juga mau memilih hal-hal tidak menarik sebab tahu bahwa itu bergizi. Pilihan tersebut menguntai. Betapa indahnya sehingga melantun sebagai bait-bait syair yang penuh makna dan pendalaman.

 

Romadhon adalah puasa wajib namun kewajiban berpuasa bisa diberlakukan selain romadhon. Sebagaimana kita selalu mengidamkan hidup dalam keseimbangan dan terkendali tidak hanya dalam satu bulan, melainkan sepanjang tahun bahkan sepanjang kehidupan.

 

Mari kita berpuisi di tengah bulan puasa ini, dimana bait-baitnya adalah perilaku, syairnya adalah cinta, lekuk dan pekikannya adalah jelmaan keindahan yang ngejawantah dalam kata dan saling menjaga. Sebab waktu berkata, angin berkata, laut berkata, langit berkata, mata kita berkata, lapar kita berkata, nikmat kita berkata, sedih kita berkata. Bahasanya berbeda, tapi caranya sama saja: bersyair.

 

Keluarga gugurgunung kembali menghelat Sinau Bareng bulan inin, berkenan menghadiri?
Monggo sugeng rawuh sugeng piranak.

KAWI – MADINAH – PP

Majlisgugurgunung:: Bangsa Nusantara memiliki sebuah tempat sakral yang dipercaya sebagai tempat asal. Tempat sakral itu disebut kawah, kava, havai’i, hawaiki, havakiki. Tempat tersebut diyakini sebagai tempat berkumpulnya para dewata. Ciri-ciri tempat tersebut banyak kawah api, dikelilingi kesuburan dan dikaruniai ketentraman. Dalam kebudayaan Jawa tempat yang digambarkan tersebut adalah era Kawi yakni era para pujangga dan kaum ruhaniawan bersama-sama membangun dan menata kehidupan dengan indah. Dan tempat itu tidak di mana-mana, melainkan di sini. Sebab di sini sejak semula dikaruniai kesuburan, dihiasi dengan berserinya tetumbuhan. Maka karakter manusianya pun berciri serupa yakni gemar menumbuhkan (menanam) dan menggemari kesuburan, sebagai sikap seimbang dari cara Tuhan memberi bacaan kepada mereka melalui kondisi alamnya yang makmur. Sikap tetandur dan menyuburkan ini tak hanya berlaku dalam lingkup dunia pertanian, namun berlaku pula sebagai patron dalam bebrayan antar manusia.

Continue reading