KHALIK-AKHLAK-MAKHLUK

KHALIK-AKHLAK-MAKHLUK - 07 Juni 2017

KHALIK-AKHLAK-MAKHLUK

Akhlak itu ekspresi pengabdian. Makhluk yang mengekspresikan. Dan, yang menciptakan semuanya (makhluk maupun ekspresi) ialah Tuhan. Ekspresi satu makhluk dengan yang lain bisa sangat berbeda. Bahkan bisa bertolak belakang. Namun begitulah keragaman agar masing-masing mengenal dan menyaksikan ‘rasa tiada hingga’ yang diciptakan dan dimiliki oleh Sang Khalik. Ada cara pandang sederhana dalam memindai dimanakah letak posisi kita adalah sebagai berikut ;

Dengan dominasi jasadi = kita menomorsatukan kesadaran sebagai makhlukKesadaran Jasadi, meletakkan Tuhan sebagai ‘Ia

Dengan dominasi jiwa = kita menomorsatukan kesadaran akhlak. Kesadaran Jiwa, meletakkan Tuhan sebagai ‘Engkau

Dengan didominasi sukma = kita akan menomorsatukan Sang KhalikKesadaran Sukma, meletakkan Tuhan sebagai ‘Aku

Contoh sederhana untuk memahami kalimat ini adalah : pertama rubahlah kata ‘Tuhan’ sebagai ‘penderitaan oranglain’.

Ketika engkau sedang memerankan sebagai makhluk jangan merasa menjadi Khalik. Ketika engkau mengedepankan Akhlak jangan putus dari Sang Khalik, ketika engkau mengabdi kepada sang Khalik sadarlah bahwa engkau adalah makhluk.

  1. Kesadaran Jasadi, meletakkan Tuhan sebagai ‘Ia’ = meletakkan derita oranglain sebagai ‘Ia’

Ketika ada seseorang yang membutuhkan bantuan tenaga, kita tidak bisa menukarnya dengan do’a atau ide. Kita menomorsatukan tenaga/jasad dilandasi jiwa kemanusiaan yang baik dan ruhani yang baik pula.

Pada posisi jasad tanpa kesadaran akhlak maka pada posisi ini kita melihat oranglain (ia) sebagai pihak luar (outsiders). Penderitan orang lain sebagai derita oranglain.

  1. Kesadaran Jiwa, meletakkan Tuhan sebagai ‘Engkau’

Ketika seseorang sedang menginginkan pendapat, masukan, atau hanya sekedar ingin didengar, akhlak kita menjadi nomer satu, ruhani kita menjadi landasannya dan jasad berada pada deretan ketiga, sebab jasad cenderung tidak banyak melakukan aktifitas.

Pada posisi kesadaran akhlak tanpa kesadaran ruhani, pada posisi ini kita melihat oranglain bagaikan sesama (kita). Ketika memberi sesuatu agar bermanfaat bagi oranglain dan orang lain tertolong oleh sesuatu yang kita lakukan, Akhlak (kepribadian, sikap, pertolongan & kemanfaatan) menjadi nomer satu. Penderitaan orang lain menjadi derita sesama manusia.

  1. Kesadaran Sukma, meletakkan Tuhan sebagai ‘Aku’

Ketika seorang ibu yang sedang jauh namun tengah merindukan/membutuhkan kehadiran anaknya, yang pertama dilakukan adalah yang berkarakter ruhani, kita sadar sebagai makhluk yang serba dalam keterbatasan secara jiwa maupun raga. Maka yang bisa kita lakukan tidak dengan jasad tak pula dengan jiwa. Yang tampil paling depan adalah Sukma yang bisa meringkas ruang dan menggulung waktu, yakni mendoakan dan lantas pada kombinasi jiwa dan raga untuk berupaya mendekat menjawab secara akurat kerinduan.

Pada posisi kesadaran ruhani tanpa akhlak dan jasad, upaya berhenti pada doa pengharapan tanpa implementasi sikap jiwa dan raga. Kesadaran Sukma membuat penderitaan oranglain sebagai penderitaanku.

Ketika kita melakukan kebaikan kepada oranglain sebab kita merasakan penderitaan orang tersebut seakan sebagai penderitaan diri sendiri maka keseluruhan kita luruh. Tuhan menjadi pihak utama dalam peristiwa ini. Kita bagian yang diperankan, tidak lebih kaya karena telah memberi, tidak lebih baik karena telah menolong, tidak pantas mendapat pujian tak pula bangga dengan perilaku. Semua terjadi atas perkenan Tuhan yang ingin memberikan karunia ilmu kepada kita untuk ikut merasakan indahnya melayani oranglain. Ketika kita menjadi lebih baik setelah suatu peristiwa, justru sebagai bukti bahwa sebelumnya kita lebih buruk. Dengan kita merasa lebih kaya setelah memberi, sesungguhnya tanda bahwa sebelumnya kita miskin. Menolong membuat kita lebih baik, sehingga kehadiran oranglain yang memerankan kita sebagai penolong justru perlu disyukuri. Yang kita tolong itu bisa jadi justru sedang diperankan Tuhan untuk menolong nasib kita yang minim pengalaman menolong. Mengalami sesuatu untuk menambah pengalaman, sebagi guru yang mengajarkan diri untuk selalu berangkat untuk menjadi lebih baik. Memberi membuat kita lebih kaya, maka keberadaan oranglain yang rela menerima pemberian bisa jadi sesungguhnya guru yang diperankan nestapa oleh Tuhan kepada kita untuk mengenalkan pada hakekat kekayaan.

Mengutip sebuah hadist Qudsi :

hadist-qudsi1 (untuk judul khalik-akhlak-makhluk)

Agus Wibowo

Facebooktwittertumblr
Posted in Kembang Gunung.