Kampung ‘Kopen’

Majlisgugurgunung:: Kulangkahkan kaki semeter demi  semester, sekilo demi sekilo. Melangkah dan terus melangkah, hingga akhirnya aku kelelahan. Ku duduk dengan posisi bersila di bawah pohon beringin besar di tengah rimbunnya rimba. Kupejamkan mata sejenak, kunikmati sepi, hening dan sunyi ini. Sekilas terdengar suara lirih menyapaku; “siapa kamu? Kenapa kamu terus berjalan? dan kenapa sekarang kau terdiam bersila disini?”. Aku tetap diam tak menjawab, dan suara itu kembali terdengar; “siapa keluargamu? Dari mana asalmu? Sudahkah kau mengingat dan menjaga?”. Dan pertanyaan yang baru saja terucap  membuatku tersentak hingga kubuka mata.

Pertanyaan demi pertanyaan yang kudengar tadi membuat hati dan pikiranku runyam. Benar juga, ngapain aku capek-capek terus berjalan, tapi kalu tidak berjalan menyusuri tiap lekuk jalan bagaimana aku bisa mengingat? Bagaimana mau menjaga sedang mengingat saja aku masih terus lakkukan. Masih terus kucoba membuka tabir demi tabir yang menutupi ingatanku. Bagaimana pula akau mau menjaga sedang diriku sendiri aku belum tahu pasti siapa, apalagi keluargaku. Siapa keluargaku? Dari mana aku? Dari mana sangkan paranku?Continue reading

Sang Pejalan

Majlisgugurgunung:: Dalam guyuran hujan deras seorang pemuda berjalan dengan mantap menembus rimba yang lebat di salah satu daerah di pulau jawa. Langkahnya mantap dan badannya gagah, seolah air hujan adalah keringat yang ia kucurkan selama perjalanan hingga membasahi sekujur tubuhnya. Melangkah dan terus melangkah sendiri menapaki sunyinya rimba yang semakin masuk semakin rimbun dan berkabut.

Arya namanya, berperawakan tinggi besar dan cukup kekar. Matanya sangat tajam membelah apa yang ada di depannya, dengan jambang yang tumbuh lebat menambah tegas perawakannya. Dia bukan kesatria juga bukan Begawan atau resi. Dia hanya pejalan yang selalu melangkahkan kaki sesuai tuntunan hatinya. Dia terus berjalan dari satu desa ke desa lainnya, dari satu rimba ke rimba lainnya.Continue reading