Songolasan Majlis Gugurgunung Januari 2018

Songolasan Majlis Gugurgunung pada bulan Januari 2018 diadakan di kediaman Mas Tyo, tepatnya di kota Temanggung. Dengan menggunakan dua buah mobil dari Ungaran, Wadyobolo Gugurgunung berangkat sekitar pukul 20.00 WIB. Diharapkan pembahasan pada malam hari ini akan lebih optimal termasuk untuk menggodog tema besar tahun 2018.

Dibuka dengan pembacaan do’a wasilah oleh Mas Kasno dan dilanjutkan dengan pembacaan munajat Maiyah oleh Mas Jion. Mas Norman sebagai moderator memimpin jalannya diskusi, dengan Mas Kasno sebagai pemantik awal.

Sedikit pembahasan yang pernah dibahas beberapa waktu lalu ialah tentang “dandan”- atau biasa diartikan sebagai fenomena memperbaiki. Juga dandan erat kaitannya dengan kecantikan, santika, ayu dsb.

Masih teringat pula dengan kisah tentang Samin Surosentiko yang pada jaman dahulu jumlahnya relatif tidak banyak dan bahkan menurut kabar masih bertahan hingga saat ini. Samin surosentiko yang juga mengandung kata santika didalamnya dimana pada masa kolonial berani untuk menolak membayar pajak.

Pantikan kedua dari Mas Norman sendiri, dimana dengan tema besar tahun lalu yakni Pamomongan dan pada tahun ini yakni kasantikan yang nantinya menggunakan referensi Al Qur’an dan hadist. Pergantian tema besar ini diartikan oleh Mas Norman bahwa setelah diemong maka harus dibundeli dan menjadi impresi dalam diri kita yang bertujuan untuk melangkah lebih jauh ke depan. Idealnya yang mungkin akan kita tuai saat di alam berikutnya, sedangkan disini kita hanya bisa untuk mempersiapkan diri.

Berikutnya adalah respon dari Mas Agus. Didalam mempersiapkan diri untuk melangkah ke depan maka perlu untuk melihat ke belakang. Selain perjalanan makro yang ditempuh ada pula perjalanan individual. Proses terbentuknya Majlis Gugurgunung harus dicermati sebagai bagian dari sejarah. Mas (Semilir) Bayu, yang merupakan salah satu perintis di Majlis Gugurgunung memiliki hajat yang bertepatan dengan waktu untuk Gugurgunungan di malam minggu terakhir. Oleh sebab itu, meskipun belum dapat dipastikan bisa hadir atau tidak namun tentang pertemuan rutin Majlis Gugurgunung di malam minggu terakhir alangkah baiknya ketika kita mampu untuk mengoptimalkan pembahasan pada malam hari ini.

Tema besar pada tahun ini adalah tentang Santika yang masih seakar kata dengan santi, saint, santo, santoso, susanto. Santo berarti membawa sifat rohani yang tenang, suci. Santo nantinya dikembangkan menjadi sinter dan santa.

Peradaban manusia umumnya merindukan keindahan rohani yang bersifat universal. Kerinduan tersebut merupakan miliknya Allah yang dititipkan dibawah alam sadar agar senantiasa merindukan keindahan universal. Kesucian Keindahan.

Pada beberapa waktu lalu di Demak, Mas Agus sempat menyampaikan tentang sebuah terminologi bahasa. Bahasa adalah daya ungkap kita yang berasal dari perangkat dalam, seperti halnya radio yang mampu menangkap frekuensi yang tepat dan akhirnya dapat bersuara. Namun ketika radio tersebut dimatikan maka tidak akan mampu untuk menangkap frekuensi dan akhirnya juga tidak mampu bersuara. Wujud rohani bisa dibahasakan dengan frekuensi, gelombang ataupun vibrasi. Dalam hal ini terdapat kecenderungan persamaan bahasa antara satu dengan yang lain karena menangkap frekuensi yang sama. Misalkan kata-kata bijak, dimana hampir semua bangsa memiliki kesamaan meski berbeda bahasanya. Disini kita mulai menggapai tentang universalitas agar tidak mengabaikan informasi-informasi yang lebih lembut dengan satu kesadaran bahwa Allah Maha Tahu, dan banyak yang tidak kita maknai. Hal tersebut dapat kita artikan bahwa sesungguhnya kita tidak mengetahui apa-apa.

Perkembangan bahasa atau kata-kata yang keluar itu disebut sebagai “kembang”. Kembang, ketika tidak sama dengan frekuensi hati maka menjadi tidak artikulatif. Kembang ada bahasa bangsa, bahasa keilmuan dll. Terdapat sekian fase dari bahasa yakni bahasa murni yang berisi tentang kesucian, keindahan, kasantikan dimana bahasa murni ini semakin lama akan semakin terhijab menjadi bahasa bangsa-bangsa atau kabilah yang berisi tentang ideologi. Namun ada bahasa yang tidak terhijab, tetap murni dan diungkapkan secara sama oleh semua manusia hingga saat ini tanpa peduli latar belakang budaya, agama, bahasa, dlsb. Semua pernah dan akan terus menyuarakan kata-kata murni ini, maka kategori kata-kata tersebut tak berpakaian budaya, agama, atau kembangan lain yang membatasi. Seperti bayi yang tak berpakaian dan berikutnya disini disebut sebagai bahasa telanjang. Bahasa telanjang merupakan fitrah bahasa yang tidak hilang dan tetap dipakai oleh bangsa apapun contohnya : sendawa, teriak, menguap dll. Perbedaan-perbedaan dari bahasa-bahasa tersebut bukan pada fitrahnya tetapi lebih kepada penulisannya atau peng-aksara-annya.

Berikutnya, masih ada lagi bahasa yang lebih terjaga lagi sebab tidak bisa diaksarakan dan yang ada hanya kebeningan bahkan tak bersuara. Ialah : air mata merupakan bahasa yang paling jujur namun memiliki daya ungkap yang sangat beribu-ribu kata tanpa kata-kata. Karena bahasa ini paling murni maka banyak yang menunggangi kemurnian ini untuk menyentuh hati oranglain. Begitulah awal mula bahasa, tadinya murni sebagai alat ungkap yang membantu untuk saling bersentuhan dari hati ke hati menjadi alat untuk bergesekan dan perseteruan di kemudian hari. Air mata dengan segala kekayaan daya ungkapnya tidak kehilangan ‘efek sentuhan’ tersebut. Jikapun ada yang kemudian memanipulasi air mata dan menggunakannya untuk kepentingan pribadinya, orang itu dengan tangis palsunya yang tidak murni. Sedangkan air mata dan lelehannya tetap tampil secara murni.

Tujuan dari pembahasan kasantikan ini ialah, bukan untuk mencapai kemurnian tetapi agar supaya menyadari bahwa diri kita ini tidak murni dan berusaha untuk lebih mendekat pada kemurnian. Hal ini merupakan salah satu fenomena “eling lan waspodo”  karena kemurnian dan kesucian hanya milik Tuhan.

Oleh karena itu jadilah pribadi yang otentik. Pribadi otentik ini bukan lantas harus selalu berbeda dengan oranglain. Setiap pribadi pasti akan menjumpai kesamaan dan perbedaan. Apabila terdapat perbedaan, coba telaah apakah yang disampaikan memiliki kesamaan maksud. Jika setiap orang mampu memperkaya persamaan-persamaan kasantikan pada sebanyak-banyak perjumpaan yang tidak jarang disembuyikan dengan bungkus perbedaan, maka akan semakin luas dirinya karena menemukan penggabungan dengan keluasan. Dengan adanya hal tersebut maka akan terjadi penggabungan diri dalam kasantikan. Mungkin kita bukan satu lukisan utuh dalam sebuah kanvas. Akan tetapi jika kita mau memberi satu torehan warna dan bergabung dengan warna-warna lainnya maka akan terbentuk suatu lukisan yang utuh. Kakawin merupakan salah satu contoh bahasa kasantikan. Karena sebelum adanya kebudayaan tembung, kebudayaan yang berkembang adalah kebudayaan tembang.

Pembahasan terus berlanjut, juga beberapa kisah, cerita yang dibagikan oleh Mas Agus serta direspon oleh sedulur yang lain. Hawa dingin di Temanggung tidak menyurutkan semangat untuk saling berdiskusi dan bertukar pikiran. Hingga tak terasa waktu menunjukkan pukul 02.30 dini hari. Segera sedulur-sedulur berpamitan usai ditutup dengan do’a, dan segera kembali ke Ungaran. Sekian reportase kali ini semoga bermanfaat. Amin.

 

Andhika Hendryawan

REPORTASE TANCEP KAYON 2017 : SERAT PAMOMONGAN

Tancep kayon merupakan sebuah tradisi dari Majlis GugurGunung setiap akhir tahun. Tahun ini diadakan pada 30 Desember 2017 yang bertempat di Balai Desa Klepu, Karangjati, Ungaran.

Sekitar jam 20.14 Tancep Kayon dimulai dan dimoderati oleh Mas Norman dan Mas Jion.

Dimoderatori awal oleh Mas Norman dan Mas Jion. Sekitar jam 20.14 malam dibuka dengan pembacaan Al Qur’an oleh Mas Amri, dilanjutkan Do’a Wasilah dan Sholawat Nariyah oleh Mas Tyo, dan pembacaan Munajat Maiyah oleh Mas Jion.

Usai pembacaan Munajat, dimulailah pagelaran Wangker Bayu dengan lakon Bimo Suci. Sekitar satu jam pagelaran berjalan, tepuk tangan dulur-dulur sebagai apresiasi kepada Wangker Bayu

Pagelaran Wangker Bayu dengan lakon Bimo Suci

dan sekaligus sebagai tanda telah berakhirnya pagelaran Wangker Bayu malam ini.Continue reading

SEKELUMIT TENTANG “TANCEP KAYON” MAJLIS GUGURGUNUNG

Gugurgunung memiliki tradisi tahunan yang diberi nama “Tancep Kayon”. Dinamakan demikian dengan landasan konsep bahwa Majlis ditutup. Ke depan akan dipungkasi atau dilanjutkan ditentukan pada saat “Tancep Kayon” itu. Jika tidak berlajut, maka Tancep Kayon sebagai upacara penutupan. Jika akan lanjut tahun depan maka Tancep Kayon dalam rangka menegaskan perjalanan proses satu tahun.

Dikarenakan Tancep Kayon berada pada dua kemungkinan di atas maka ‘sifat’ Gugurgunung tidak banyak terlibat, lebih berjarak dan hanya mendapat laporan perkembangan saja atas segala proses yang ditempuh keluarga Gugurgunung. Semua hal direngkuh, dipikirkan, disunggi sebagai hajat bersama. Baik pra, saat, dan paska acara. Persembahan berupa perform, dan tanda kegembiraan lain dirembug tanpa melibatkan ‘sifat’. Yang membahagiakan, ternyata kegiatan ini senantiasa mendapat tanggapan dan respon dari berbagai pihak yang tidak hanya dari area Ungaran atau Semarang. Saudara Maiyah seperti dari Tuban, Pasuruan, Jogja, Kendal, misalnya, pada beberapa kali Tancep Kayon termasuk pada tahun ini ikut merasa terpaut untuk terlibat pada kegiatan ini. Bahkan, pada saat acara masih dihadiahi kunjungan dari puluhan Simpul yang turut serta ngombyongi upacara yang seolah-olah menjadi momen terakhir Majlis ini.

Pada tahun ini, tanpa dinyana saudara Magelang (Maneges Qudroh) menghadiahi dengan menghadirkan grup Jodo Kemil yang sudah sering memghiasi acara Maiyahan di Maneges ataupun Mocopat Syafaat.

Cara ini sudah menjadi tradisi yang berlangsung sejak tahun pertama perjalanan Gugurgunung. Tahun ini Tancep Kayon menjadi akan yang ketiga kalinya. Agar mengingat kembali proses, mengenang perjalanan, evaluasi, dan membangun sikap secara lebih tegas dari hasil bahasan dan gapaian yang telah ditempuh.

Menurut ‘sifat’ Gugurgunung, tradisi ini akan memberikan bukti secara akurat tentang bagaimana kreatifitasnya, tanggungjawabnya, solusi-solusi yang ditempuh, bagaimana kekompakan, sayuk rukunnya, menjaga irama, inisiatif dan kerjasama antar dan inter personalnya para wadyabala Gugurgunung. Bukti tersebutlah yang akan menjadi dasar bagi ‘sifat’ untuk menetukan apakah Majlis Gugurgunung perlu dilanjutkan atau tidak.

 

Tahun 2015 : Tancep Kayon – Sandal Peradaban

Tahun 2016 : Tancep Kayon – Kembul Malaikatan

Yang akan dilaksanakan tahun ini :

Tahun 2017 : Tancep Kayon – Serat Pamomongan

Serat Pamomongan
sesolah, sesulih, sesuluh

“Serat Pamomongan”
sesolah, sesulih, sesuluh

Pamomongan :

Sedikit remind, Pamomongan merupakan tema besar untuk perjalanan MGG pada tahun 2017, tema tersebut awalnya diusulkan oleh Mas Jion kemudian disetujui oleh Mas Agus dan disepakati oleh seluruh keluarga Majlis Gugurgunung. Ini berarti seluruh sub tema yang akan diusung pada acara rutinan Majlis Gugurgunung pada tiap bulannya mengandung esensi Kepamomongan.

Ini sudah menginjak bulan ke 12. Seperti sebelumnya, Majlis Gugurgunung mempunyai tradisi Tancep Kayon pada akhir tahun. Alhamdulillah tema demi tema pada tiap bulannya dapat tersaji kan dan terdiskusikan dengan baik. Kami meyakini, ini terjadi salahsatunya karena adanya peran Pamomongan pada masing masing personal Keluarga Majlis Gugurgunung, meliputi Kepamomongan terhadap kahanan, waktu, kesibukan, realitas dan fenomena, ego, Fikiran, dll. Bagi kami ini adalah pencapaian yang harus kami syukuri, dan fenomena yang menarik tersebut sangat sayang untuk terlewatkan begitu saja. Untuk itu, kami mencoba mengevaluasi, mbundeli, mensuratkan apa yang tersirat dari serangkaian tema satu tahun ini menjadi “Serat Pamomongan”, yang juga kita angkat sebagai Tema pada momentum penting Tancep Kayon.

Bungah Sumringah Mbangun Katresnan

Sabtu, 4 November 2017 adalah hari yang mengharu biru buat teman-teman JM SP. Betapa tidak, SP yang kegiatannya hanya itu-itu saja di_silaturahim_i oleh JM Gugurgunung Ungaran Semarang yang dinahkodai oleh Mas Agus Wibowo. Mereka menyempatkan diri dan mengorbankan waktu sebelum menghadiri Pengajian Padang Mbulan di Menturo-Jombang.

Tengah malam, beliau WA saya dan saya baru melihat dan membaca di pagi hari kalau beliau dan teman-teman Gugurgunung akan mampir ke rumah.

Pagi itu juga saya koordinasi dengan teman-teman SP melalui chat pribadi maupun WAG. Selama 30 menit tidak ada yang merespon, dan saya memahami karena di pagi hari aktivitas mereka begitu padat. Ada yang pergi ke pasar, menyiapkan anak berangkat sekolah, serta aktivitas-aktivitas yang menyita waktu lainnya.

Beberapa menit kemudian ada yang merespon. Koordinasi pertama yang kami lakukan adalah soal lokasi tempat. Dan yang paling representatif yaitu di tempat Cak Taufik, karena ruangannya luas semacam aula di lantai dua dan dekat dengan toilet. Ternyata Cak Taufik sedang perjalanan ke Banyuwangi. Akhirnya Cak Rohim menyediakan diri untuk rumahnya ditempati. Alhamdulillah…

Point kedua yaitu, siapa yang akan menemani mereka? Saya sendiri hari Sabtu masih harus bekerja setengah hari. Akhirnya Cak Hasan siap menemani sampai jam 9:30 karena harus ke Jombang. Cak Rohim dan Cak Irul siap sepanjang hari menemani serta Cak Sule yang juga tidak ketinggalan ikut menyambut mereka, meski kemudian di siang hari mendadak ijin karena ada kerabat (Pak De istrinya) yang meninggal dunia.

Tugas pun segera dibagi, siapa yang pergi ke pasar, siapa yang menyiapkan sarapan, dan siapa yang stand by di Cak Rohim. Saya sendiri memonitor perjalanan rombongan sambil kontrol aktivitas teman-teman di rumah Cak Rohim melalui WAG, dan tak terasa jam masuk kerja sudah lewat sehingga nunggu sebentar di depan gerbang pabrik karena kalau hari Sabtu ada semacam briefing dulu.

Setelah masuk pabrik, saya masih fokus ke persiapan teman-teman dan posisi update tamu, sambil melakukan aktivitas pekerjaan. Dan tak lama kemudian, tamu sudah tiba di rumah Cak Rohim jam 9:20, sementara saya masih berkutat dengan pekerjaan yang tak kunjung selesai.

Sekitar hampir setengah jam kemudian, saya baru bisa merapat setelah mem-pending pekerjaan yang bisa saya lakukan di siang hari.

Sambutan hangat sedulur SP menyambut kedatangan dulur-dulur GG

Alhamdulillah, saya dipertemukan pertama kalinya dengan Mas Kasno dan mas-mas lainnya yang kemudian saya ketahui bernama Mas Bayu, Mas Tri, Mas Didit, dan Pak Zam serta anaknya Pak Zam. Kalau dengan Mas Agus dan Mas Sekjend (Patmoputro) sudah beberapa kali ketemu di Balongsari.Continue reading