MUWAJAHAH hingga SALAM

MUWAJAHAH hingga SALAM - 31 Mei 2017

MUWAJAHAH hingga SALAM

Bumi ini dihuni oleh berjenis-jenis manusia yang diwadahi dalam jenis wadag dan peristiwa kehidupan yang sama. Meskipun cara melihat peristiwa dan sikap pada peristiwa tersebut berbeda-beda namun perlu untuk mengenali dan menyadari bahwa di bumi ini yang lebih dewasa pasti akan mengalah untuk memberi keteladanan tentang makna bersama dan membangun harmoni. Dari cara melihat dan dan menyikapi secara berbeda-beda itulah maka kemudian terjadi banyak perbedaan sebab kapasitas dan daya jangkau satu dengan yang lain membawa kadar yang berbeda-beda pula. Ibarat hamparan permainan yang penuh gelak tawa dan senda gurau maka demikianlah bumi ini. Pada sebuah penyederhanaan ada 3 macam jenis manusia yang memiliki kadar kedewasaannya masing-masing, adalah sebagai berikut :

  1. Manusia Muka – Jasadi

Kadar ini adalah kadar yang paling umum dan bisa jadi paling kanak-kanak. Setiap orang menyangka yang utama adalah muka sehingga harus tampak indah, cemerlang, bahkan kalau perlu dipoles make up. Hampir semua jenis permainan digemari oleh jenis manusia Muka ini. Kepopuleran, kehebatan, kekayaan, kejayaan, intinya semua yang memungkin ia akan memiliki media menampakkan wajahnya di hadapan yang lain dengan penuh kebanggaan dan berharap memperoleh pujian. Ia akan memberi setelah dihitung akan kembali memberinya keuntungan. Manusia pada tahap ini adalah manusia yang lebih dikontrol pada ukuran tampak atau tidak. Ilmu katon, yang tampak masih sebagai patokan utama keberadaan. Ia masih senang mengukur kabagusan dirinya dengan manusia lain.

  1. Manusia Rukuk – Jiwa

Kadar yang ini lebih dewasa, ia tidak lagi cukup memiliki keberanian untuk memamerkan muka karena ia jumpai kesadaran bahwa berbuat baik adalah peristiwa hati bukan peristiwa muka. Ia lebih menggemari jenis-jenis permainan yang lebih bermanfaat. Misalnya “menanam”, “merawat”, “membaca”, “bekerja”, dan lain sebagainya yang memungkinkan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman lahir bathin. Manusia rukuk sudah mulai tidak menggemari popularitas apalagi pameran jasadiah. Ia mulai suka memberi daripada menerima. Lebih senang memuji daripada dipuji. Pada tahap ini, manusia merasa ada bukan karena dirinya ada namun karena dia bersama sebuah keberadaan yang lain. Ia bisa berkontribusi dan membantu keadaan sekitarnya. Ia mulai malu mengukur kebagusan dengan manusia lain.

  1. Manusia Sujud – ruh

Yakni manusia yang sama sekali telah memantapkan hati untuk merunduk di hadapan Tuhan demi kesaksiannya pada kemaha-sucian dan kemaha-tinggianNya. Ia sangat malu menampakkan diri apalagi memperlihatkan kealiman. Permainan yang ia gemari adalah ‘bersenda gurau pada derita’ dan ‘bergelak tawa bersama sunyi’. Ia menjadi seseorang yang lebih kaya dalam hal mendapat kenikmatan. Ia tidak hanya merasa nikmat saat kenyang, ia juga mampu menemukan kenikmatan pada lapar. Ia tidak hanya menemukan kenikmatan ketika tidur, ia juga menambahi hidupnya dengan kenikmatan terjaga. Ia sama sekali tidak memerlukan popularitas sebab ia tak khawatir terhadap Penglihatan Tuhan. Ia tidak suka memuji apapun kecuali memuji segala hal yang terpuji karena hakekat pujiannya senantiasa ia sambungkan dengan yang Maha Terpuji melalui segenap peristiwa yang ia temui. Pun ia tak suka pujian kecuali dari segenap peristiwa yang tanpa pamrih yakni yang hanya mengutamakan pernyatan cinta dan kasih sayang. Manusia pada tahap ini terus mengkontribusi dengan sekian rentang proses yang sebagian besar lingkungannya tidak melihat apalagi menimbang jasanya. Ia mulai mengukur kebagusan dalam ukuran kesemestaan, tak bergairah sama sekali mengukur kebagusannya dengan manusia lainnya.

Dari ketiga jenis di atas bukanlah untuk mengatakan salah satunya lebih hebat dari yang lain. Yang dikategori di atas adalah level kesadaran dan kedewasaan seseorang secara ruhani, ia bisa bersemayam dalam diri jasad yang masih muda maupun tua. Yang lebih baik diantara ketiganya adalah yang mampu menunjukkan ketaqwaan, yang mampu melanjutkan peranti kesadarannya hingga Salam. Yang berwadag tua tidak selalu membawa kesadaran dan kedewasaan yang tua, demikian pula sebaliknya.

Semisal ‘manusia wajah’ ibarat anak-anak, ia tidak diukur dengan cara dewasa dalam perilaku kebaikannya. Ia akan tetap dipuji dengan inisiatifnya membawa seember kecil pasir untuk membantu pembangunan jalan kerja bakti di kampung. Ia akan mendapat perhatian khusus karena andaikan ia ingin bermain-main saja dan terlena bersama teman-temannya tetap bisa dimaklumi. Ia mendapat perhatian khusus karena kemampuannya melompat dari kebiasaan normatif untuk lebih berani bertindak menengok kanan kiri keadaan sekitar dan menguruni sikap meskipun ia tetap butuh pujian dan pengakuan. Mengengok pada kiri kanan kemudian mengulurkan bantuan ini berarti ia telah menunaikan perilakunya hingga Salam.

Sedangkan yang lebih dewasa, pasti akan ditakar dengan tolok ukur yang lebih dewasa pula. Ia tidak akan lagi mendapat pujian dengan sember pasir bahkan akan tampak lucu dan begitu remeh sedangkan ia telah berkemampuan menyunggi hal lebih namun masih berkutat pada perhitungan keuntungan diri agar tidak terlalu susah. Pada diri manusia yang tingkat kedewasaannya lebih ia pun perlu melanjutkan hingga salam dengan cara rukuk atau sujudnya. Dan apabila berhasil menunaikannya hingga Salam, yakni menebarkan kedamaian, tidak mengancam dan tak meremehkan sekitar, tidak merugikan orang lain baik secara martabat, harta hingga nyawa orang lain. Ia akan mendapat karunia yang sangat baik dari sisi TuhanNya.

Agus Wibowo

Facebooktwittertumblr
Posted in Kembang Gunung.