Keluarga Al Fatihah

Bulan lalu 27 Mei 2023 bertepatan dengan yaumul milad Mbah Nun yang ke 70, Majlis Gugurgunung melaksanakan Bedhol Kayon. Telah merumuskan beberapa hal pokok yang akan ditempuh untuk kegiatan keluwarga gugurgunung paling tidak sampai akhir tahun. Sebagian besar melanjutkan kegiatan yang ada. Sambil menganyam kegiatan kegiatan tersebut dengan dhawuh dhawuh terkini dari Marja’ Maiyah.
Juni 2023 ini merupakan “Buka-an” awal kegiatan Majlis Gugurgunung. Terinspirasi dari serial “Tadabur Al Fatihah” dari Mbah Nun, maka Majlis Gugurgunung terbangun rasa percaya diri untuk berupaya membangun kesadaran untuk mensinkronkan kegiatan keluwarga Gugurgunung ke depan dengan nilai nilai Tadabur Al Fatihah tersebut. Untuk menengarainya, sekaligus sebagai pembaharuan niyat, maka “Bukaan” kegiatan ini kami tetengeri dengan mengangkat tema Keluarga Al Fatihah.
Demikian :
Setiap orang dilahirkan dalam sebuah bangunan keluarga, ada yang lahir dari keluarga sehat dan tenteram dan ada pula yang lahir dari keluarga yang sedih dan berpolemik. Namun tetap saja seseorang lahir dengan latar belakang keluarga. Dengan demikian, sesungguhnya keluarga manusia bukan terbatas pada relasi bumi, justru keluarga utama manusia adalah sanak kadang dan handai taulan surgawi.
Pendapat tersebut hanya bisa diterima oleh orang yang percaya pada ajaran agama Samawi, yang meyakini bahwa manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT di-keluarga-kan dengan penghuni langit. Yang pada periode berikutnya ada momentum merantau dan melaksanakan tugas di sebuah tempat kerja yang bernama bumi. Di tempat kerja dan tempat rantau ini beliau bekerja dan beranak-turun. Namun ke mana perantau akan kembali mudik, adalah ke tempat paling asal. Keluarga induk sebagai muasal ia dilahirkan.

Keluarga sebagai pembuka
Alfatihah merupakan tujuh ayat yang juga sering disebut sebagai tujuh yang berulang dan juga dikenal sebagai induk Al-Quran. Maka, jika keluarga merupakan peristiwa yang terus berulang pada setiap jaman, dan dari keluarga pula peradaban dibuka, betapa pentingnya setiap keluarga melakukan sinkronisasi dengan Al Fatihah. Sehingga semakin terbuka kemungkinan peradaban baru muncul dengan pendaran cahaya yang terang benderang sebab setiap keluarga meletakkan Alfatihah sebagai poin-poin nilai yang terus menerus diterapkan.

Keluarga dan bersama
Seorang anak yang lahir dari keluarga berpolemik, dia akan menduga bahwa keluarga yang ia punya adalah keluarga terbaik, ayah terbaik, ibu terbaik, keluarga terbaik. Bahkan ada seorang anak di Filipina yang betapa takutnya kalau ibunya pulang, karena ia akan disiksa, namun sekaligus betapa ia rindu pada ibunya saat ibunya sedang bekerja. Anak ini bisa saja melarikan diri namun sebagai anak ia sangat rindu kehadiran seorang ibu. Ini mungkin kasus yang langka namun contoh keluarga berpolemik sepertinya akan banyak pula dimana-mana dengan kasus yang berbeda-beda. Ada peran ibu yang bermasalah, ada peran ayah yang terganggu, ada kondisi lingkungan yang toxic, ada pergaulan yang rentan penyelewengan. Sehingga ada anak yang memberontak, ada anak yang menderita, ada generasi yang tidak percaya keluarga, ada pemahaman bahwa jika di dunia perlu membangun ikatan, makan ikatan yang baik adalah yang tidak menyakiti namun menyenangkan, bersenang-senang, berhura-hura, bertabur kebahagiaan dengan merdeka.

Keluarga bukan hanya sekedar kumpulan apalagi gerombolan, keluarga memiliki ikatan yang lebih erat. Ada adab sebagai orang tua, ada adab sebagai anak. Keluarga adalah majelis ta’lim pertama bagi anak, juga akan terus tumbuh menjadi majelis tadris, majelis tafhim, majelis takrif, hingga majelis takhlis. Anak akan memiliki fase pertumbuhan pula, makna pergaulan dan keluarga yang ia pahami juga semakin luas tanpa mengesampingkan asal-usul. Rasa utama keluarga adalah ma’a (bersama), anggota keluarga saling mengambil peran berbeda-beda, namun rukuk dan sujud pada kiblat yang sama.
Bisakah kita serap kandungan Alfatihah sebagai landasan utama membangun keluarga? Bisakah keluarga melakukan sinkronisasi dengan Alfatihah? Bisakah keluarga dengan spirit Alfatihah menjadi pembuka yang baik dalam melahirkan generasi minim polemik kepada Allah SWT dan tajam dalam memandang dan sanggup mengkhalifahi kehidupan dunia yang berpolemik dan problematik.

Bedhol kayon 2023

Bedhol Kayon Majlis Gugurgunung 2023

Bedhol kayon 2023Remind,

Tancep Kayon Sewindu Gugurgunung telah dilaksanakan Desember 2022 kemarin, ditetengeri sebagai “Windhu Sakinah”. Lalu Januari sampai dengan April 2023 Majlis Gugurgunung sepakat memilih “Ngenthung”. Ringkasnya, Majlis Gugurgunung tetap rutin gugurgunungan namun tidak formal. Memilih menggeliat pada kegiatan Literasi, Seni, Perkebunan, dan Peternakan.

 

Bedhol Kayon

27 Mei 2023 Majlis Gugurgunung menjadwalkan akan melaksanakan “Bedhol Kayon”. Sebagai tengara akan dimulainya kurikulum baru gugurgunungan tahun 2023. Menganyam pola kegiatan gugurgunung dengan dhawuh dhawuh Marja’, sesuai dengan potensi yang dimiliki.

 

Wiji Padasan

Bedhol Kayon akan digelar di rumahnya Pak Edi, salah satu keluwarga gugurgunung yang berdomisili di Desa Bergas, kaki Gunung Ungaran. Ngundhuh gugurgunungan sekaligus dalam rangka merayakan syukuran walimatul khitan putranya. Yang oleh keluwarga gugurgunung sekaligus akan dilakukan upacara simbolik *Wiji Padasan*. Ringkasnya, sang putra yang masuk pada fase Dasa yang pertama/masuk pada Akil Baliq, akan dibimbing untuk melakukan prosesi Wudhu/sesuci dengan air Padasan, kemudian dibacakan do’a bersama.

 

Gugurgunung juga telah masuk pada Dasa yang pertama dan perjalanan menuju windu yang ke dua. Akan melaksakan prosesi yang sama, yaitu berwudhu, tajdidunniat, lalu Bedhol Kayon.

 

Dan Alhamdulillah, sebagaimana telah menjadi niat sejak awal tahun, 27 Mei 2023 dipilih sebagai momentum Bedhol Kayon karena bertepatan dengan yuswa Dasa ke tujuh yakni Yaumul Milad Mbah Nun yang ke 70.

 

Maka kami, anak cucu Maiyah Majlis Gugurgunung, turut Mangayu Bahagyo dengan menggelar acara :

– Tawashshulan dan Do’a bersama dalam rangka Yaumul Milad Mbah Nun yang ke 70

– Walimatul Khitan putra Pak Edi

– Bedhol Kayon Majlis Gugurgunung

Tancep Kayon Majlis Gugurgunung 2022
Windhu Sakinah

Sungguh, Subhanallah Alhamdulilah Laailaahaa illAllah Allahu Akbar. Laa haula wala kuwwalata illa billahil aliyyil adziim.

 

Tancep Kayon, merupakan kesadaran  penting kulawarga gugurgunung, yang dihelat pada tiap akhir tahun, sebagai upaya menegaskan hal hal yang terkait selama rentang waktu 1 tahun Sinau Bareng. Dan Desember 2022 ini merupakan Tancep Kayon yang ke 8. Artinya, Majlis Gugurgunung sudah berkegiatan selama 8 tahun/Se Windhu. Perhelatan Tancep Kayon yang ke 8 ini akan digelar pada 24 Desember 2022 di Joglo Wisata Gunung Munggut, Pringsari – Ungaran. Dengan mengangkat tema WINDHU SAKINAH

 

Perjalanan sewindhu gugurgunungan telah mengendarai tema tema besar/Kurikulum pada tiap tahunnya. Diantaranya adalah :

  1. Sandal Peradaban.
  2. Kembul Malaikatan.
  3. Serat Pamomongan.
  4. Laku Kasantikan 1.

 

Yang belakangan ini, 4 tema pada 4 tahun pertama ini didominasi oleh kegiatan kegiatan berupa pengkayaan di wilayah intelektualitas, kontekstual, konseptual, dan sebagainya. Yang kemudian kami tengarai sebagai perjalanan “BUDI”.

Kemudian 4 tahun berikutnya adalah :

  1. Laku Kasantikan 2.
  2. Sinau Gugur.
  3. Nuwuh Makmur
  4. Windhu Sakinah.

 

4 tema pada 4 tahun ke dua ini didominasi oleh peristiwa dimana tema kontekstual dan konseptual yang kian merealitas menjadi perilaku. Optimalisasi peran skill atau keahlian keahlian khusus. Yang kemudian kami tengarai sebagai peran “DAYA”.

 

Dan taut antara BUDI dan DAYA adalah Padhu, Menyatu-padu. Sehingga tepat di tengah windhu kami diperjalankan untuk memadu dengan perhelatan seserius Tancep Kayon, pada bulun Juni tahun 2019 dengan tajuk “Masyarakat Lebah Memadu”

 

Majlis Gugurgunung juga senantiasa menyelaraskan langkah dengan dhawuh dhawuh Marja’ Maiyah. Tentunya semampu dan sesanggup sesuai dengan potensi yang dimiliki. Zira’ah, Shoum, Shodaqoh dan Revolusi Kultural dengan pertanian dari hulu hingga hilir sebagai pilihan laku. Serta kian solid pada ranah pemahaman bahwa Sinau Bareng adalah salah bentuk Ikhtiar Maiyah.

 

SeWINDHU perjalanan yang sarat akan peristiwa peristiwa menggembirakan (kakawin), dan juga dilengkapi oleh peristiwa peristiwa menyedihkan (reridhu). Menjadikan sebuah perjalanan yang kian utuh, yang Mulat.

 

Semakin mengakurasi kesaksian bahwa kesemuanya itu kita terima sebagai bentuk Cinta Kasih (mawaddah) dan Rahmat (warahmah) dari Allah. Sebagai bekal utama untuk perjalanan yang semoga senantiasa berada pada lintasan proses menuju ketenanangan dan ketentraman lahir sampai ke batin (sakinah).

 

Sehingga sewindu Tancep Kayon sebagai perpaduan BUDI lan DOYO, Kultural, berbudaya. Budi yang berdaya guna, dan Daya yang berbudi luhur, demikian harapan yang ingin digapai oleh pasinaon demi pasinaon selama ini.

MAJLIS GUGUR GUNUNG YANG SELALU BIKIN MERENUNG

Tanggal 24 Desember 2014 adalah seingat kami pertama kali menginjakkan kaki di Bumi Balongsari. Sebuah tempat bernama Art Café sebagai arena Sinau Bareng yang dipandu oleh Mas Agus Wibowo. Lokasi ini merupakan kafetaria yang menyajikan makanan secara prasmanan sekaligus tempat tinggal keluarga Mas Agus bersama orang tua beliau. Kami berlima (saya, Cak Jufri, Cak Khoirul, Cak Taufiq dan anaknya, Wafir) disambut dengan sumringah oleh Mas Agus yang tampak dari raut wajahnya selalu tersenyum. Wajah Mas Agus yang selalu sumeh, membuat saya merasa nyaman apalagi beliau menyambut kami berlima dengan antusias. Tidak ada rasa capek yang terpancar, semua tamu dilayani dengan sepenuh hati. Tiga kali kami berkunjung dengan nuansa yang sama. Dan yang terakhir bahkan diajak Maiyahan ke Boja sebelum merapat dini hari menuju kediaman baru Mas Agus di Bodean.

 

Saya sendiri berjumpa fisik beliau pertama kali di Majelis Mocopat Syafa’at tahun 2012, diawali dari komunikasi via Blackberry. Saya dan teman-teman berjalan kaki dari Malioboro menuju Kasihan-Tamantirto dengan diiringi hujan lebat selepas melewati Jalan Bugisan. Kami akhirnya beristirahat dulu sekaligus numpang berteduh di miniatur Masjid Raya Baiturahman Aceh dekat Perempatan Madukismo. Mas Agus di Mocopat Syafaat menyambut kami dengan penuh ceria tanpa ada rasa lelah sama sekali. Pertemuan awal yang begitu mempesona.

 

Dan orang yang berjasa merekatkan kami dengan Mas Agus adalah Mas Yudi Rohmad yang terkenal dengan karya monumentalnya: Qur’anic Explorer. Seorang pegiat Maiyah dari Bojonegoro yang tinggal di Rembang namun kemudian menetap di Malang menemani pegiat Maiyah Relegi dan sekarang juga sebagai Pegiat di Rumah Maiyah Al-Manhal Malang.

 

Kembali ke Mas Agus. Satu hal yang menjadi ciri khas beliau adalah tutur katanya yang mendalam, padat, dan penuh dengan renungan. Sebelas dua belas dengan Mas Yudi Rohmad, dua orang yang menjadi guru saya meski jarang berjumpa fisik. Ketika kami berangkat sebenarnya kebingungan mau bawa oleh-oleh apa, akhirnya kami bawakan buah-buahan. Hal itu sempat menjadi bahasan bahwa oleh-oleh itu tidak harus berbentuk buah tangan yang mudah lenyap, namun boleh juga buah pikiran yang bisa awet dan langgeng. Di sini kami seperti merasa kena upper cut dan langsung KO, hehehe… Bahasan sederhana ini terngiang sampai hari ini. Memang benar, bahwa buah pikiran akan lebih menghunjam dan mengabadi karena bisa kita wariskan kepada orang-orang di sekitar kita.

Teringat waktu itu ada Mas Dhani Muhammad, Mas Bayu Jogja, Mas Nug (Penyair Gambang Syafaat), Mas Padmo dan kakaknya, Mas Ary serta beberapa nama lain yang juga ikut melingkar. Terkadang serius mendengar bahasan Mas Dhani tentang dunia arsitektur yang hitungan-hitungannya penuh dengan makna, dan sesekali tersenyum lebar mendengar celotehan Mas Nug dan Mas Ary. Saya sendiri berpikir keras, kira-kira buah pikiran apa yang harus saya tuangkan kepada teman-teman yang jauh lebih senior dan berpengalaman di hadapan saya ini. Pikiran saya ruwet dan semrawut bercampur minder karena di hadapan orang-orang yang telah matang jiwa dan ilmunya. Saya lebih senang mendengarkan petuah-petuah mereka untuk sangu hidup saya dan teman-teman di sekitar saya.

 

Sejak mentari belum terbit, kami mengobrol, berdiskusi, bertanya sekaligus menjawab pertanyaan tanpa henti sampai menjelang Ashar. Tiba-tiba saya punya buah pikiran yang harus saya tuangkan, yaitu soal lima potensi manusia. Saya mengawali dengan analogi mainan layang-layang yang mempunyai lima titik yaitu bagian atas, bawah, kanan, kiri, dan titik persimpangan di tengah. Di mana lima potensi itu adalah ruh, rasa, akal, hati, nafsu. Pergerakannya seperti layang-layang, jika ada ketidakseimbangan, jalannya akan sempoyongan. Mas Nug yang tadinya senang guyon, menanggapi dengan serius. Pertemuan awal itu sangat bermakna bagi kami. Mendapat ilmu baru dari teman-teman yang hadir serta paparan Mas Agus yang penuh arti yang tidak serta merta hanya bisa didengarkan saja, melainkan harus dipahami betul dengan merenung apa sebenarnya yang dimaksud dari kalimat-kalimat yang disampaikan oleh Mas Agus.

 

Ada persamaan antara Majlis Gugur Gunung (MGG) dan Maiyah Sulthon Penanggungan (SP). Pertama, acara rutin maiyahan, sama-sama dilakukan di hari Sabtu pekan terakhir di setiap bulan. Kita tahu bahwa hari Sabtu adalah hari yang dinanti oleh siapapun saja untuk berakhir pekan, menikmati weekend bersama keluarga atau bermain bersama-temannya setelah sibuk sepekan bekerja atau bersekolah. Namun kami di sini baik MGG maupun SP menawarkan menu malam minggu yang lain, sinau bareng, ngudo roso, saling bercengkerama serta berdiskusi atas tema yang telah disepakati dalam acara maiyahan.

 

Kedua, yang hadir di maiyahan baik di MGG maupun SP sama-sama tidak banyak, namun saya melihat sangat intens dan serius. Istiqomah menjadi kunci utama gelaran maiyah dari kedua simpul ini. Berapapun yang hadir, maiyahan tetap disajikan. Teringat ulama Ibnu Malik, yang harus menawar-nawarkan kepada orang yang lewat untuk diajar oleh beliau karena ketika menunggu orang untuk belajar tak kunjung ada yang datang. Namun sekali punya murid, sangat berkualitas, sebutlah misalnya Imam Syafi’i yang juga kelak sebagai imam madzab sebagaimana beliau.

 

Bulan Desember 2022 ini adalah sewindu usia Gugur Gunung. Ibarat bocah delapan tahun sudah bisa berlari gesit. Capaian-capaian terutama di bidang pertanian telah menjadi karya nyata. Selanjutnya buah pikiran Mas Agus selama proses pelaksanaan kegiatan MGG sejak awal menjelma menjadi beberapa buku telah hadir di hadapan kita. Dan yang terbaru dan tertebal yang pernah saya lihat dari karya Mas Agus adalah Buku “Pasinaon Sadulit Satatal Serat Laku Gugur Gunung.

 

Mas Agus ini ibarat pusaka dalam MGG, sebagaimana Simbah yang menjadi pusaka di Maiyah. Beruntunglah teman-teman yang sering berjumpa fisik dengan beliau karena bisa menimba ilmu secara langsung. Dan kami yang berdomisili di Pasuruan, meskipun jauh secara fisik namun terasa dekat di hati. Jarak ratusan kilometer antara Pasuruan ke Ungaran tak menghalangi kedekatan kami. Bahkan Mas Agus bersama teman-teman MGG seperti Mas Kasno, Pak Zamroni, dll juga pernah ke tempat kami satu mobil sebelum malam harinya menuju Padhang mBulan. Mungkin inilah yang disebut saudara tak mesti sedarah. Tak ada hubungan biologis namun kedekatannya sangat intim.

 

Semoga MGG selalu istiqomah menyajikan maiyahan dengan tema-tema yang selalu menggelitik untuk direnungkan. Tema yang selalu membuat puyeng pembacanya, hehehe… namun ketika dibedah dan diurai mengandung mutiara ilmu yang begitu berharga. Dan semoga MGG diberi keberkahan atas jerih payahnya selama ini menemani siapa saja untuk saling berbagi dan mengisi dalam setiap acara maiyahan.

 

Pasuruan, 15 Desember 2022

Masyhudi Luthfi_Penggiat Sulthon Penanggungan Pasuruan

ANDUM SYUKUR

Kemelekatan saya dengan Majlis Maiyah Gugur Gunung mewarnai dan memberikan arti bahwa saya tidak bisa lepas jarak darinya. Segenap kemesraan, kegembiraan, ilmu, keberkahan, dan keindahan mengisi warna-warna yang telah kita sebut sebagai kebersamaan. Nisbat kebersamaan mengandung pengertian perbedaan-perbedaan menyatu dan menyatukan dalam rangka guyub, urun rembug, urun gawe, andum gunem, andum tresna, dan tentunya sedekah kehadiran dan kemesraan.

 

Perhatian saya kepada Gugur Gunung terletak terutama pada bagaimana ia mengupayakan sinau diri sebagai langgam di tiap pertemuan bulanannya. Sehingga pada akhirnya saya menyebut pasinaon itu sebagai pasinaon hadlroh dan hadloroh, yakni sinau bagaimana diri ini selalu hadir, menghadirkan, menciptakan kehadiran, dan penghadiran demi melahirkan sebuah peradaban yang rahmany (berkerahmatan).

 

Ciri khas yang mencerminkan terciptanya peradaban yang rahmany adalah eksistensi diri yang disertai kehadiran diri. Jika kita mengenal pepatah barat “aku berpikir maka aku ada”, cukup kiranya saya menatah pepatah “aku hadir maka aku ada”. Dari hadlroh rahmaniyyah menuju hadloroh rahmaniyyah.

 

Hadir itu perwujudan dan pengupayaan syukur. Penyempurnaan laku terhadap realitas apapun membutuhkan mekanisme dan penyelesaian yang bertahap, berjenjang, dan terukur. Syukur itu mengupayakan diri untuk menjadi pribadi yang sempurna. Ada dua kosakata bahasa Alquran untuk menyebut kata sempurna, yaitu kamal dan tamam. 

 

Dua kata itu sama-sama memiliki arti sempurna dalam bahasa Indonesia, tetapi sesungguhnya berbeda arti dan maksud. Seorang juru masak berurusan penyelesaiannya di dapur. Suatu ketika di rumah ada manaqiban atau semacam hajatan. Hari itu yang disajikan dan dihidangkan adalah ayam ingkung dan sejumlah menu pendampingnya. Maka di dapur si juru masak benar-benar menyelesaikan racikan bahan-bahannya sehingga menjadi sebuah hidangan.

 

Ketahuilah bahwa ada tahapan-tahapan penyelesaian bentuk hidangan. Setiap tahapan dibutuhkan genapan-genapan penyempurnaan. Satu tahapan selesai dan sempurna itu dinamakan kamal. Si juru masak melakukan kamal pertama, misalnya, menyembelih ayam jago, kemudian membubutinya, sampai pada tahapan pembumbuan, peracikan, pemasakan, dan penghidangan. Tahapan-tahapan itulah satu persatu diselesaikan dan disempurnakan oleh juru masak. Tahapan terakhir adalah penyajian hidangan. Setelah dilakukan semua sampai ke tahap penyajiannya dan hidangan tercukupi semua sehingga acara hajatan itu terselenggara lancar dan selesai, maka itulah sempurna dalam bahasa tamam.

 

Pengelolaan diri yang bermula dan berangkat dari kesadaran atas jatidiri menuntun segala sesuatu bertuah pada kedewasaan. Dewasa mengarah ke dimensi puncak kesadaran diri yang telah dianugerahi oleh Allah dan menempatkan diri pada tingkat, maqom, hierarki, harkat, martabat, dan derajat manusia sempurna atau disebut insan kamil.

 

Penciptaan manusia yang meliputi unsur tanah, air, udara, dan api semestinya memberikan peluang untuk beranjak mendewasakan diri dengan memasang kesadaran utuh. Tanah, air, udara, dan api menyatukan, membentuk satu kesatuan, pancer, dan terpusat. Dengan kata lain, kita menyebutnya sedulur papat lima pancer. Entah kenapa untungnya kita dikhazanahi leluhur kita dengan istilah dan terapan itu. Persisnya segala sesuatu ghalibnya terdiri dari empat dan empat itu dipusatkan, disatukan, di-empanpapan-kan.

 

Ada empat jenis arah mata angin: timur, selatan, barat, dan utara dipusatkan, disambungkan, dan dikoordinatkan ke titik pusat di tengah. Ada lima jenis jari: jempol, telunjuk (penuduh), tengah, manis, dan kelingking (jenthik). Jempol bertugas mengkoordinatkan empat jari. Jempol memancerkan telunjuk; tengah; manis; jenthik. Bayangkan jika yang dipakai pancer adalah jari jenthik, pasti terkesan seperti kithing, disharmoni. Dan, masih banyak amtsal lain yang statutanya bermuatan sedulur papat lima pancer.

 

Oleh karena itu, dalam posisi itulah kita berusaha memantapkan jatidiri dan selalu hadir, menghadiri, dan menghadirkan diri di tengah-tengah makhluk-makhluk Allah lain sebagai pengkoordinat, koordinator, pemancer, pemusat, penengah, titik pusat semesta, dan pengelola semesta.

 

Gerak dan putaran jagat raya ini semuanya berpusat pada gerak manusia. Jika manusia hadir, bergerak, dan menjadi sistem pusat kelola yang baik, maka alam pun terkelola dengan baik. Sebaliknya, jika manusia buruk, maka alam pun ikut buruk. Semesta baik atau tidak tergantung ulah dan tindakan manusia. Manusia adalah pusat dan pancer pergerakan semesta dan ia bertempat di bumi. Maka, bumi pun mengikutsertai pusatnya.

 

Sabda Rasulullah Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam: “Sungguh aku telah dibangkitkan untuk menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan akhlaq”, yang berarti bahwa ada dua kesadaran di dalamnya, yaitu kesadaran penciptaan dan kesadaran laku. Semoga Majlis Maiyah Gugur Gunung selalu dilimpahi keberkahan oleh Allah atas laku yang sudah diistiqomahi sewindu berjalan ini.[]

 

Mohammad Aniq KHB

Keluarga Maiyah, dosen di UPGRIS, anggota keluarga Majlis Gugurgunung, Penggiat di Simpul Maiyah Gambang Syafaat. Khuwaidim Pondok Pesantren Rumah Kegiatan Singosari Sembilan (RKSS) Semarang.