Padhang Pranatan

PADHANG PRANATAN

Tema kali ini diangkat dalam rangka merespon banyak hal. Merespon tentang dhawuh Mbah Nun yang setiap simpul diharapkan membuat workshop dalam rentang Agustus – Oktober. Merespon tentang persambungan dan perkembangan tema Majlis gugurgunung yang semenjak mengangkat tema “Masyarakat Lebah Me-madu” pada bulan-bulan berikutnya seolah tidak terputus dan berkesinambungan sebagai seolah bahasan berseri. Setelah pada bulan kemarin MGG mengupas tema “Laras” yang di dalam bahasannya mencoba mengingat kembali amanat utama kita di dalam hidup dan gol utama dalam hidup dengan merunut jauh zaman per zaman, peradaban demi peradaban sejak sebelum era risalah kanjeng Nabi Muhammad SAW hingga terus di ujung mula peradaban Nabi Adam AS.

 

Tidak hanya itu, runutan itu juga mempertautkannya dengan sejarah sejak sebelum Nabi Adam belum diturunkan ke muka bumi bahkan racikan-racikan peristiwa yang melatarinya. Pada bulan kemarin masyarakat maiyah Ungaran yang tergandeng dalam keluarga Majlis gugurgunung mencoba membuat penegasan bahwa hidup di dunia ini sangat kompleks dan serius, dan kehadiran para utusan itu untuk membuat yang kompleks itu tertata dan membenderangi keadaan. Maka, betapa perlunya menyambungkan diri secara laras posisi diri kita sekarang dengan sejarah panjang dan serius alasan kita diciptakan.

 

Berikutnya, yakni pada bulan ini. Majlis gugurgunung mencoba mengupas makna Negeri. Apakah negeri itu adalah teritori kecil? suatu bangsa yang didiami oleh sedikit keragaman? atau sebuah kawasan nilai yang dipenduduki manusia-manusia yang menjaga nilai? Sebab, apabila sebelumnya paham tentang sejarah penciptaan kita maka selanjutnya perlu memahami tugas dan peran yang perlu dirintis dijalankan dan dibangun dengan semangat menggapai suatu penataan yang berpendar cahaya Rahmat Allah swt. Dengan demikian bulan Sepetember 2019 ini ditemukanlah tema tentang penataan, yakni: PADHANG PRANATAN.

 

Secara Bahasa, Padhang mengandung arti : Terbentang Cerah, Terang, Bersih. Sedangkan Pranatan mengandung arti : sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat; institusi. Pranatan juga mempunyai arti lain, yaitu: Pemikiran, Jiwa, Ideologi. Inti struktur pranatan adalah, menjelitakan alam semesta yang telah cantik, memayu hayuning bawana.

 

Menghubungkan masa silam dengan masa sekarang untuk masa yang akan datang adalah metodologi penyusuran silah yang kami yakini. Amsalnya demikian, bijih suatu tumbuhan menampung dan merekam segala rentetan peristiwa tumbuh kembang yg dialami induknya. Menyimpan seluruh karakter dan identitas dominan dari tumbuhan induknya. Sehingga untuk siklus atau proses kehidupan selanjutnya, bijih yang dijadikan sebagai benih tersebut ketika ditanam akan tumbuh sebagaimana induknya tumbuh. Akar, batang, daun, bunga, buah, wanginya bunga, manisnya buah, dan seterusnya dan seterusnya sampai ke bijih lagi akan mempunyai karakter yang relatif sama. Kecuali ada unsur lain dari luar yang sengaja memutus rantai siklus, misalnya dengan cara mencemari nutrisi asupannya, mencemari media tanamnya, dan lain-lain yang kemudian benih menjadi rusak, sehingga tidak dapat meneruskan karakter Induknya pada siklus kehidupan selanjutnya. Manusia  merupakan komponen penting atas terbentuknya sebuah pranatan. Mari mengembarai diri melalui salah satu pintu ini,

 

“Jangan melakukan apapun diluar jalur kenabian,”. Sebuah dhawuh dari Mbah Nun yang disampaikan pada gelaran sinau bareng di Kudus pada awal bulan September 2019 ini. Sefrekwensi dengan Diagram Pemetaan Dasar Peradaban, yang telah diangkat menjadi materi Workshop sinau bareng gugurgunungan bulan Agustus lalu. Yang didalamnya menggambarkan runtutan peradaban Manusia yang padanya mempunyai dua fenomena jalur pengembaraan yaitu Jalur Ahsani Takwim dan Jalur Asfala Safilin. Jalur-jalur peradaban sejak peradaban Nabi Adam AS sampai dengan Nabi Muhammad SAW, atau sejak Peradaban At Tin – Peradaban Zaitun – Peradaban Sinai – Sampai ke Peradaban Al Balad Al Amiin.

 

Selanjutnya membangun kesadaran untuk kian memahami pranatan yang sejak awal dibangun untuk diterapkan hingga akhir zaman. Perubahan pranatan secara fisik memang pasti terjadi, namun konsep utamanya harus terus dipertahankan, sebagai bagian dari memperjuangkan Sunatullah. Pengetahuan leluhur yang adilihung memberangkatkan peradaban dengan keindahan, kabaikan, dan kebenaran, sebagai konsep Dasar ciptaan Tuhan. Konsep Dasar sebagai unsur spiritual. Sandang, pangan, papan senantiasa diupayakan dan dibangun dengan mengacu pada tatanan paugeran spiritual.

 

Pintu selanjutnya adalah,

Beberapa pertanyaan Mbah Nun yang tertulis dalam seri tulisan RAHMATAN LIL-BILAD. Demikian,

  1. Apakah Rahmatan Lil’alamin dengan sendirinya sama dan sebangun dengan perjuangan nasional keIndonesiaan? Apakah skala dan hak serta kewajiban Nasionalisme Indonesia otomatis adalah skala dan hak dan kewajiban Rahmatan Lil’alamin?
  2. Eksistensi dan perjuangan hidup sebagai warganegara Indonesia apakah merupakan perwujudan langsung dari tugas penciptaan Rahmatan Lil’alamin?
  3. Kalau prinsip dan praktek NKRI sendiri tidak berangkat dari prinsip Rahmatan Lil’alamin, maka bagaimana memaknai posisi Jamaah Maiyah antara Khalifah Allah dengan warganegara Indonesia?
  4. Jamaah Maiyah Sinau Bareng terus apakah Rahmatan Lil’alamin identik dengan Rahmatan Lil Bilad, Lil Balad, Lil Buldan atau Lil Baldah?

 

Kemudian, Pertanyaan ini mengantarkan kami pada tadabur tentang :

 

Ummul Qura, dimana terdapat sosok terpuji yang bergelar Ummi. Pada sebuah padang mulia, saking mulianya pada padang tersebut rumputpun dilarang untuk dicabut, dilarang membunuh, dilarang menganiaya, siapa saja yang berada pada padang mulia tersebut harus dijamin Aman. Juga padang yang menjadi saksi atas perjuangan Kanjeng Nabi yang begitu Terjal. Tentang nila-nilai kemanusiaan yang menganjurkan untuk mengasihi anak yatim dan orang-orang lapar serta fakir-miskin, memerdekaan/membebaskan budak, perjuangan manusia yang susah-payah, saling nasihat menasihati dalam hal kesabaran dan kasih sayang.

 

Allah SAW berfirman, QS. Al Balad ayat 1

 

 

 

Aku bersumpah dengan Negeri ini

 

Selanjutnya, mari melingkar, bareng bareng mentadaburi QS. Al Balad. Untuk menemukan jawaban-jawaban atau bahkan rumusan-rumusan untuk menuju kembali pada Al Balad Al Aamiin, selaras dengan perkenan Allah SWT. Aamiin

Road to Makan bareng Kanjeng Nabi – Bagian 4

Puncak Rindu adalah Tangis

 

Selain Rindu, sebetulnya Tangis juga menjadi puncak dari Bahagia, pun Sedih, dan sebagainya. Ke universalan tangis sebagai bahasa komunikasi, menjadi indikasi bahwa Tangis adalah salah satu bahasa Kasantikan.

Selepas adzan Ashar, masing masing dari kami tampak bergegas mempersiyapkan diri. aku sendiri salah tingkah setengah mati. Ke kamar mandi, cuci muka, ganti kaos, pakai sarung andalan, plus minyak wangi bayi yang aku sawut begitu saja saat berangkat dari rak perlengkapan anakku lanang, Pekik.

Bismillahirrohmanirrohiim, kami berangkat ke lokasi acara. Tampak berduyun duyun arak arakan mobil dan motor. Ibuk ibuk, Embak embak, Bapak bapak, Mas mas, dan tentunya Anak anak, tampak meriah dan sumringah. aku membayangkan ada rebana pengiring, wuaahhh, mbrabag aku. Kian salah tingkah, kian membayangkan bagaimana kalau ternyata Kanjeng Nabi rawuh lebih dahulu, sampun pinarak, atau  jangan jangan Kanjebg Nabi sedang jumeneng sambil tersenyum menghadap ke arah arak arakan kami. Lalu bagaimana keterbatasan kami ini mampu mengakurasi kehadiran Beliau. Duhhh ….

Tampak berduyun duyun menuju lokasi acara

Merem sejenak, lalu melek lagi. Perjalanan menyusuri jalan di tepian sungai, seperti jalan produksi pertanian. Kanan Kiri tampak terbentang Hijau hampir menguning, yang di atasnya terbentang berjajar tali tali yang padanya terikat warna warni tas plastik kresek berjarak 3 jengkalan. Awan Putih tipis berserakan pada bentangan Langit yang Biru. “Sungguh Instalasi Warna yang dahsyat”. (Pinjam kalimat dari sedulur Pelukis Jepara yang turut hadir).

Juga gemericik air dari saluran sekunder yang mengucur ke kolam kolam ikan, tampak pula seseorang menggiring bebeknya menaiki tanggul sungai, berjalan pulang ke kandang. Pun kawanan burung terbang ke arah yang sama, ke arah pulang.

seseorang menggiring bebeknya menaiki tanggul sungai

Pada sebuah pertigaan jalan tertancap plang penunjuk arah bertuliskan “Kampus Sawah”, pertanda sudah hampir sampai lokasi acara. Arak arakan perlahan berbelok mengikuti penunjuk arah, berjalan perlahan lahan, namun degub jantung dan nafas justru sebaliknya. aku menatap aliran sungai yang langsam, perlahan degub jantung dan nafasku turut langsam. Pada 10 derajat arah perjalanan kami, tampak Mentari hampir Jingga parasnya, cahayanya menerobos rerimbunan ranting dan daun Randhu yang tumbuh kokoh dan subur berjajar di sepanjang saluran sekunder area pertanian Desa Karang Randhu.

tampak Mentari hampir Jingga parasnya

Semribit angin, masuk melalui jendela mobil yang kami biarkan terbuka, lalu menyeka wajah kami. Sangat menyegarkan.

aku segera uluk salam, “Salamku duhai wahai ke semua Panjenengan yang ada di sini, saking kersaning Allah, Laa ilaha illaLLah MuhammadunRosuluLLah …. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakhaatuh.

Kepada ke semuanya, …. Alfaatihah ”

Tiba di lokasi acara, area Kampus Sawah. Kampus yang terletak di area persawahan, dengan dilengkapi dengan satu bangunan berukuran kurang lebih 3 x 6 meter. Bangunan dari kayu dan bambu, dengan 6 tiang struktur dan 2 tiang praktis. Berlantai lampit bambu, beratap genteng tanah, tak berdidinding, dilengkapi dengan 1 meja yang di atasnya ada kendi tanah. Ada spanduk terbentang di bagian belakang, dan sebretan kayu jati tergantung di bagian depan, keduanya bertuliskan Kampus Sawah. Jelas sebuah bangunan yang lebih memper gubug, dan pasti akan tertolak habis habisan oleh skalatis Kampus ukuran orang orang modern saat ini, dengan barometer Kampus yang berupa bangunan bangunan megah dan luas, namun sempit laboratorium.

Riang menari-nari @Kampus Sawah

Oke Stop, saya nggak tertarik memperbandingkan lebih lanjut. Singkatnya, Kampus Sawah Karang Randhu ini mempunyai laboratorium yang luasnya ratusan bahkan ribuan kali lebih luas dari bangunan strukturnya. Laboratoriumnya, ya berupa sawah itu sendiri, sawah dalam arti yang sebenarnya. Penelitiannya melibatkan langsung tanah, udara, cahaya, hewan, tumbuhan, prilaku prilaku, adab adab, dan sebagainya yang ada di situ. Perpustakaan dan referensi ilmunya langsung tersambung dengan leluhur leluhurnya. Semangat dan kesadaran yang dibangun adalah kesadaran menuju ke Fitrah. Bahasa ringkasnya adalah “Pertanian Organik”. Sebuah sistem pertanian yang jelas sulit dipraktikkan pada era sekarang ini, era dimana tanah tercemari, udara tercemari, air tercemari, hewan hewan tercemari, ekosistem kacau, rantai makanan putus, dan prilaku prilaku yang nyaris putus asa, dan sebagainya. Acapkali dulur dulur ini juga harus berhadapan dengan angkuhnya bangunan bangunan pabrik. Upaya upayanya terhadap Sungai terus menerus berhantam hantaman dengan intalasi instalasi air limbah yang diameter lubang pipanya puluhan kali lebih besar dari diameter kepalan tangan dulur dulur tersebut. Menebar benih ikan, dengan jenis ikan yang lebih tahan dengan pencemaran, adalah salah satu cara yang mencoba di istiqomahkan dalam lelakunya. Karena upaya upayanya kepada pihak pihak terkait, hanya menghasilkan satu kalimat jawaban yang sudah terprediksi, yaitu : “Pencemaran ini bukan akibat dari limbah pabrik pabrik” ….. Sial !!!!!.

“Semakin tidak ada yang menemani, justru Allah sendiri yang akan menemani”, kurang lebih demikian, kalimat yang saya kutip dari Mbah Nun. Mungkin ini adalah realitas dulur dulurku yang justru mempunyai kesempatan mengakurasi kesaksian melalui peristiwa peristiwa yang mereka hadapi selama kurang lebih 8 tahun perjuangan. Satu Windu, adalah waktu yang sanggup mereka tempuh untuk mengenal sekian banyak kakaWin dan sekian banyak reriDu. Semoga terus berjalan pada putaran putaran WinDu berikutnya, doaku.

Mak wuthhh, aku terbangun dari lamunan. Berdiri diantara gelaran
keikhlasan, bersama dengan gelaran kelasa yang sudah ginelar di area Kampus Sawah, di atas jalan produksi, yang menyisakan 1 meter untuk lalu lintas pengguna jalan.

di tengah gelaran juga sudah tersedia beberapa hidangan yang hampir kesemuanya adalah hasil dari menanam, merawat, memanen, dan memasaknya sendiri. Diantaranya adalah ketela, singkong, nasi, aneka lawuhan, aneka sayur, klubanan, tidak ketinggalan pula Kang Wahid penggiat Simpul Gambang Syafaat juga hadir membawa produk pesisir Demak berupa Dendeng Gereh. Semua tertata berjajar di sepanjang kami duduk berhadap hadapan.

beberapa hidangan yang hampir kesemuanya adalah hasil dari menanam, merawat, memanen, dan memasaknya sendiri

Panitia menyalakan sound sistem, lalu mengetesnya. Properti dan panggung teater siap. Tim teater siap. Tim Hadroh juga telah memegang terbang nya masing masing. Mas Haris membuka HP, mempersiyapkan file Sholawat. Mas Burhan juga telah siyap berduet dengan Mas Haris. Jamaah duduk dengan posisi nyamannya masing masing. Anak anak dipangkuan orang tuanya. Beberapa bertugas mengatur lalulintas jalan. Mas Kafi yang duduk berdampingan dengan Mas Agus, segera menyalakan mic, lalu pegang kendali untuk memandu acara. Acara dibuka oleh Mas Kafi, lalu dilanjutkan dengan Tawasul. Kemudian Sholawatan, dipimpin oleh Mas Haris dan Mas Burhan. Momentum yang menggetarkan. Beberapa ada yang pecah tangisnya, dan bersembunyi diantara rancak tabuhan rebana. Mas Haris beberapa kali terdengar serak, parau, lalu ngunjal ambegan. Kulit wajahnya yang putih kian kentara Merah mBrambang.

Sholawatan yang dipimpin oleh Mas Haris dan Mas Burhan

Saat Mahalul Qiyam, lengkingan suara tinggi Mas Burhan lebih dominan terdengar. Kembali pecah tangis diantara Jamaah, saat Mas Burhan melantunkan : Marhaban Yaa Nurrul Aini, Marhaban Jaddal Husaini, Marhaban Ahlan wasahlan, Marhaban Ya Khoiro Dai.

Seusai Sholawatan, Mas Kafi menyambungnya dengan bacaan do’a. Semua menengadahkan tangan, sebagian besar memejamkan mata. Pada bacaan : Yaa Allah Yaa Rohmaan Yaa Rohiim Irhamnaa …. Mas Kafi pecah tangisnya, meraung raung, beberapa saat hanya terdengar Huu .. Huu … Lalu melanjutkan menyelesaikan do’a.

Acara dilanjutkan dengan sambutan sambutan, dari perwakilan panitia, dan dari perwakilan majlis gugurgunung. Masing masing tidak menyampaikan secara panjang lebar. Mungkin karena masih terbawa suasana haru hingga medesel.

Butuh jeda sejenak, maka acara dilanjutkan dengan perform dari teater Wangker Bayu. Para talent bersiyap di sisi panggung. Mas Agus dan Mas Kafi beranjak dari duduknya, lalu berdiri pada jarak terdekat dengan panggung. Jamaah lainnya pada posisi nyamannya masing masing. Anak anak berlarian melintasi panggung. Suasana natural tersebut melahirkan kesan seperti bukan sebuah performa teater, namun seperti ruang dialog yang riil.

Teater saya mulai dengan menyampaikan preambule singkat, kurang lebih begini :


Apakah menanam, selamanya berorientasi pada memanen ?
Apakah panen, selalu berotientasi pada jumlah yang besar, atau harga yang tinggi ?

Mengutip tulisan Mbah Nun pada sebuah buku Beliau, kurang lebih, “Menjadi, pasangan kata yang tepat adalah Manusia, menjadi apapun itu sebaiknya digunakan sebagai upaya untuk tetap menjadi Manusia”

Petani bukan profesi, Petani adalah salah satu Titah, untuk tetap menjadi Manusia.

Aset Utama Manusia adalah rasa kamanungsan. Tugas utama Manusia adalah Khalifah fil Ardh.

Seluruh Mahluk diciptakan dari Nur Muhammad.

Hati Petani adalah Hati yang senantiasa membangun kesadaran laku lampah yang terus mengakurasi ke Fitrah.

Maka, “Panen” adalah …. Ketika laku lampah kita senantiasa dibersamai Kanjeng Nabi … ”

Kemudian satu persatu talen saya perkenalkan, lengkap dengan kontribusi dan peran yang dimainkannya. Seting lokasi sawah, tema acara, tema teater, jamaah yang hadir, lalu lalang anak anak kecil di sepanjang pertunjukan dan sebagainya dan sebagainya, seperti membentuk jaringan jaringan frekwensi yang “Mencahaya”

Perform dari teater Wangker Bayu

(Sengaja isi dialog dalam pertunjukan teater tersebut tidak saya urai, cukup saya wakilkan dengan foto, karena rencana akan menjadi pertunjukan selanjutnya pada “Tancep Kayon” Majlis gugurgunung, Desember ini …. biar tidak imajiner, Silahkan hadir )

Acara selanjutnya adalah Makan Bareng/KemBulan. Hidangan ditata sedemikian rupa. Semua berbaur menjadi satu. “Iki coro mangane yo podho coro dhahare Kanjeng Nabi, nganggo driji telu ngono ?”, seloroh salah seorang teman. Tentunya, yang terjadi tidak se “gembagus” itu. Kami makan sebagaimana biasanya cara kami makan. Cuman kali ini, paling tidak kami mampu memaknai apa itu nikmat, sadar tentang kapan harus berhenti, bergantian, berbagi, bersyukur, dan sebagainya dan sebagainya.

Makan Bareng/KemBulan

Menjelang Maghrib, kami bersama sama membersihkan lokasi acara. Menggulung tikar untuk digelar kembali di rumah Mas Burhan. Setelah semua beres, kami bersama sama pulang, berjalan ke arah munculnya Rembulan. Dan tentunya, kerinduan itu mulai bersemayam di hati, sejak langkah pertama kami beranjak dari tempat itu. Benih Rindu yang sejak itu pula kami niatkan untuk terus kami rawat, sampai pada musim panen berikutnya.

………. Selesai

Mohon maaf dan Terimakasih.
Semoga bermanfaat.
???

 

Kasno

OLEH-OLEH ‘KURMA’ WARGA MAIYAH

OLEH-OLEH ‘KURMA’ WARGA MAIYAH

OLEH-OLEH ‘KURMA’ WARGA MAIYAH

Tulisan ini adalah catatan kesan dari karunia perjalanan. Semoga sebagaimana seperti yang saya harapkan, catatan ini menjadi oleh-oleh bagi keluarga Maiyah. Jikapun oleh-oleh ini menggembirakan dan bisa dinikmati tentulah saya merasa senang dan bahagia. Jikapun tidak, tentunya saya tidak boleh nestapa apalagi memaksa. Berikut catatan saya bagi dalam 2 sub judul. Sub judul yang pertama adalah catatan perjalanan ketika berada di Madinah dan catatan kedua ketika berada di Mekkah.

Ngalah Membuka Berkah

Sejak awal keberangkatan umroh, saya berusaha untuk selalu perbanyak sholawat dan memberi pelayanan kepada siapapun saja para jamaah yang membutuhkan, termasuk hal-hal kecil misalnya membantu memasang safety belt di pesawat, membantu tour leader membagi makanan di dalam bus, memberi obat-obatan yang membutuhkan, dsb.Continue reading

Cita-Cita Akhir Tahun

sampul-buku-kembang-gunung

sampul-buku-kembang-gunung

Majlis gugurgunung mulai diadakan pada akhir minggu terakhir pada bulan Januari 2014. Sejak awal aktivitasnya secara natural gugurgunung memiliki tradisi tahunan untuk belajar kapan harus berhenti.

Oleh sebab itu, sejak tahun pertama memasuki tahun pertama Majlis gugurgunung men-tradisi-kan : Tancep Kayon. Yakni menyudahi gelaran kegiatan majlis sebelum menegaskan pilihan apakah di tahun depan masih akan diadakan lagi ataukah berhenti.Continue reading

Dimana Langit Dipijak, Disitu Bumi Dijunjung

Majlisgugurgunung:: Malam Minggu terakhir di bulan ini tanggal 24 september 2016 merupakan malam rutin untuk Majlis maiyah gugurgunung Ungaran berkumpul dalam acara Cangkruk Budidoyo. Bertempat di Taman Bermain Qomaru Fuady, Balongsari, Ungaran.

Tepat pukul 21.00 WIB Mas Dian sebagai moderator membacakan susunan acara. Dimulai dengan menyanyikan tembang Gugurgunung bersama seluruh jama’ah, lalu pembacaan al Fatihah dan wasilah untuk kanjeng Nabi Muhammad SAW, sahabat, aulia, leluhur, Bapak maiyah Muhammad Ainun Nadjib, serta untuk seluruh jama’ah yang dipimpin oleh Mas Tyo, dan dilanjutkan dengan pembacaan munajat maiyah yang dipimpin oleh Mas Jion. Lalu karena ada beberapa jama’ah yang baru pertama kali hadir maka dilakukan perkenalan terlebih dahulu untuk lebih meningkatkan kemesraan paseduluran.

Cangkruk Budidoyo Majlis Gugur Gunung

Cangkruk Budidoyo Majlis Gugur Gunung

Usai jama’ah membaca buletin bulanan yang telah dibagikan, dimana berisikan reportase bulan lalu dan mukadimmah edisi bulan ini kemudian ditambahkan sedikit oleh Mas Mufid dari maiyah Bahurekso Kendal; Continue reading